
BANJARMASIN – Penerapan sekolah inklusi di SMPN 10 sudah berlangsung sejak 2009 lalu. Hingga kini, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dibiasakan agar berbaur dengan anak-anak sebayanya tanpa ada perbedaan dan diskriminasi.
Kepala Sekolah SMPN 10 Banjarmasin, Syahrida menjelaskan ada sebanyak 43 ABK yang berada di kelas 7, 8 dan kelas 9. Jumlah ini terus bertambah, karena kepercayaan masyarakat untuk memasukkan anaknya di sekolah reguler.
“Setiap tingkatan atau kelas kami masukkan siswa ABK, hal itu agar semua siswa bisa berbaur dan merasakan pertemanan yang lebih luas dengan teman sebayanya,” ujar Syahrida, Senin (15/5).
ABK yang ada di sekolah tersebut beragam, sesuai dengan kemampuan dan keterbatasannya, seperti autis dan tunagrahita. “Sebelum masuk ke sekolah ini, kami melakukan assesment dan tes psikologi dahulu, sehingga dapat menentukan bagaimana nanti memperlakukan mereka dalam memberikan pelajaran,” katanya.
Ia menambahkan, setiap ABK juga mendapatkan guru pembimbing khusus, atau Guru Berkebutuhan Khusus (GBK) lulusan Pendidikan Luar Biasa, yang memberikan bimbingan konseling.
“Di sini ada sebanyak 5 guru pendamping untuk membimbing menyampaikan kembali materi pelajaran di ruang kelas pintar,” jelasnya.
Untuk 1 GBK dapat membimbing 5 siswa, atau tergantung tingkat kesulitan ABK mulai kategori ringan hingga menengah. “Namun, untuk ABK yang masuk kategori berat, maka bisa satu murid satu guru pendamping,” tambahnya.
Sahrida mengakui, dipilihnya SMPN 10 menjadi sekolah inklusi, membuat pihaknya merasa tertantang untuk menjalankan program sekolah sebaik mungkin.
“Guru dan semua siswa juga sudah tak merasa berbeda terhadap ABK. Itu sesuai dengan keinginan dunia pendidikan bahwa sekolah inklusi menginginkan semua siswa saling berbaur tanpa ada perbedaan,” pungkasnya. via