Oleh : Jaga Rudi, SH.(Alumni Fakultas Hukum Universitas Andalas)
Kasus Pembunuhan Berencana Terhadap Brigadir Joshua Hutabarat (Brigadir J) sudah menyita perhatian publik beberapa bulan ini. Vonis hakim sudah dijatuhkan kepada beberapa terdakwa diantaranya Ferdi Sambo, Putri Chandrawati, Ricky Rizal, Kuat maruf, Richard Eliezer dan yang lainnya. Tak berhenti disitu, kemudian yang menyita atensi khalayak ramai adalah bagaimana status Eliezer setelah divonis melakukan pembunuhan berencana dengan pidana penjara selama 1,5 Tahun apakah tetap menjadi anggota Polri atau dipecat seperti senior-seniornya pada kasus ini. Rabu 22 Februari 2023 sudah dilakanakan sidang etik terhadap Eliezer. Sidang yang berlangsung selama kurang lebih 7 Jam itu memutuskan bahwa Eliezer tetap menjadi angota Polri namun mendapatkan Demosi selama 1 Tahun.
Ada yang menarik pada sidang etik kali ini, yaitu eliezer yang sudah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan menghilangkan nyawa seseorang tanpa hak dengan melawan hukum (Pasal 340 KUHP) justru tidak diberhentikan dari jabatannya di Kepolisian. Berdasarkan keputusan hasil sidang kode etik kepolisian, mengutip pada media Detiknews.com ada 9 alasan mejelis etik tetap mempertahankan Eliezer dikepolisian diantaranya:
1. Terduga pelanggar belum pernah dihukum karena melakukan pelanggaran baik disiplin, kode etik, maupun pidana.
2. Terduga pelanggar mengakui kesalahan dan menyesali perbuatan.
3. Terduga pelanggar telah menjadi JC atau saksi pelaku yang bekerja sama, dimana pelaku lainnya dalam sidang PN Jaksel berusaha mengaburkan fakta yang sebenarnya dengan berbagai cara, merusak, menghilangkan barang bukti, dan memanfaatkan pengaruh kekuasaan, tetapi justru kejujuran terduga pelanggar dengan berbagai risiko telah turut mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi.
4. Terduga pelanggar bersikap sopan dan bekerja sama dengan baik selama sidang sehingga sidang berjalan lancar dan terbuka.
5. Terduga pelanggar masih berusia muda, masih berusia 24 tahun, masih berpeluang memiliki masa depan yang baik apalagi dia sudah menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya di kemudian hari.
6. Adanya permintaan maaf dari terduga pelanggar kepada keluarga Brigadir Yosua dimana saat sidang pidana di PN Jaksel terduga pelanggar telah mendatangi pihak keluarga Brigadir Yosua, bersimpuh dan minta maaf atas perbuatan yang terpaksa sehingga keluarga Yosua memberikan maaf.
7. Semua tindakan yang dilakukan terduga pelanggar dalam keadaan terpaksa, dan karena tidak berani tolak perintah atasan.
8. Terduga pelanggar yang berpangkat Bharada atau tamtama Polri tidak berani menolak perintah menembak Yosua dari saudara FS (Ferdy Sambo), karena selain selaku atasan, jenjang kepangkatan FS dengan terduga pelanggar sangat jauh.
9. Dengan bantuan terduga pelanggar yang mau bekerjasama dan mau memberikan keterangan yang sejujurnya, sehingga perkara meninggalnya Brigadir Yosua dapat terungkap.
Menarik memang jika hal ini dikaji dari sisi etika dan hukum. Hukum itu berangkat dari etika, dan etika sendiri berangkat dari nilai-nilai yang hidup ditengah masyarakat. Lantas apakah ketika seseorang sudah melanggar hukum apakah ia juga sudah melanggar etika itu sendiri. Teringat ungkapan Mantan Ketua Mahkamah Agung AS Earl Warren yaitu “Law Floats in a Sea Of Ethics- Hukum Mengapung Diatas Samudera Etika”. Dapat diartikan bahwa hukum itu bentuk formalitasnya dari sebuah etika yang hidup ditengah masyarakat. Prof Jimmly Asshiddiqie juga berpendapat bahwa antara hukum dan etika itu tidak dapat dipisahkan.
Etika lebih luas dari pada hukum yang lebih sempit. Karena itu setiap pelanggaran hukum dapat dikatakan juga merupakan pelanggaran etika, tetapi sesuatu yang melanggar etika belum tentu melanggar hukum. Etika itu lebih luas, bahkan dapat dipahami sebagai basis sosial untuk bekerjanya sistem hukum.
Polri sendiri memiliki kode etik yang dijalankan setiap anggotanya dalam menjalankan tugas. Terbaru Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sangat dijelaskan dalam aturan ini bagaimana etika seorang polisi dalam menjalankan tugasnya. Berkaca pada kasus yang terjadi pada Eliezer kita dapat melihat bahwa ia sudah secara sah melakukan pelanggaran hukum namun pada saat sidang etik tidak diberhentikan dari anggota kepolisiannya.
Pro kontra timbul disetiap kalangan masyarakat, ada yang setuju kalau Eliezer tetap menjalankan dinasnya sebagai anggota Polri dan ada pula yang meminta kalau Eliezer sebaiknya dipecat saja. Tentunya dalam memberikan putusan Majelis Etik dalam kasus ini telah benyak mempertimbangkan hal-hal yang terkadang sulit diterima oleh setiap kalangan. Namun pada intinya menurut hemat penulis sendiri pada kasus kali ini kita dapat melihat bahwa hukum itu tidak kaku yang selalu mengedepankan kepastian hukum namun disamping itu juga memenuhi kepastian dan keadilan ditengah masyarakat.