
JAKARTA – Sejumlah perusahaan ritel ternyata sulit untuk bertahan di tengah bernagai tekanan ini. Salah satunya adalah Transmart yang menutup 12 gerai pada 2022.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun buka suara dengan fenomena toko ritel modern yang tutup.
Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani menjelaskan, sejumlah toko ritel yang tutup disebabkan oleh dua faktor. Pertama, perubahan perilaku konsumen ritel modern dengan lebih memilih belanja melalui e-commerce atau perniagaan elektronik.
“Nomor satu memang perubahan perilaku konsumen. Sekarang apa-apa belinya online, barang kecil aja belinya online kan,” ujar Hariyadi di kantor Apindo, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin.
Kedua, penurunan daya beli masyarakat imbas pandemi Covid-19. Hal ini mengakibatkan kemampuan belanja masyarakat menjadi berkurang.
“Terkait daya beli itu memang ada. Yang tadinya belanjanya rata-rata Rp 50 ribu sekarang Rp 30 ribu, itu ada pengaruhnya di situ,” jelas Hariyadi.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, berkomentar soal hypermarket Transmart yang kedapatan menutup sejumlah gerainya akibat sepi pengunjung. Ia pun membantah isu bahwa gerai ritel milik konglomerat Chairul Tanjung itu tengah dilanda kebangkrutan.
“Transmart itu sebenarnya bukan kolaps, atau sebagian bilang bangkrut. Transmart itu dia sedang beranomali untuk menyesuaikan dengan situasi kondisi zamannya,” kata Roy.
Menurut dia, pengusaha ritel itu tidak bisa tergesa-gesa dalam menyikapi perubahan zaman. Sebagai contoh, pihak manajemen tak bisa asal membongkar tata letak barang yang tersimpan di gerai supermarket.
“Transmart pada beberapa saat yang lalu bisnis modelnya ataupun pengaturan tenant mix-nya tidak berjalan cepat, tidak berjalan lancar. Sementara perilaku konsumen berjalan cepat,” ujar Roy.
“Dengan kata lain, kemarin kan sudah lihat ketika owner-nya turun, berkunjung ke berbagai toko. Dia langsung dengan intuisi bisnisnya berubah, oh iya, saya mau dong ini dibedain tata letaknya, dibedain pencahayaannya, bedain lokasinya. Istilahnya turun gunung,” bebernya.
Roy menyebut pihak Transmart bukan salah strategi, tapi belum cepat dalam menyesuaikan kondisi saja. Khususnya ketika perilaku konsumen banyak berubah seusai pandemi Covid-19.
“Jadi Transmart itu kalaupun ada yang kurang atau tutup dan lain sebagainya, itu bukan bangkrut, tapi mereka sedang menata atau merelokasi,” ungkap dia.
Lebih lanjut, Roy menyatakan, gerai ritel mau tidak mau harus beradaptasi dengan tata kota yang kian berubah. Misalnya, area perumahan yang kini banyak disulap jadi pusat bisnis baru, sehingga preferensi masyarakat sekitar ikut bergeser. lp6/mb06