
Masalah tata niaga minyak goreng tak kunjung usai. Mulai dari harganya yang tak kunjung stabil, hingga ketersediaannya yang terus menerus langka.
Seperti baru baru ini ketika saya ke pasar, terkaget kaget karena penjual mengatakan minyak harganya naik dan sempat langka di pasaran terutama ‘minyak kita’ yang di subsidi pemerintah yang katanya menjadi solusi ketika sebelumnya minyak harganya melonjak tinggi.
Faktanya minyak yang diperuntukan untuk kalangan terbatas itu justru langka dan ketika ada dipasaran harganya lebih mahal dari harga sebelumnya. Padahal, berdasarkan Permendag No. 49/2022, migor rakyat terdiri atas migor curah dan MinyaKita dengan HET sebesar Rp14.000 per liter.
Wajar saja rasanya jika sampai langka, pasalnya konsumen yang biasa menggunakan migor kemasan premium/nonsubsidi, beralih ke MinyaKita. Ditambah banyaknya penjualan MinyaKita di platform digital dan di ritel modern. Padahal, MinyaKita hanya diperuntukkan bagi keluarga berpenghasilan rendah. Inilah penyebab kebijakan migor kemasan bersubsidi ini dianggap kurang tepat sasaran.
Melonjaknya harga minyak goreng di pasaran berefek pada para pelaku pasar, mulai distributor, peritel modern, pelaku pasar tradisional, pedagang eceran, hingga konsumen, terutama pedagang kecil penjual makanan, dihantui harga jual minyak goreng yang tinggi. Mereka menjerit atas kenaikan harga komoditas tersebut.
Sungguh ironi, Indonesia yang merupakan lumbung sawit, sehingga menjadi penghasil terbesar crude palm oil (CPO) di dunia masih dihadapkan pada persoalan kelangkaan minyak goreng. Alhasil, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus ada indikasi terjadinya praktik kartel di balik lonjakan harga minyak goreng tersebut.
Pangkal persoalan migor ini sebenarnya terletak dari tidak terpenuhinya kebutuhan pangan pokok rakyat. Sedangkan pemerintah menyerahkan seluruh urusan ini pada swasta sehingga kelangkaan akan menjadi masalah klasik yang akan terus ada jika kendali produksi dan distribusinya ada pada swasta.
Tentu kita semua tahu jika semua diserahkan kepada swasta,kemana lagi orientasinya kalau bukan keuntungan. ini sudah menjadi satu hal yang pasti dalam negara yang menggunakan sistem kapitalis. Sementara masalah minyak adalah kebutuhan pokok rakyat yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk memastikan ketersediaannya dan juga terjangkau harganya bagi masyarakat yang kini menjadi barang komersil bagi swasta menambah pundi pundi mereka.
Tentu kita membutuhkan solusi yang bukan solusi tambal sulam saja,tapi solusi yang mampu menyelesaikan persoalan ini secara menyeluruh. Dan solusi ini bisa kita temukan ada dalm pengaturan sistem politik ekonomi islam. Dimana negara benar benar memastikan seluruh warga nya terpenuhi kebutuhan pokoknya dengan mudah dan murah.
Negara akan menggunakan politik ekonomi Islam dalam menyelesaikan seluruh persoalan agar tidak tersandera oleh kepentingan para pemilik modal sebagaimana sistem kapitalisme hari ini.
Negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan primer (pangan, sandang, papan) sehingga sangat memperhatikan pentingnya memperbanyak produksi sekaligus memiliki konsep bagaimana distribusi hasil produksi ini sampai ke masyarakat.
Ada beberapa kebijakan utama yang akan diambil oleh negara.
Pertama, mengatur kembali masalah kepemilikan harta yang sesuai Islam dengan menerapkan tata kelola lahan sesuai syariat Islam.
Kedua, negara melaksanakan politik pertanian Islam untuk menjamin ketersediaan pasokan barang di dalam negeri, terutama mengupayakan dari produksi dalam negeri dengan mengoptimalkan para petani dan para pengusaha lokal. Di dalam Islam politik pertanian sendiri memiliki 2 kebijakan yang khas yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi.
Ketiga, negara menjalankan politik distribusi perdagangan dengan melakukan pengawasan terhadap rantai niaga sehingga tercipta harga kebutuhan atau barang-barang secara wajar dengan pengawasan.
Pasar akan terjaga dari tindakan-tindakan curang, seperti penimbunan, penetapan harga, penipuan, dan sebagainya. Pengawasan ini pun ditetapkan oleh negara dengan adanya struktur tertentu di dalam negara Islam, yakni Qadhi Hisbah.
Dengan pengaturan yang sedemikian rupa,tentu masalah terjaminnya pemenuhan kebutuhan pokok, termasuk minyak akan bisa terselesaikan dengan tuntas. Dari sini jelas, persoalan stabilitas pangan termasuk minyak goreng hanya bisa diselesaikan dengan solusi Islam, yang integral melalui penerapan Islam secara kaffah. Wallahu A’lam