Ummu Rasyada (Guru TPA dan Pemerhati masalah sosial kemasyarakatan)
Kabar di negeri mayoritas muslim, di kalangan remaja kian hari kian bergaul bebas. Walaupun sudah ada berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan ini.
Lembaga Pemerhati Masyarakat “LEMPEMA” juga merilis data tahun 2014-2016 bahwa 65% remaja putri di Banjarmasin pernah melakukan hubungan seks pranikah. Data itu diperoleh via wawancara terhadap 700 responden terdiri dari 200 Pelajar SMP/MTs, 200 siswi SMA/SMK/MA, 200 mahasiswi, dan 100 remaja putri putus sekolah (suarakalimantan.com). Fakta ini belum ditambah dengan prostitusi melibatkan anak di bawah umur yang kian marak di Kalsel, yang terjaring di berbagai kota seperti Banjarmasin, Banjarbaru, Tabalong dan Tanah Laut. Anak-anak ini ditangkap di hotel-hotel dan penginapan bertarif murah serta warung jablay. Mereka juga menjajakan diri secara online via aplikasi MiChat (banjarmasin.apahabar.com, 27/06/2021).
Pergaulan bebas yang menjangkiti remaja berdampak pada angka aborsi yang tinggi. BKKBN menyampaikan data tahun 2008 bahwa 63% remaja SMP dan SMA di Indonesia pernah berhubungan seks, dan 21% di antaranya melakukan aborsi (wardah.or.id). Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM dengan BKKBN juga pernah mengumumkan sebanyak 58 % remaja putri yang hamil di luar nikah berupaya menggugurkan kandungannya (tirto.id, 12/10/2016).
Penelitian Guttmacher Institute memperkirakan terjadi dua juta aborsi di Indonesia setiap tahun. Salah satu yang cukup menghebohkan adalah terbongkarnya klinik aborsi di Paseban, Jakarta Pusat yang telah mengaborsi 903 bayi dan dimusnahkan dalam septic tank menggunakan bahan kimia (solopos.com,17/02/2020). Pergaulan bebas juga menjadi sebab utama penyebaran HIV/AIDS di Indonesia dan peningkatannya dari tahun ke tahun (kemenkopmk.go.id). Pada 2019 telah ada 50.282 kasus HIV dengan hubungan Lelaki Suka Lelaki (LSL) sebagai salah satu penyumbang terbesarnya (kemkes.go.id).
Remaja muslim hari ini hidup jauh dari gaya hidup Islam. Mereka beragama Islam, tetapi pemikirannya sekuler. Ketika bergaul antara laki-laki dan perempuan, mereka tidak menggunakan aturan Islam, melainkan dengan kebebasan (liberalisme). Contohnya seperti praktik khalwat, ikhtilat, pamer aurat, dan tabaruj, menjadi fenomena biasa di tengah masyarakat. Akibatnya, dorongan terhadap naluri seksual terjadi begitu kuat hingga terbukalah pintu-pintu zina. Padahal, zina adalah perkara yang buruk dan diharamkan Allah Taala.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Isra’: 32)
Hari ini, pintu-pintu zina banyak terbuka karena ada faktor lemahnya keimanan dan ketakwaan individu remaja. Relasi keluarga makin cair sehingga orang tua tidak membekali anak dengan keimanan yang kukuh, juga tidak membimbing anaknya untuk menjaga kehormatan dan kesucian diri. Ditambah masyarakat yang individualis sehingga tidak mengawasi pergaulan para remaja, padahal kondisinya sangat memprihatinkan.
Semua faktor tadi berperan membuka pintu-pintu zina. Akan tetapi, ada faktor terbesar, yaitu peran negara. Negara adalah pihak yang mengatur individu, keluarga, dan masyarakat. Namun, aturan yang negara terapkan saat ini justru mendorong remaja untuk bergaul bebas.
Misalnya terkait pornografi, negara bersikap lemah dan cenderung abai terhadap maraknya pornografi, baik di televisi, gim, maupun media sosial. Video-video “panas” mudah sekali diakses, baik melalui YouTube, TikTok, maupun lainnya. Tidak ada sanksi tegas bagi pelaku pornografi dan pornoaksi.
Negara memang memiliki lembaga yang bertugas melakukan patroli siber, tetapi tidak tampak aktivitasnya untuk “menjewer” para pengunggah konten porno. Padahal, sebenarnya, tidak sulit bagi negara untuk memblokir situs porno sekaligus membasminya agar tidak muncul lagi. Persoalannya hanya pada kemauan dan kesungguhan pemerintah.
Penyebab sulitnya negara untuk memberantas situs porno saat ini karena tolok ukur yang digunakan adalah doktrin hak asasi manusia (HAM). Menampakkan aurat dan berlaku tidak senonoh dianggap boleh karena bagian dari HAM. Sungguh ngeri!
Dengan rekam jejak mandulnya pemberantasan pornografi dalam sistem sekuler saat ini, kita tidak bisa lagi berharap kepada sistem yang ada untuk menyelesaikan pergaulan bebas yang berujung dispensasi nikah. Satu-satunya harapan adalah mengganti sistem hidup kita dari sekuler menjadi sistem Islam.
Sistem Islam memiliki konsep penyelesaian yang sempurna dalam menghilangkan gaul bebas ini. Yaitu solusi pertama, sistem Islam akan membentuk akidah yang sahih pada setiap individu warga negara, termasuk para remaja. Penanaman akidah ini dilakukan dengan mengoptimalkan peran orang tua dalam pendidikan anak serta melalui sekolah.
Kedua, Sistem Islam akan menerapkan sistem pergaulan islami dengan melarang khalwat, ikhtilat, terbukanya aurat, dan zina. Pria dan wanita akan hidup secara terpisah (infishal), kecuali pada kondisi yang dibenarkan syarak. Minimnya interaksi antara pria dan wanita akan meminimalkan stimulus terhadap naluri seksual sehingga lebih menjaga kesucian keduanya.
Ketiga, Negara akan menerapkan sistem sanksi, yaitu pemberian sanksi bagi pelanggar syariat. Orang yang membuka auratnya di depan publik akan mendapat sanksi sesuai ijtihad Khalifah atau wakilnya. Sanksi tersebut bisa berupa denda, dera, penjara, atau yang lainnya. Begitu pula aktivitas khalwat, ikhtilat, zina, pemerkosaan, aborsi, dan sebagainya. Semuanya akan dihukum tegas sesuai syariat Islam.
Keempat, Negara akan mengatur dan mengawasi media, baik media massa maupun media sosial, agar hanya menyiarkan konten atau tayangan yang tidak bertentangan dengan syariat. Media hanya boleh berisi tayangan yang baik, yaitu tayangan yang akan menguatkan kepribadian Islam pada semua warga negara.
Kelima, pernikahan anak bukanlah perkara terlarang dalam Islam, bahkan hukumnya boleh. Oleh karenanya, setiap individu yang siap menikah akan diizinkan menikah tanpa perlu prosedur yang rumit.
Demikianlah solusi Islam untuk menyelesaikan persoalan gaul bebas yang semakin marak saat ini. Wallahualam.