
Rasanya sakit, tapi enak. Bahkan, terkadang bikin nagih. Itulah kiranya sensasi ‘nikmat’ yang diberikan kerokan.
Kerokan diyakini bisa menjadi obat untuk mengatasi masuk angin. Bahkan, tak sedikit orang yang meyakini bahwa meriang, sakit kepala, perut kembung, hingga mual pun bisa hilang hanya dengan kerokan.
Tapi, apa benar kerokan bisa membuat orang yang masuk angin atau meriang sembuh seketika? Bagaimana medis melihat kebiasaan kerokan ini?
Dokter spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sawah Besar, Jakarta Pusat, Andi Khomeini Takdir Haruni mengatakan bahwa kerokan sebenarnya tidak ada dalam ilmu medis.
Meski begitu, menurut Andi, kebanyakan dokter juga bersikap netral. Tak ada larangan, namun juga tidak dianjurkan untuk dilakukan, terutama jika terlalu sering.
“Dalam artian kita tidak melarang, tapi juga tidak menganjurkan. Cuma lebih ke hati-hati saja,” kata Andi saat dihubungi CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Hati-hati di sini, kata Andi, maksudnya adalah jangan sampai kerokan menyebabkan luka pada kulit atau bagian tubuh yang dikerok. Sebab jika muncul luka, maka bisa berpotensi terjadi infeksi yang malah menimbulkan penyakit baru.
“Dia, kan, berisiko pelukaan atau terjadi luka di kulit, ya. Jadi hati-hati, jangan sampai menimbulkan luka saat dikerok ini,” kata dia.
Lakukan dengan Bersih
Hal serupa juga diungkap oleh dokter spesialis jantung, Vito Damay. Menurut dia, jika ditanya bagaimana kerokan secara medis, jawabannya tentu tidak ada. Namun, bukan berarti kerokan dilarang.
Banyak tenaga medis melihat kerokan sebagai warisan budaya, turun-temurun dari nenek moyang masyarakat Indonesia.
Tentu, sesuatu yang sifatnya turun temurun seperti itu tak bisa dihilangkan begitu saja. Maka dari itu, kebanyakan dokter tak akan melarang kerokan selama dilakukan dengan benar.
“Kerokan jelas tidak dianjurkan dalam kedokteran modern, cuma saya bukan anti kerokan, saya selalu bilang ini warisan leluhur. Kalau mau dilakukan, lakukan dengan bersih,” kata Vito saat dihubungi.
Bersih di sini, kata Vito, dilihat dari alat yang digunakan untuk kerokan. Umumnya, masyarakat Indonesia menggunakan uang logam dan balsem. Banyak orang percaya bahwa kerokan bisa mengatasi masuk angin hingga meriang. Benarkah hal tersebut? Vito juga tidak menganjurkan kerokan dilakukan dengan alat lain selain koin. Misalnya, menggunakan sendok atau bahan cekung lainnya.
“Kalau sembarangan bisa berpotensi infeksi. Kulit yang terkena alat kerok ini bisa terluka, terus infeksi karena alatnya tidak bersih, malah jadi bahaya untuk kulit kita,” katanya.
Luka akibat kerokan memang rawan terjadi. Hal ini, kata Vito, terjadi karena kulit merupakan barrier atau pagar penutup supaya bakteri dan virus tidak mudah masuk ke pembuluh darah.
Saat kerokan, kulit akan terkikis sedikit demi sedikit. Makanya, bakteri pun lebih mudah masuk dan bisa menyebabkan infeksi.
“Karena saat kulit ini tidak utuh lagi akibat dikerok, risiko infeksi besar, karena pagarnya, kan, rusak. Makanya, gunakan koin atau alat yang benar dan bersih,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Vito juga menganjurkan agar kerokan tidak dilakukan terlalu sering, apalagi jika satu minggu sekali. Sebab, saat terlalu sering dikerok, lapisan kulit akan semakin tipis dan mudah terluka.
Bukan hanya itu, kebiasaan melakukan kerokan juga jangan sampai mengabaikan metode pengobatan lain secara medis. Terutama, jika orang tersebut memiliki riwayat penyakit yang harus ditangani secara medis.
“Jangan dikit-dikit kerokan. Merasa sakit dikit, dikerok. Tidak, jangan begitu. Tetap harus melakukan prosedur medis, karena tidak ada yang tahu penyakit apa yang sebenarnya diderita tubuh,” kata dia.web