
Komitmen Indonesia dalam mengembangkan mekanisme transisi energi tertuang dalam Leaders’ Declaration atau Deklarasi Pemimpin G20 Bali pada paragraf ke-12. Paragraf tersebut menekankan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Suistainable Development Goals (SDGs) yaitu memastikan akses energi bersih dan terjangkau. Sebagaimana diketahui, sektor energi adalah penghasil emisi karbon terbesar yang berkontribusi pada perubahan iklim. Hampir 40 persen bahan bakar pembangkit listrik di seluruh dunia menggunakan energi fosil batubara. Sebagai salah satu negara penghasil batubara terbesar di dunia, tentu tidak mudah bagi Indonesia beralih ke energi bersih berbasis non fosil. Penerimaan negara dari sektor batubara selama ini cukup besar dan berkontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selama tiga triwulan berturut-turut di tahun 2022 ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan tren kenaikan sebesar 5,01 persen di triwulan I, triwulan II sebesar 5,44 persen dan triwulan III sebesar 5,72 persen.
Meski batubara sudah memberikan “kenyamanan” bagi Indonesia, namun dunia menyepakati untuk beralih menggunakan energi bersih ramah lingkungan atau dikenal dengan energi hijau. Mau tak mau Indonesia harus mengikuti ini, karena jika tidak Indonesia akan tertinggal. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia, dan sebagai negara dengan luas wilayah terbesar ke-15 di dunia, bertanggung jawab untuk mengambil bagian dalam hal percepatan transisi energi ini.
Peralihan energi membutuhkan biaya mahal. Bagi negara maju yang memiliki pendapatan tinggi, transisi energi tidak menjadi masalah. Namun bagi negara miskin dan berkembang, transisi energi memerlukan upaya luar biasa untuk mewujudkannya, karena butuh dana yang tidak sedikit. Melalui KTT G20, Indonesia mendapatkan bantuan sebesar 20 miliar dollar AS atau setara 310 triliun rupiah untuk membiayai peralihan energi ini. Bantuan datang dari Jepang dan AS dengan skema JETP (Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan), berupa skema investasi dengan target pengurangan emisi karbon. Pemerintah dan masyarakat menyambut baik bantuan ini. Untuk transparansi penggunaan dana, pemerintah perlu hati-hati agar target mewujudkan ekonomi hijau benar-benar terwujud. Perlu disiapkan peta jalan/road map yang jelas dan terukur. Karena waktunya cukup panjang, dari 2022 – 2060, maka harus direncanakan secara matang sasaran jangka pendeknya, jangka menengah maupun jangka panjang. Indonesia sebenarnya sudah memiliki keunggulan berupa energi terbarukan yang melimpah, ada surya, angin, air, panas bumi dan gelombang laut. Indonesia hanya perlu mengolahnya dengan teknologi yang tepat oleh SDM yang tepat.
Kenapa transisi energi begitu krusial dan perlu dipercepat? Karena energi fosil yang selama ini kita gunakan, menyumbang emisi karbon yang sangat besar dan menjadi salah satu faktor penyebab perubahan iklim berupa pemanasan global. Dampak perubahan iklim sekarang ini sudah kita rasakan, dan ini ancaman yang serius bagi kehidupan manusia. Bencana seperti kekeringan ekstrim, banjir, tanah longsor dan kebakaran hutan sudah seringkali terjadi. Selain berdampak pada keselamatan jiwa manusia, juga mengancam ketahanan pangan seperti gagal tanam atau gagal panen karena cuaca yang sulit diprediksi. Dampak dari perubahan iklim yang bersifat merusak ini, perlu kita sikapi bersama. Kita harus membiasakan diri untuk mulai berperilaku bersih energi, turut berperan serta menahan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat celcius.
Jika suhu lebih dari itu, akan terjadi kerusakan besar. Perilaku bersih energi ini membutuhkan kesadaran bersama dan kolaborasi yang harmonis antara pemerintah, pelaku usaha, masyarakat dan akademisi untuk menguatkan tekad menggunakan sumber daya energi bersih dan ramah lingkungan. Selain itu, pemerintah juga perlu membuat regulasi yang memacu pemanfaatan energi baru terbarukan dan regulasi yang berpihak kepada pelaku usaha penyedia energi. Semua upaya diatas adalah dalam rangka mewujudkan nol emisi karbon di tahun 2060
Dalam beberapa waktu ke depan, penggunaan tenaga listrik secara bertahap akan menggantikan bahan bakar minyak pada motor/mobil dan angkutan umum. Seperti halnya batubara, bahan bakar minyak juga merupakan energi fosil yang menghasilkan emisi karbon di jalanan. Meskipun saat ini transportasi bertenaga listrik belum bisa digunakan untuk bepergian jarak jauh, namun ke depan teknologi akan semakin berkembang dan akan banyak bermunculan inovasi baru yang mendukung energi bersih ini. Moda transportasi berbasis fosil lambat laun akan ditinggalkan sampai di titik nol.
Mari kita dukung pemerintah untuk bersama-sama menuju Net Zero Emmision (nol emisi karbon) 2060, dengan cara berperilaku tertib mulai dari diri sendiri. Perilaku kecil yang dilakukan secara masif oleh setiap individu secara bersama-sama, akan berdampak besar pada kebahagiaan dan kenyamanan hidup manusia dan lingkungannya, serta akhirnya pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita bisa mulai dari hal terkecil yang kita mampu melakukannya. Semisal cukup berjalan kaki atau bersepeda jika bepergian jarak pendek, menggunakan angkutan umum seperti bus dan kereta api untuk bepergian jarak jauh, menggunakan AC secukupnya dan memasang lampu hemat energi, serta menanam tanaman hijau atau pepohonan di sekitar rumah kita sebagai paru-paru lingkungan. Pada akhirnya, Indonesia harus menunjukkan bukti keseriusan dengan memegang komitmen menuju nol emisi karbon 2060 menggunakan peta jalan yang telah disepakati. Energi bersih bukan hanya sekedar konversi energi, namun soal kesejahteraan masyarakat yang harus dicapai bersama.