JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyambut baik kebijakan kenaikan upah minimum yang ditetapkan pemerintah di tengah lonjakan inflasi sesuai dengan mekanisme dan regulasi yang berlaku.
Namun, kebijakan tersebut harus mempertimbangkan juga keberlangsungan usaha pada setiap sektor agar tidak kontraproduktif.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menuturkan pihaknya tidak menampik bahwa tantangan ekonomi global serta konflik geopolitik terus memicu lonjakan inflasi.
Pada Oktober 2022, inflasi Indonesia telah mencapai 5,71 persen yang bakal berimbas pada kenaikan hrga-harga bahan pokok dan daya beli masyarakat. Di sisi lain, dengan tantangan yang sama, industri dalam negeri juga merasakan dampak yang berbeda-beda. Hal ini tercermin dari penurunan permintaan global yang berdampak pada ekspor Indonesia.
Adapun kinerja ekspor Indonesia tercatat turun 10,99 persen pada September tahun ini menjadi US$24,8 miliar dibandingkan pada bulan sebelumnya. Imbasnya, sektor industri padat karya sebagai penopang penyerapan tenaga kerja di Indonesia menjadi lesu darah karena permintaan yang menurun.
“Kami mengapresiasi kebijakan pemerintah terkait kenaikan upah minimum. Namun, harus disadari tidak semua sektor memiliki pertumbuhan dan iklim bisnis yang sama saat ini. Kebijakan kenaikan upah minimum pada satu periode sebaiknya menargetkan pada industri dengan laju pertumbuhan ekonomi terbesar atau winning industry pada periode tersebut. Jika tidak, kebijakan kenaikan upah tersebut akan memberatkan pelaku usaha,” seperti dikutip dari siaran pers.
Dikutip dari Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 18 Tahun 2022, pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan upah minimum untuk diberlakukan sejak 16 November 2022. Adapun pertumbuhan ekonomi paa kuartal III/2022, secara kumulatif pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi mengalami pertumbuhan hingga 11,38 persen dibandingkan industri makanan dan minuman yang hanya tumbuh sekitar 3,66 persen. Namun, belakangan industri garmin melakukan sejumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perlambatan permintaan ekspor hingga 30-50 persen. Arsjad menjelaskan, pemerintah perlu merumuskan kebijakan pengupahan yang lebih tertarget, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan karakter setiap sektor industri.
Kebijakan pengupahan tersebut juga perlu bersifat adil, yang tidak memberatkan pelaku usaha dan tidak merugikan tenaga kerja atau buruh. Karena baik pelaku usaha maupun tenaga kerja, keduanya merupakan siklus pertumbuhan ekonomi yang tidak dapat dipisahkan. Sejalan dengan itu, kebijakan upah minimum seyogyanya disertai dengan pemberian insentif yang ditargetkan pada industri tertentu dan tepat sasar sesuai degan kondisi sektoral. bisn/mb06