Jumat, Juli 11, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Menyehatkan Industri Tekstil Indonesia

by matabanua
21 November 2022
in Ekonomi & Bisnis
0
D:\2022\November 2022\22 November 2022\8\8\Dr. Imelda Fajriati, M.Si. Dosen Kimia UIN Sunan Kalijaga.jpg
Oleh: Dr. Imelda Fajriati, M.Si.

Tekstil telah memberi kontribusi besar bagi bangsa Indonesia. Tahun 2019 industri tekstil menyumbang pendapatan nasional sebesar 18% atau setara Rp. 1.500 trilliun. Prestasi tersebut menempatkan Indonesia sebagai 10 besar negara eksportir tekstil terbesar di seluruh dunia. Peluang itu juga yang dilirik oleh pemerintah dengan menempatkan industri tekstil sebagai industri strategis nasional.

Sepanjang perjalannya, industri tekstil telah mengisi 3,58 juta lapangan kerja. Dikonfirmasi langsung oleh President UN Global Compact Indonesia jika tekstil telah membuka 21,2% lapangan kerja di sektor manufaktur. Halangan seperti pandemi di tahun 2019 tidak membuat industri ini layu, tekstil semakin bersinar diantara ribuan bisnis lain yang tumbang karena roda perekonomian berhenti serentak. Industri tekstil bahkan tetap eksis dan di tahun 2022 menyentuh angka pertumbuhan yang cukup baik di angka 5%.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\7\7\master 7.jpg

Rumah Subsidi 18 Meterpersegi Batal Dibangun

10 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\7\7\hal 7 - 2 kklm (KIRI).jpg

Harga Beras Mahal, Cabai Makin Pedas

10 Juli 2025
Load More

Sayangnya dibalik pertumbuhan pesat tekstil Indonesia, terdapat rentetan permasalahan lingkungan yang belum sepenuhnya terselesaikan. Tektil yang memuat berbagai macam bahan kimia, menghasilkan limbah berbahaya yang mencemari perairan sekitar. Suara para aktivis lingkungan hidup menjadi satu gambaran, kengerian kerusakan lingkungan dari industri tekstil yang tidak bertanggung jawab.

Contoh paling nyata dari efek samping industri tekstil di Indonesia dapat dilihat dari sungai Citarum yang di tahun 2018 dinobatkan sebagai sungai terkotor oleh World Bank. Dicurigai penyebab utama pencemaran sungai Citarum adalah sejumlah industri yang tidak bertanggung jawab melakukan pembuangan limbah menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang tidak memadai. Setelah dilakukan penyelidikan oleh pihak berwajib, ditemukan sebanyak 41 perusahaan tekstil di sekitar aliran sungai yang menggunakan IPAL tidak layak pakai sebagai metode pengolahan limbah.

Kemudian pada April 2022, sejumlah aktivis lingkungan hidup melakukan somasi kepada Gubernur di Pulau Jawa terkait pencemaran sungai. Para aktivis menyayangkan kealfaan pemerintah terhadap pengawasan limbah buangan tekstil dan industri lain yang mencemari sungai. Direktur Eksekutif Enviromental Conservation Organization (Ecoton), Prigi Arisandi dalam risetnya menyebut, jika terdapat 4 sungai besar di Pulau Jawa yang saat ini tercemar mikroplastik yang masuk dalam rantai makanan.

Parahnya keempat sungai besar tersebut selain digunakan sebagai bahan baku PDAM, juga dimanfaatkan sebagai sumber pengairan pertanian yang mempunyai daya suplai 50% stok pangan nasional. Riset Ecoton yang dilakukan di Sungai Bengawan juga mengkonfirmasi adanya mikroplastik yang terdapat dalam ikan sejumlah 20 partikel per ikan. Terdapat pula di sungai Brantas sejumlah 42 partikel per ikan, Sungai Citarum sejumlah 68 partikel per ikan, dan di Kepulauan Seribu terdapat 167 partikel per ikan.

Cemaran dari industri tekstil yang memproduksi limbah mikroplastik dapat menjadi ancaman semua makhluk hidup, termasuk manusia. Uji fases yang dilakukan pada manusia yang tinggal di sekitar perairan sungai Citarum, Bengawan Solo, dan Brantas, mengkonfirmasi keberadaan mikroplastik dalam tubuh manusia sebesar 17-20 partikel pada 10 gram fases. Hal ini menjadi problem besar untuk dilakukan langkah revolusi industri, dengan mengarahkan program industri kepada sistem yang ramah lingkungan.

D:\2022\November 2022\22 November 2022\8\8\Muhammad Nur Faizi.jpg
Muhammad Nur Faizi. Mahasiswa Kimia UIN Sunan Kalijaga.

Penyelesaian pencemaran limbah tekstil dalam aliran sungai, tidak hanya memperhatikan sistem pengelolaan daur ulang limbah, namun juga harus memperhatikan arah pengurangan produksi limbah tersebut. “Mencegah lebih baik daripada mengobati”, klausa lama yang dapat diterapkan untuk meminimalkan risiko pencemaran. Pola kebiasaan yang dapat diubah ke arah yang lebih bersahabat dengan alam adalah solusi efektif untuk mencegah dampak perusakan air sungai semakin melebar. Fungsi edukasi terhadap masyarakat ataupun pelaku usaha tektil, dapat membentuk maindset perlindungan alam secara otomatis.

Hal ini berkaitan dengan sisi produksi pakaian yang terus menggunakan bahan-bahan tak ramah lingkungan punya potensi serius dalam pencemaran sungai. Dunia yang digerakkan oleh sistem kapitalisme menuntut manusia untuk lebih produktif. Sehingga kerja industri akan relatif cepat dan menambah daya buang limbah yang besar.

Padahal nilai produktivitas yang tinggi tanpa didasari hati nurani untuk menjaga lingkungan, sama saja dengan meracuni kehidupan manusia secara perlahan. Dibalik banyaknya nillai materil yang dikumpulkan, terdapat nilai kesehatan yang perlahan runtuh ditelan ketidakstabilan lingkungan. Muncul proses pencemaran, yang mengikis semua sektor, baik kesehatan, ekonomi, maupun sosial. Oleh karena itu, untuk mendukung gerakan bumi yang hijau, diperlukan langkah kesadaran dari para pemangku usaha untuk turut serta peduli terhadap lingkungan sekitar.

Dalam kasus industri tekstil, dapat dilakukan perbaikan di 3 aspek untuk menjaga lingkungan.

Pertama, melakukan pengurangan produksi yang merusak aliran sungai. Daya dongkrak teknologi modern, secara berkala meningkatkan produksi tekstil setiap tahunnya. Dengan permaslahan lingkungan yang belum dapat diselesaikan, kenyataan ini akan membawa malapetaka bagi kondisi air sungai di sekitar industri. Oleh karena itu, pengurangan produksi dapat sedikit menghambat laju pencemaran sekaligus memberikan waktu sejenak bagi para peneliti untuk menemukan sistem baru yang ramah lingkungan.

Kedua, meningkatkan efektivitas sistem daur ulang dan pengolahan limbah. Kendala yang selama ini dihadapi dalam pengelolaan limbah adalah sistem daur ulang dan pengolahan limbah yang belum optimal pada semua jenis limbah. Beberapa jenis limbah, termasuk mikroplastik bisa lolos menuju aliran sungai hingga menyebabkan pencemaran yang fatal. Diperlukan kerja serius untuk lebih memaksimalkan kerja alat pengolahan limbah, hingga menjadi satu senjata yang ramah lingkungan.

Ketiga, penggalakan sistem edukasi kepada semua kalangan. Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan adalah bagian terpenting dalam upaya menjaga kelestarian alam. Sebagaimana langkah-langkah yang dilakukan sebelumnya, akan berjalan secara baik apabila semua pihak benar-benar memahami dan punya kesadaran yang sama untuk menjaga lingkungan. Oleh karena itu, kesadaran adalah nyawa untuk menentukan efektivitas program yang telah direncanakan.

 

 

Tags: Dr. Imelda FajriatiMuhammad Nur FaiziTekstil Indonesia
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA