Masalah penglihatan di zaman sekarang tidak hanya dialami orang tua. Ternyata banyak anak-anak yang juga mengalami masalah penglihatan. Salah satunya adalah myopia atau mata minus.
Penderita myopia anak juga terus bertambah setiap tahunnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan memprediksi setengah populasi manusia di 2050 menderita myopia.
Dokter Mata di SILC Lasik Center, Zoraya Ariefia Feranthy, mengatakan, myopia merupakan kelainan refraksi pada penglihatan. Saat ini terjadi, Anda akan kesulitan melihat objek dari jarak jauh.
Penderita myopia pada anak, kata Zoraya, juga semakin tinggi. Terutama setelah pandemi Covid-19 muncul. Meski tak merinci berapa banyak peningkatan yang terjadi, tapi kata dia, anak yang mengalami rabun jauh terus meningkat.
“Diduga, salah satu penyebabnya adalah pembatasan aktivitas luar ruangan selama masa pandemi, serta semakin meningkatnya aktivitas jarak dekat seperti penggunaan gawai yang berlebihan,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (15/11).
Risiko bagi anak myopia
Myopia atau mata minus terjadi ketika bayangan jatuh di depan retina mata. Hal ini lantaran kekuatan optik (optical power) tidak sesuai dengan panjang axial bola mata.
Myopia memang bisa menyerang siapa saja. Anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua bisa mengalami masalah penglihatan ini. Namun, jika anak terkena myopia, risikonya jauh lebih tinggi.
Anak yang mengalami myopia dengan minus yang cukup tinggi berisiko mengalami katarak dini, glaukoma, kelainan retina seperti retinal detachment dan kelainan makula. Semua masalah ini dapat menjadi penyebab kebutaan di kemudian hari.
Penting mendeteksi myopia pada anak sejak dini. Para orang tua harus tahu beberapa gejala yang mungkin dirasakan anak, yakni berikut:
– Kesulitan melihat objek jarak jauh
– Sering sakit kepala
– Kelelahan mata
– Sering menyipitkan mata
– Postur kepala terlihat tidak normal
“Jika anak dicurigai menderita myopia, segera periksakan mata anak ke ahlinya untuk mendapat terapi terbaik sesuai kebutuhannya,” kata dia.
Penyebab myopia dibagi dalam dua hal. Pertama faktor kebiasaan dan yang lainnya adalah genetika.
1. Kebiasaan
Lingkungan dan kebiasaan bisa membuat seorang anak menderita myopia. Berbagai penelitian menunjukkan, kurangnya aktivitas di luar ruangan, membaca buku, hingga penggunaan gawai yang berlebihan bisa menyebabkan anak mengalami myopia.
“Kurangnya kadar vitamin D dalam tubuh juga bisa membuat seseorang beresiko lebih tinggi mengalami myopia,” kata dia.
2. Genetika
Myopia juga bisa dialami anak karena ada gen dari orang tuanya. Anak yang memiliki orang tua dengan myopia memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita myopia. Namun hal tersebut dipengaruhi oleh faktor gizi, lingkungan, kebiasaan, dan faktor eksternal lainnya.
Pengobatan
Para ahli saat ini masih mencoba mencari metode pengendalian myopia (myopia control) untuk mencegah dan menahan laju pertumbuhan myopia.
Pengendalian misalnya dengan cara pemberian obat seperti atropine dosis rendah, lensa kacamata khusus myopia control, dan lensa kontak khusus myopia control diyakini bisa mencegah myopia anak makin buruk.
Meski begitu, tingkat keberhasilannya dipengaruhi oleh beberapa hal. Mulai dari usia, durasi perawatan, dan kepatuhan (compliance) terhadap terapi.
“Makanya pemilihan terapi untuk anak disesuaikan dengan kondisi mata anak, usia, laju pertumbuhan myopianya, dan tetap mempertimbangkan faktor kebiasaan anak, hobi, cara belajar, dan kegemarannya,” katanya.
Anda juga bisa melakukan pencegahan dengan melakukan pemeriksaan mata anak rutin, perbanyak aktivitas di luar ruangan, batasi penglihatan jarak dekat seperti penggunaan gawai dan membaca buku, dan konsumsi makanan bergizi.
“Pembatasan penglihatan jarak dekat dapat dengan menerapkan rumus 20:20:20 yakni, istirahatkan mata selama 20 detik, setelah melihat jarak dekat selama 20 menit, dengan melihat objek pada jarak 20 kaki (6 meter),” jelasnya.web/ron