
Seiring menguatnya kondisi ekonomi ditengah ketidakpastian global, kondisi ketenagakerjaan Indonesia juga semakin membaik, walaupunmasih belum kembali pada kondisi sebelum pandemi Covid-19. Membaiknya kondisi ketenagakerjaan, diantaranya ditandai dengan menurunnya tingkat pengangguran terbuka (TPT).Indikator TPT biasanya digunakan untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja dan juga menggambarkan kurang termanfaatkannya pasokan tenaga kerja.
TPT didefinisikan sebagai persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan penggangguran. Pengangguran yaitu: (1) penduduk yang aktif mencari pekerjaan, (2) penduduk yang sedang mempersiapkan usaha/pekerjaan baru, (3) penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, (4) kelompok penduduk yang tidak aktif mencari pekerjaan dengan alasan sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Berdasarkan rilis BPS (7/11), TPT di Indonesia pada Agustus 2022 mencapai 8,42 juta orang atau 5,86 persen. Lebih rendah dibandingkan dengan Agustus 2021 dan 2020 yang masing-masing mencapai 6,49 persen dan 7,07 persen. Namun, angka persentase tersebut masih lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi(Agustus 2019) yanghanya mencapai 5,23 persen.
Fenomena yang sama juga terjadi di Banua Kalimantan Selatan (Kalsel). BPSmencatatpada Agustus 2022,TPTProvinsi Kalsel mencapai 104,03 ribu orang atau 4,74 persen, turun sebesar 5,94 ribu orang atau 0,21 persen poin dibandingkan Agustus 2021 yang mencapai 4,95 persen. Sedangkan sebelum pandemi pada Agustus 2019 hanya mencapai 4,18 persen.Hal yang menarik bila dilihat di tingkat kabupaten/kota karenafenomenanya berbeda-beda.
Terdapat 7 kabupaten/kota yang angka TPT-nya menurun dibanding tahun sebelumnya, yaitu Banjarmasin, Banjarbaru, Hulu Sungai Utara, Tapin, Hulu Sungai Tengah, Banjar dan Hulu Sungai Selatan. Sedangkan yang lain justru sebaliknya mengalami peningkatan dan yang tertinggi perubahannya adalah Kabupaten Balangan, yaitudari 2,44 persen di Agustus 2021 menjadi 3,98 persen di Agustus 2022 atau naik 1,54 poin persen. Adanya fenomena tersebut menunjukkan bahwa respon terhadap pemulihan ekonomi pasca pandemi yang berdampak terhadap pengangguran juga berbeda-beda di tingkat kabupaten/kota.
Meningkatnya angka pengangguran di beberapa kabupaten, bisa jadi disebabkan oleh beberapa faktor diantara kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya permintaan pasar dan kurangnya kemampuan, keterampilanserta kecepatan dalam mengikuti transformasi pekerjaan pasca pandemi khususnya terkait digitalisasi yang saat pandemi meningkat tajam. Hal tersebut tentunya mempengaruhi terjadinya pergesaran lapangan usaha yang mendongkrat perekonomian daerah. Sedangkan mayoritas di kabupaten/kota yang mengalami penurunan tingkat pengangguran, menunjukkan bahwa masyarakat yang sebelumnya terdampak pandemi sehingga menjadi pengangguran, kemudian pasca pandemi mampu kembali untuk bekerja dan menghasilkan pendapatan.
Fenomena berikutnya terkait dengan besaran angka pengangguran di tingkat kabupaten/kota. Baik sebelum pandemi, selama pandemi maupun pasca menurunnya pandemi, yaitu pada2019-2022,peringkat daerah berdasarkan besaran angka pengangguran relatif tidak berubah. Tercatat, ada empat kabupaten/kota yang angkanya berada di atas Provinsi Kalsel. Urutan pertamaBanjarmasin, diikuti Tanah Bumbu, Banjarbaru dan Kotabaru, dengan kisaran angka rata-rata mencapai 5,41 persen sampai dengan 7,81 persen. Sedangkan urutan terendah adalah Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Banjar dan Hulu Sungai Tengah dengan kisaran rata-rata 2,35 persen sampai dengan 4,32 persen.
Di Banjarmasin, walaupun pada Agustus 2022 angka pengganggurannya menurun signifikan sebesar 1,51 poin persen, dari 8,47 persen di tahun 2021, menjadi 6,96 persen di tahun 2022, namun peringkatnya tetap tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lain. Tingginya angka pengangguran tersebut disebabkan Banjarmasin merupakan kota pusat perdagangan dan jasadan secara geografis aksesnya juga mudah dijangkau. Selain itu berbagai fasilitas kesehatan, pendidikan, hiburan, angkutan dan pelabuhan tersedia lengkap di Banjarmasin. Dengan adanya daya tarik tersebut, tentunya orang akan berbondong-bondong datang ke Banjarmasin termasuk untuk mencari pekerjaan.
Secara empiris, adanya pusat kegiatan ekonomi di kota akan menciptakan pekerjaan yang lebih banyak di bandingkan desa, sehingga akan mendorong terjadinya migrasi desa ke kota melebihi jumlah lapangan kerja baru yang tersedia.Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan untuk kasus di Indonesia, menemukan bahwa TPT di perkotaan lebih besar tiga kali lipat dibandingkan perdesaan. Sedangkan di Kalsel, dari data BPSselama 6 tahun terakhir, periode 2017-2022, menunjukkan untuk perkotaan besarnya hanya dua kali lipat dari perdesaan, yaitu rata-rata 6,46 persen di perkotaan dan 3,16 di perdesaan.
Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mengurangi angka pengangguran khususnya di perkotaan. Sektor jasa yang merupakan sektor dominan di perkotaan agar didorong lebih maju lagi. Berbagai hasil kajian menunjukkan, sektor jasa memiliki tingkat elastisitas paling tinggi dalam penyediaan lapangan kerja. Beragam usaha baik formal maupuninformal melaluikelompok UMKM yang bergerak disektor jasa lebih dipacu lagi untuk peningkatan dan perluasan usahanya. Di sisi lain, adanya fenomena peningkatan pengangguran yang dipengaruhi oleh migrasi desa ke kota, maka kebijakan terkait peningkatan produktivitas sektor pertanian dan pendapatan penduduk desa pada wilayah kabupaten terdekat juga harus dilakukan.
Oleh karenanya, kebijakan untuk menurunkan pengangguran khususnya di perkotaan tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah kota tersebut. Tetapi juga harus diikuti oleh pemerintah daerah lainnya dengan memajukan sektor pertanian di daerah tersebut. Untuk itu peran pemerintah provensi sangat diperlukan dalam penyelarasanberbagai program peningkatan produktifitas usaha pertanian dan peningkatan pendapatan masyarakat sesuai karakteristik dan keunggulan potensi daerahnya.
Selain itu, program unggulan pemerintah dalam percepatan pemulihan ekonomi berupa program prakerja yang saat ini berjalan dan akan berlanjut di 2023 hendaknya lebih dioptimalkan lagi. Program yang bersifat bantuan peningkatan skill dan produktivitas angkatan kerja dalam bentuk biaya pelatihan dan insentif pasca pelatihan yang diberikan langsung kepada peserta dapat diperluas cakupan serta lebih dipertajam untuk penerima manfaat agar lebih tepat sasaran.
Karena besarnya penggangguran di Banua pada kelompok muda lulusan SMA sederajat yaitu sebesar 7,09 persen, maka materi pelatihan yang diberikan harus bersesuaian dan mendukung keterampilan yang dibutuhkan, seperti keuangan, kewirausahaan, dan literasi serta pemanfaatan teknologi digital untuk mendukung promosi usaha serta memfasilitasi akses ke pasar dan dukungan keuangannya. Dengan demikian adanya penggangguran yang berlebih pada angkatan kerja muda tidak hanya menunggu tersedianya lapangan kerja tetapi mampu menciptakan lapangan kerja melalui wirausaha.
Semoga dengan adanya perhatian, dukungan dan upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait, jumlah pengangguran dari waktu ke waktu semakin berkurang sehinggatingkat kesejahteraan masyarakat Banua semakin meningkat ditengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil.