
Saat ini sejumlah pengelola panti asuhan atau Lembaga kesejahteraan social anak atau LKSA berjuang keras untuk bertahan dalam situasi keuangan yang terbatas menyusul penurunan jumlah bantuan masyarakat dan para donator dampak dari pandemic Covid-19 lalu. Di sisi lain, panti asuhan dituntut pemerintah untuk meningkatkan mutu dan standar nasional pengasuhan anak. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah panti asuhan mulai menjalankan unit usaha guna mencukupi kebutuhan operasionalnya setiap bulan. Ada yang membuka usaha berjualan makanan dan minuman, termasuk kebutuhan pokok. Beberapa panti asuhan memacu anak-anak asuhnya untuk maju dan berprestasi di sekolah dan mengembangkan kemampuan olahraga dan lainnya yang memberi dampak positif terhadap anak dan panti asuhan tempat mereka tinggal.
Secara umum, khususnya di Kota Padang, pengelola panti asuhan pernah curhat bahwa mereka terkadang terpaksa mengumpulkan sumbangan ke jalan untuk mencukupi kebutuhan anak-anak panti asuhan. Mereka harus mencari cara agar kebutuhan operasional panti terpenuhi menyusul sumbangan donator yang turun sampai 70 persen. Selain mengandalkan donator sebagai pemasukan, mereka juga mengandalkan usaha penjualan air minum isi ulang yang peralatannya diberi donator. Sementara panti asuhan lainnya yang masih di kota Padang yang memiliki 50 anak, selama masa pandemic Covid-19 membuka usaha penjualan kebutuhan pokok. Laba dari usaha kebutuhan pokok itu digunakan untuk membiayai Pendidikan sebesar Rp 10 juta per bulan, juga untuk makan dan listrik, termasuk uang saku anak-anak asuh.
Mengantisipasi keuangan panti asuhan yang sedang menipis, pengelola panti asuhan juga mengatur uang saku anak-anak. Jika lokasi mereka dekat dari panti, mereka mendapat Rp. 5.000 per hari. Sementara jika jauh akan mendapat Rp. 20.000-Rp 25.000 per hari. Adapun pengelola panti asuhan lainnya di Kota Padang Pak Tomy Warman menceritakan disaat donasi menurun, pengelola dan anak-anak panti asuhan membuat makanan kecil, lantas dijual kepada tetangga dan komunitas sekitar yang hasilnya untuk menambah belanja sehari-hari panti asuhan.
Belajar Berwirausaha
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah panti asuhan mulai menjalankan unit usaha demi mencukupi kebutuhan operasionalnya. Sah-sah saja melakukan kegiatan wirausaha sebagai bentuk pertahanan diri dari kondisi ekonomi yang menurun dari bantuan donator. Akan tetapi, hasil yang diperoleh harus dimanfaatkan Kembali untuk panti asuhan guna memenuhi kebutuhan yang sebelumnya belum terpenuhi.Misalnya, panti asuhan mencoba menjalankan jenis usaha berikut, yakni jasa penyewaan papan bunga, penjualan gas elpiji, dan minuman isi ulang. Langkah tersebut dapat dimanfaatkan juga dalam memanfaatkan lahan panti asuhan yang terkadang masih bisa di optimalka. Selain itu, juga bisa usaha pembuatan roti, membuka warung untuk memenuhi kebutuhan pokok dan sebagainya.
Sebelumnya, ada satu panti asuhan yang merawat sekitar 30 anak asuh untuk mempunyai usaha tambak udang. Hasil usaha tambak udang tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan panti asuhan. Pada masa pandemic Covid-19 khususnya, panti asuhan juga merasakan berkurangnya donasi yang masuk. Menghadapi kondisi itu, mereka kemudian membuka usaha penjualan kue yang dibuat oleh anak-anak panti asuhan. Penjualan kue yang dipromosikan melalui media social. Tentu dari hal tersebut mendapat perhatian yang baik, terutama dari warga di kawasan sekitar.
Dalam setahun terakhir mereka juga menjual kue di kantin sekolah, yang juga satu kompleks dengan panti asuhan tersebut. Meskipun pendapatan dari berjalan kue tidak terlalu besar, usaha itu dapat mendukung keuangan panti asuhan selama pandemi. Beberapa dari program tersebut berhasil meningkatkan kemampuan anak-anak asuh secara akademik dan mental.
Tangan Hangat Pemerintah
Direktur rehabilitas social anak kementerian social berpandangan bahwa bantuan pemerintah telah diberikan melalui berbagai program seperti program keluarga harapan dan asisten rehabilitas social (atensi).
Pemerintah juga melakukan pemberdayaan social, pembekalan keterampilan, hingga bantuan usaha kepada keluarga anak. Dengan demikian, anak tidak perlu diserahkan ke panti asuhan bagi yang mampu dan telah baligh secara mandiri dapat menghasilkan. Tantangan lainnya adalah jumlah sumber daya pelaksana, sarana prasarana pendukung, termasuk pemenuhan hak lainnya, seperti pemenuhan hak sipil anak dan informasi, termasuk pemenuhan hak anak atas kesehatan, seperti menu makanan dan gizi anak dan sebagainya. Termasuk bantuan yang telah disalurkan melalui pihak ketiga harus di perhatikan lagi apakah yang mendapatkan bantuan tersebut sudah sesuai prosedur dan tepat sasaran.
Khususnya dinas social bisa menanggapi hal ini karena Sebagian besar tupoksi dalam urusan bantuan social dan sebagainya telah diserahkan kepada dinas social sebagai Lembaga pemerintah yang memiliki konsentrasi dalam masalah ini. Oleh karenanya, penulis berasumsi bahwa sebaiknya tangan hangat pemerintah khususnya dinas social meneruskan niat baik ini agar anak-anak yatim dan piatu dapat dijaga keberlangsungan hidupnya lebih layak dan diperlakukan sama dengan anak-anak keumuman lainnya. Allahu A‘lam.