
JAKARTA – Buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggelar aksi besar-besaran di kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada Jumat, 4 November 2022.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan aksi akan dihadiri oleh puluhan ribu buruh yang berasal dari Jabodetabek.
Adapun tuntutan dari aksi tersebut adalah menaikkan upah minimum 2023 sebesar 13 persen, tolak PHK dengan alasan resesi, dan tolak Omnibus Law.
“Tanggal 4 November puluhan ribu buruh akan aksi di Kemnaker, dari Jabodetabek ke Kemnaker,” ungkap Said dalam konferensi pers virtual, Rabu (2/11).
Ia menambahkan pada tanggal tersebut, aksi juga kan dilakukan serentak di beberapa kota Industri seperti Bandung, Banten, Surabaya dan kota-kota lainnya.
Said ingin agar pemerintah menetapkan kenaikan upah berdasarkan tingkat inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, alih-alih menggunakan PP 36/2021 tentang Pengupahan.
Soalnya, dalam PP, kenaikan UMP dilakukan dengan rumus bata atas dan bawah upah minimum wilayah bersangkutan.
Ia menjelaskan bahwa kenaikan upah 13 persen itu mengacu pada estimasi inflasi tahun depan sebesar 7-8 persen, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 4,8 persen.
Apabila kedua angka tersebut dijumlahkan, maka totalnya menjadi 11,8 persen. Kemudian, ditambah dengan angka produktivitas dan pembulatan menjadi 13 persen.
Menurut Said, kenaikan harga BBM tersebut menurunkan daya beli yang saat ini sudah merosot sebesar 30 persen. Dengan BBM naik, maka daya beli akan turun lagi menjadi 50 persen.
“Dampak kenaikan harga BBM itu mengakibatkan inflasi melambung, harga-harga barang naik, ini menyulitkan kehidupan buruh dan masyarakat kecil,” kata Said.
Sementara itu, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta para pengusaha tidak memanfaatkan isu resesi global untuk kemudian melakukan tindakan-tindakan yang dapat memiskinkan buruh di Indonesia.
Upaya itu diantaranya seperti melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak dan tidak membayar hak-hak pekerja sebagaimana mestinya.
Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat, menduga, isu resesi ekonomi dunia akan dijadikan modus oleh Pemerintah dan pengusaha untuk memudahkan terjadinya PHK sepihak dengan menggunakan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, dengan alasan menghindari terjadinya kerugian dan tidak membayarkan pesangon.
“Modus lanjutannya adalah setelah melakukan PHK massal dan sepihak, pengusaha kemudian merekrut pekerja baru atau mempekerjakan kembali pekerja yang telah di-PHK, namun dengan status kontrak bulanan ataupun outsourcing,” kata Mirah dalam keterangannya, Rabu.
Mirah Sumirat mengingatkan kepada masyarakat khususnya kaum buruh, untuk mewaspadai opini yang saat ini sedang dibangun oleh kelompok pengusaha dan Pemerintah, yang mengatakan adanya ancaman terjadinya PHK massal akibat resesi ekonomi dunia.
“Itu hanya opini yang dibangun untuk menakut-nakuti masyarakat agar buruh “nrimo” ketika di-PHK sepihak, ketika dirumahkan tanpa upah, ketika hak pesangonnya tidak dibayar, ketika dieksploitasi sebagai pekerja kontrak dan outsourcing,” ujarnya. cnn/mb06