
BANJARMASIN – Kota Banjarmasin masih memiliki persoalan yang saat ini belum dapat diatasi dengan baik, yakni persoalan gelandangan dan pengemis (gepeng) dan anak jalanan (anjal).
Dapat dilihat di kawasan Kota Banjarmasin terutama di perempatan jalan, tempat-tempat objek wisata, masih banyak gepeng dan anjal yang berkeliaran.
Kepala Dinas Sosial (Dinso) Banjarmasin, Dolly Syahbana mengaku sudah memikirkan solusinya. Yakni dengan membuat shelter penampungan.
Lokasinya, ada di kawasan Jalan Lingkar Selatan, atau masih satu kompleks dengan lokasi gedung Rumah Singgah Baiman.
“Di situ, lahan dinsos masih luas. Tahun depan, selter penampungan itu kami bangun,” ujarnya.
Ia menjelaskan, di lokasi itu nantinya ada tiga shelter yang dibangun. Pendanaannya berasal dari APBD Kota Banjarmasin, sekitar Rp 3,3 miliar.
Adapun peruntukannya bagi gepeng, anjal, lansia terlantar, dan disabilitas terlantar. “Memang belum dianggarkan. Tapi sudah kami masukkan dalam usulan,” tekannya
Ia menambahkan, selain ditampung di shelter, gepeng maupun anjal nantinya juga akan diberikan pelatihan. Sehingga yang tidak produktif, diupayakan untuk menjadi produktif, termasuk lansia.
“Kami juga bekerja sama dengan dinas terkait. Seperti Dinas Kebudayaan Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Banjarmasin, dan lainnya,” ungkapnya.
Seperti, memberikan pelatihan kepada pengamen, hingga menentukan koordinatornya.
“Mereka diperbolehkan mengeman, tapi di tempat-tempat tertentu. Tapi tentu tak boleh mengganggu pengguna jalan. Lalu, misalnya mengamen di rumah makan, jangan mengganggu pengunjung,” pesannya.
Untuk data sementara, lansia terlantar yang terdata ada sekitar 2.000-an. Itu belum termasuk jumlah gepeng.
Kendati demikian, Dolly menekankan bahwa sebenarnya gepeng yang ada di jalanan Kota Banjarmasin, sudah termasuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Namun karena dipicu faktor ekonomi, mereka masih menjadi pengemis di jalanan.
“Nanti akan kami rembukkan kembali bersama instansi terkait bagaimana penanganannya,” janjinya.
Selain itu, sejak awal tahun 2022, setidaknya sudah ada 14 warga terlantar yang dipulangkan dinsos ke daerah asal.
Maksud terlantar yakni hidup mereka terluntang-lantung, tanpa ada keluarga dan pekerjaan selama berada di kota berjuluk Seribu Sungai.
“Paling banyak ke Nusa Tenggara Barat (NTB). Ada empat orang yang kita pulangkan,” ujar Amrullah, Kabid Jaminan Sosial dan Penanganan Kemiskinan Dinsos Banjarmasin.
Selain NTB, pemulangan warga terlantar juga dilakukan ke beberapa daerah lainnya. Seperti Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Surabaya.
“Kalau anggarannya tidak tercover, kami minta bantuan ke Dinsos Provinsi Kalsel untuk pemulangannya. Biasanya kalau beda pulau, pemulangannya menggunakan kapal laut,” jelasnya. dwi