oleh : Nailah, ST (Pemerhati Sosial dan Politik)
Pemerintah begitu getol melakukan promosi proyek Ibu Kota Negara (IKN) pada investor. Bentuk keseriusan pemerintah menggaet para investor ialah dengan segera merampungkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengatur insentif bagi investor potensial.
PP tersebut akan dirancang bersama dengan sejumlah kementerian seperti, Kementerian Investasi/BKPM, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, dan kementerian terkait lainnya. (Bisnis, 04/10/2022).
Sebelumnya, Deputi Bidang Pengembangan Iklim dan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot menyampaikan untuk menjadikan IKN sebagai pertumbuhan ekonomi dan lokasi investasi terbaik. Dengan demikian, butuh banyak kemudahan dan fasilitas untuk investor dibandingkan dengan kawasan lain. Misal, fasilitas tax holiday, super tax deduction, pembebasan bea masuk, dan PPN impor. Selain itu, untuk penyediaan infrastruktur, pemerintah menyiapkan lahan untuk keperluan investasinya. (Bisnis, 19/09/2022).
Dalam rapat kabinet, ada tiga kebijakan yang akan ditempuh pemerintah terkait IKN. Pertama, menyelesaikan rancangan PP insentif untuk pelaku usaha/investor di IKN. Kedua, pembentukan Badan Usaha Otorita IKN. Ketiga, sosialisasi maupun market sounding kepada calon investor di IKN Nusantara.
IKN tak terbendung
Presiden Jokowi mengajak para pengusaha untuk berinvestasi di Ibu Kota Nusantara (IKN). Jokowi menuturkan, pemindahan ibu kota ke IKN telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Untuk itu, Presiden meminta para investor untuk tidak ragu menanamkan modalnya di IKN.
“Payung hukumnya sudah jelas, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022. Itu sudah disetujui 93 persen dari fraksi-fraksi yang ada di DPR. Lah kurang apa lagi? Kalau ada yang masih kurang yakin, nanti sampaikan. Jadi sekali lagi, sudah tidak perlu lagi untuk dipertanyakan,” ujarnya.
Jokowi menyebut, Nusantara adalah masa depan Indonesia yang mampu terwujud dengan adanya upaya bersama dari seluruh pihak, termasuk para investor. Untuk itu, pemerintah membuka peluang bagi para investor turut serta mewujudkan transformasi peradaban Indonesia.
Proyek IKN makin tak terbendung dengan berbagai fasilitas yang disiapkan pemerintah untuk para investor walaupun banyak kritik dari rakyat, karena sebenarnya berbagai hal penting dari urusan rakyat tidak terselesaikan, sehingga terlihat keadaan masyarakat semakin buntung.
Proyek Berbahaya
Pemerintah boleh saja optimis bahwa masuknya para investor akan turut serta mewujudkan transformasi peradaban Indonesia. Namun, tentu juga patut waspada. Pasalnya, selain menambah berat beban utang, negara pun kian jatuh ke dalam cengkeraman swasta.
Konferensi pers Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Manoarfa tahun lalu yang menyebutkan, pembangunan IKN ini memang akan dilakukan dengan proses build-lease-transfer.
Artinya, swasta diberi kesempatan berinvestasi, misal dalam pembangunan sarana perumahan dan perkantoran di IKN. Lalu pihak pemerintah bisa menyewanya dengan cara alokasi cicil tahunan.
Bisa dibayangkan, berapa banyak keuntungan yang diraup swasta. Selain dari sewa pusat pemerintahan, akan muncul permintaan baru pada sektor hunian dan fasilitas komersial penunjang lainnya. Ini semua tentu menjadi daya tarik kuat bagi para pemodal.
Apalagi, jumlah total populasi masyarakat yang akan tinggal di KIPP IKN itu sekitar 320 ribu orang. Sehingga untuk rumah saja, dibutuhkan ratusan ribu unit rumah yang menjadi peluang bisnis tambahan. Belum lagi penyediaan fasilitas penunjang lainnya.
Alhasil, proyek pemindahan IKN menjadi surga baru bagi para pengusaha. Sekaligus menjadi celah proyek basah baru bagi para pejabat yang biasa berkolaborasi dengan mereka.
Maklum, pola kekuasaan oligarki sudah begitu lekat dalam sistem pemerintahan kita. Sehingga kebijakan apa pun menyangkut rakyat seakan tak bisa lepas dari kepentingan para pemilik modal.
Hal ini memang menjadi konsekuensi hidup dalam sistem sekuler kapitalisme neoliberal. Penguasa atau negara dalam sistem ini tak berfungsi sebagai pengurus dan penjaga umat.
Negara hadir justru sebagai perpanjangan tangan kepentingan pemilik uang. Mengingat mekanisme pemilihan pemimpin ala demokrasi telah menempatkan mereka sebagai pemilik sejati kekuasaan.
Kedaulatan Negeri Dipertaruhkan
Meneruskan proyek IKN bukan hanya tidak berempati dengan kondisi kesulitan rakyat, melainkan juga mempertaruhkan eksistensi kedaulatan negara. Publik harus menyadari bahwa swasta diberi keleluasaan sebesar 26% dalam proyek IKN.
Hal ini semestinya harus diwaspadai karena peran swasta sarat kepentingan yang bisa memengaruhi pertahanan dan keamanan jangka panjang, termasuk terhadap eksistensi negara. Pasalnya, IKN bukan sekadar tata kota dan pelayanan negara yang baik, melainkan merupakan simbol dari kekuatan negara.
Jika pihak swasta (investor) ikut membangun berbagai sektor strategis, apalagi terkait pertahanan keamanan negara, hal ini justru berbahaya. Bukan hanya terhadap kepentingan bisnis, eksistensi kedaulatan negara juga ikut terancam.
Pelibatan pihak swasta juga tidak boleh dianggap tidak bermasalah. Selain ada risiko fiskal, juga ada risiko pembiayaan dan pertahanan keamanan. Artinya, pemerintah membutuhkan investor, tetapi dengan mempertaruhkan keamanan serta eksistensi kedaulatan negeri. Lantas, bagaimana Islam menyikapi investasi, terutama yang menyangkut hajat publik?
Investasi dalam Islam
Bolehkah menggenjot investasi dalam membiayai kebutuhan rakyat dan negara? Harus dipahami, setiap keputusan politik yang melibatkan kepentingan rakyat haruslah terikat dengan hukum Islam dan kehendak Allah Taala. Islam tidak melarang investasi dengan syarat tidak menjadi alat penjajahan dan penguasaan nonmuslim terhadap kaum muslim.
Firman Allah Taala, “Sekali-kali Allah tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum mukmin.” (QS An-Nisa: 141)
Investasi yang bertujuan untuk menguasai kaum muslim dan menjajah negeri kaum muslim, hukumnya haram sebagaimana dinyatakan ayat di atas.
Oleh karenanya, mengundang para investor bukan untuk kepentingan rakyat, apalagi bisa mengancam eksistensi kedaulatan negara, jelas dilarang dalam Islam. Proyek IKN hanya “bancakan” para investor dan penguasa semata. Lalu, untuk apa proyek ini terus dijalankan?
Umat sudah lelah menyaksikan “mesranya” penguasa dengan para kapitalis, memuluskan berbagai proyek yang menguntungkan mereka. Rakyat selalu jadi penonton dari berbagai kepentingan mereka lewat berbagai kebijakan perundang-undangan. Umat membutuhkan penguasa yang mampu menjadi perisai melindungi mereka dari ancaman krisis ekonomi.
Hendak ke mana lagi mencari penguasa seperti itu selain dari sistem Islam? Mengharapkan sistem demokrasi melahirkan penguasa yang benar-benar melindungi, hanya angan-angan kosong. Mereka justru selalu mengecewakan dan mengkhianati kepercayaan rakyat.