Rabu, Juli 2, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Mengenerate Pribadi Emas Masa Depan Melalui Mata Psikoanalisis Klasik

by matabanua
20 Oktober 2022
in Opini
0

oleh : Penadi Kurniawan (Mahasiswa Sejarah Kader Himpunan Mahasiswa Islam ilmu Sosial Universitas Negeri Padang dan Member JCI (Junior Chamber International) West Sumatera)

Mari berkenalan dengan “Psikologi” dia merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami manusia seutuhnya dan cara memahami itu hanya dapat dilakukan melalui pemahaman tentang kepribadian. Meski terlahir belum lama disbanding ilmu sains alam dan sains sosial lainnya tepatnya pada abad ke 18, ilmu ini sudah menjadi bagian penting bagi manusia modern untuk memahami diri sendiri secara menyeluruh sehingga dapat mengambil sikap yang lebih bijaksana. Kata kunci dalam bahasan ini adalah “keperibadian” sebagai bagian paling menarik dan penting dari manusia seluruhnya, terlepas dari zaman dan kondisi apapun manusia itu hidup.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\2 Juli 2025\8\8\master opini.jpg

Transformasi Polri dan Filosofi Kaizen

1 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Polri dan Nilai Ekonomi Keamanan

1 Juli 2025
Load More

Kata kakek Einstein, Pertanyaan itu lebih penting dari Jawaban.

Apa yang penting dan vital dari perkembangan kepribadian yang demikian dan apa hubungannya dengan generasi Emas 2045?. Secara garis besar saya berani bertaruh anda sedikit banyak mengetahui perkembangan apapun itu akan membawa dampak bagi kondisi sosial masyarakat. Kecenderungan manusia akan lebih berfokus untuk mengentaskan permasalahan sosial dengan tindakan tegas secara sosial maupun jalur hukum, namun sedikit sekali yang mengambil pandangan untuk mendeskripsikan dengan melihat akar masalahnya berupa pembentuk dari kepribadian, bagaimana mengenerate (menghasilkan) kepribadian itu dan melakukan fungsi prediktif, sesederhana menanyakan apa yang akan terjadi sepuluh tahun kedepan dengan perkembangan kepribadian individu Indonesia yang demikian?.

Pribadi yang bermasalah akan memberikan “efek domino” terhadap pribadi disekitarnya, mengapa demikian? Karena manusia sejatinya adalah mahluk yang “peniru”, pribadi anak akan dibentuk dari peniruan terhadap orang tua, orang tua juga demikian meniru manusia yang berada dalam lingkaran pergaulannya (bahasa gaulnya “circle”), itulah kenapa kita sangat memahami candaan teman sejawat, meskipun bagi orang lain di luar pertemanan itu candaan tersebut dianggap cringe, tidak sopan dan tidak lucu. bahkan lebih jauh lagi Allan dan Barbara Pease dalam buku kitab bahasa tubuh menyebutkan hewan peliharaan pun akan meniru sifat dan raut wajah majikannya. Hal tersebut terjadi diluar kesadaran kita.

Kemudian dalam hal pembentukan peradaban 2045. Menurut seorang Antropolog berkebangsaan Amerika Serikat Clyde Kluckhohn dalam pembentukan budaya terdapat tujuh unsur yang besar pengaruhnya terhadap budaya (budaya pula bagian dari pembentuk peradaban manusia) yaitu Sistem bahasa, Sistem pengetahuan, Sistem organisasi sosial, Sistem peralatan hidup dan teknologi, Sistem mata pencarian, Sistem religi, dan Kesenian. Kesemua unsur tersebut saling memperngaruhi dan tidak dapat dipisahkan. Seperti bahasa akan selalu terpakai dalam kehidupan sosial, ia mempengaruhi sistem organisasi sosial, jenis interaksi dan organisasi sosial dibentuk oleh bahasa tersebut, jika baik bahasa itu baik pula sistem organisasi sosial tersebut dan sebaliknnya. Satu kata kunci pada kalimat ini bahwa bahasa dibentuk oleh pribadi manusia yang saling sepakat akan makna yang terkandung di dalamnya.

Selanjutnya kita melangkah kebelakang menapak tilas selama dua dekade ini, terluput dari bangsa Indonesia bahwa Kepribadian sebagai faktor yang begitu vital dalam pembangunan sumber daya manusia dan cita-cita peradabannya, argumen tersebut ditunjukkan oleh kenyataan yang dapat anda jumpai sendiri dalam keseharian. Betapa miris pembiaran sifat buruk individu di Indonesia. Ketika membuka berita di televisi hampir setiap hari jenis berita yang muncul berupa kriminalitas individu maupun kelompok, seperti mencuri dalam skala kecil maupun skala borongan, pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, penipuan bahkan kita cendrung diajari bagaimana melakukan dan langkah-langkah mencapainya oleh media. Tidak sebatas itu saja, begitu gandrung kata-kata kotor dilontarkan dengan dalih sebagai lambang keakraban “kalau masih sopan sama teman, artinya lo belum akrab”.

Lalu bagaimana kabar manusia Indonesia di dalam dunia maya atau media sosial itu?. Dalam laporan penelitian Digital Civility Index (DCI) tahun 2020 tentang interaksi online dan menghadapi risikonya, netizen Indonesia mendapat gelar “paling tidak sopan se-Asia Tenggara” banyak dari kita melakukan penyebaran Hoax, penipuan, ujaran kebencian dan peraktik diskriminasi virtual. begitu jelas perkembangan pribadi macam apa yang telah terbentuk dalam tubuh bangsa Indonesia secara umum selama dua dekade ini.

Kemudian dengan penjelasan diatas sekurang-kurangnya anda dapat melihat kaitan antara kepribadian dan pembentukan kebudayaan manusia yang tentunya akan sangat berpengaruh terhadap jenis peradaban macam apa yang akan muncul nantinya di tahun 2045 itu.

Beranjak dari dunia ideal (mimpi generasi emas) dan kembali kepada dunia nyata. Terdapat sebuah realita dalam pandangan Sigmund Freud (seorang bapak Psikologi) dengan psikoanalisis klasiknya bahwa untuk meningkatkan persepsi, ingatan, dan berfikir manusia dipaksa memuaskan tuntutan insting (kebutuhan dasar manusia) terlebih dahulu. Kemudian disambung oleh pribahasa lama tidak ada moral bagi perut yang lapar. keteraturan akan mewujudkan diri saat manusia beranjak sadar dari mabuk rasa lapar. Bahwa pribadi yang baik itu tidak mucul dari kondisi yang sedang kacau, hanya segelintir kepribadian orang yang akan selamat dalam nilai kebaikan ketika kondisi kacau dan kelaparan, hal tersebut mengisyaratkan bahwa kompleksitas kepribadian buruk itu merupakan bagian dari siklus pemikiran manusia yang buruk dan kondisi fisik yang buruk (ekonomi, kesehatan, lingkungan). Maka meski realitas siklus yang demikian mencekik, siklus tersebut bagitu vital dan harus diputus. Harapan kita adalah penulis dan pembaca pada khususnya, bergerak hati nurani saudara/saudari ini untuk menjadi manusia Indonesia yang memberi contoh sebagai manusia dengan kepribadian baik di lingkungan terdekatnya, agar faktor “peniruan manusia” dapat berjalan pada jalur yang merangkai cita-cita mulia generasi emas 2045 di tengah era disonansi kognitif (kondisi ketika kebenaran yang dipercaya bertentangan dengan apa yang ditemukan atau yang disajikan alam nyata).

Dikarenakan ada kata “karena” sebuah pilihan bisa jadi bukan berasal dari hati, kelemahan berlogika manusia telah memanipulasi pengambilan keputusan yang harusnya diambil oleh hati. Ketika hati sudah dipermainkan, saat itu pula kabur batas pemisah kebenaran dan kebatilan, keinginan dan kebutuhan, kecerdasan dan kebodohan.

 

 

Tags: Mahasiswa SejarahPenadi KurniawanPsikoanalisis Klasik
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA