Minggu, Agustus 24, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Solusi Islam Tegas dalam Memberangus Tindak Korupsi

by matabanua
11 Oktober 2022
in Opini
0

D:\2022\Oktober 2022\12 Oktober 2022\8\8\foto.jpg

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd (Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi)

Artikel Lainnya

Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Kebijakan Pemblokiran Rekening Dormant, Solusi Ambigu Salah Sasaran

21 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

PR Kita Setelah Merdeka

21 Agustus 2025
Load More

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar (bbc.com). Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan temuan adanya penyetoran uang senilai Rp 560 miliar dari Lukas Enembe untuk kasino (tribunnews.com). Menilik gaya hidupnya berdasarkan temuan PPATK hal tak mengherankan lantaran Gubernur Papua dua periode ini memiliki jumlah harta fantastis, diketahui ia memiliki sejumlah rekening dengan nominal fantastis yang totalnya mencapai Rp 71 miliar (detik.com).

Sementara Direktur Eksekutif Progressive Democracy Watch (Prodewa) Wilayah Papua mendesak pemerintah memberantas kasus korupsi yang ada di bumi Cendrawasih. Leonardus menyebut kasus dugaan korupsi Gubernur Papua, Lukas Enembe hanya satu dari sekian banyak kasus korupsi yang sudah terjadi di Papua. Ia optimis diperlukan peran negara untuk membuktikan Lukas Enembe telah melakukan tindak korupsi. Sebab, menurutnya kasus korupsi Enembe juga melibatkan sejumlah pejabat elit di Papua (idntimes.com).

Peristiwa ini menjadi indikasi makin kuatnya kapitalisme sekularisme mencengkeram sendi kehidupan Muslim. Dan hal ini hanya merupakan fenomena gunung es, hanya bagian kecil saja yang muncul dari kasus-kasus korupsi yang sebetulnya jauh lebih besar. Para koruptor tidak pernah jera.

Suburnya tindak korupsi di suatu negeri tidak bisa dilepaskan dari sistem politik yang digunakan. Negara yang menerapkan sistem politik demokrasi dipastikan menjadi lahan subur tumbuhnya korupsi. Sebagaimana diketahui dalam sistem politik demokrasi, rakyat diberikan kedaulatan penuh untuk membuat undang-undang. Kala manusia diberikan hak untuk membuat sebuah peraturan produk hukum yang dihasilkan berpeluang memiliki kecenderungan kepentingan.

Walhasil, politik yang dilakukan bukan lagi politik pelayanan kepada masyarakat, namun lebih pada tendensi kepentingan individu dan kelompok. Tak hanya itu, mahalnya biaya politik demokrasi semakin mengukuhkan perilaku korupsi. Pemilu yang memakan dana miliaran bahkan ada yang sampai triliunan meniscayakan adanya praktik jual beli suara dan dan juga pendanaan dari para kapitalis atau pemilik modal.

Tentu bukan tanpa kepentingan bagi para pemilik modal no free lunch, tidak ada makan siang gratis. Mereka lah yang mengontrol para politisi bukan hanya menjadi mitra dalam berbagai proyek, termasuk dalam membuat rancangan UU yang menguntungkan pemilik modal. Oleh karenanya, tidak ada jalan lain untuk memutus kejahatan ini kecuali dengan meninggalkan sistem politik demokrasi dan beralih ke sistem politik Islam yang memangkas berbagai keburukan dan kejahatan dalam sistem demokrasi.

Adanya sejumlah kewajiban yang harus ditunaikan penguasa menunjukkan, kekuasaan adalah amanah. Di antara kewajiban yang dibebankan syara’ kepada penguasa adalah melakukan ri’ayah (pengaturan dan pelayanan) terhadap rakyat yang dipimpinnya. Rasulullah Saw bersabda: “Dan imam atau pemimpin adalah ra’in, dan ia dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya itu.” (HR. Muslim).

Khilafah adalah satu satunya sistem pemerintahan dalam Islam yang terbukti nyata melahirkan keadilan, tidak hanya bagi Muslim namun juga non Muslim. Kita bisa menengok teladan para Khalifah kala menjadi pemimpin negara. Khalifah Abu Bakar misalnya, ketika beliau diberikan santunan dari Baitulmal dana tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dengan cara sangat sederhana layaknya orang biasa. Bahkan sebelum Abu Bakar meninggal dunia beliau justru berpesan kepada keluarganya untuk mengembalikan uang kepada negara sebesar 6.000 dirham, semata-mata disebabkan kehati-hatian agar tidak memakan harta rakyat. Padahal harta dari Baitulmal sudah menjadi haknya dan keluarganya.

Ketika Umat menjabat sebagai Khalifah, kekayaan negara di Baitulmal meningkat tajam. Ia berhasil menaklukkan Kisra (Persia) dan Qaishar (Romawi). Umar sangat hati-hati dalam mengelola uang negara ini. Ibnu Katsir dalam buku al-Bidayah wa an-Nihayah menukil pidato Umar, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini selain dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin, serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang Quraisy biasa. Dan aku adalah orang biasa seperti kebanyakan kaum Muslimin.”

Dalam Khilafah Islam berkaitan dengan harta, calon pejabat atau pegawai negara akan dihitung harta kekayaannya sebelum menjabat. Selanjutnya saat menjabat pun selalu dihitung dan dicatat harta kekayaan dan penambahannya. Jika ada penambahan yang meragukan maka diversifikasi, apakah ada penambahan hartanya itu secara syar’i atau tidak. Jika terbukti dia melakukan kecurangan atau korupsi maka harta akan disita dan dimasukkan ke kas negara dan pejabat atau pegawai tersebut akan diproses hukum.

Khalifah Umar bin Khaththab pernah membuat kebijakan agar kekayaan para pejabatnya dihitung, sebelum dan setelah menjabat. Jika bertambah sangat banyak, tidak sesuai dengan gaji selama masa jabatannya maka beliau tidak segan-segan untuk menyitanya. Khilafah Islam sangat tegas dalam memberangus tindak korupsi. Dalam Islam tindakan gratifikasi dan suap-menyuap diharamkan. Bahkan pihak yang terlibat mendapatkan laknat Allah SWT. Rasulullah Saw bersabda: “Allah melaknat penyuap dan yang disuap dalam urusan hukum.” (HR. Tirmidzi).

Ketika diancam laknat Allah, berarti hidup seseorang akan jauh dari rahmat dan berkah-Nya. Di akhirat kelak, nasibnya pun akan merugi. Ingatlah sabda Nabi Saw, “Yang menyuap dan yang disuap masuk neraka.” (HR. Ath-Thabrani).

Suap merupakan penyakit berbahaya sebab ia merusak akhlak individu dan sosial, serta menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu jelas tegaknya Khilafah Islam akan menghasilkan sebuah peradaban yang berkeadilan dan menyejahterakan untuk seluruh alam.

Negara memiliki peran penting dalam menegakkan aturan-aturan ekonomi Islam, agar ditaati dan diikuti oleh seluruh lapisan rakyatnya. Rakyat dengan penuh kesadaran keimanannya akan menjalankan aktivitas ekonomi sesuai aturan syariah yang telah diterapkan negara. Negara dan rakyat saling membantu, menjaga, mengontrol, mendukung, mengoreksi bagi terlaksananya aturan ekonomi dan pemerintahan agar dapat terus berjalan sesuai koridor syariah Islam.[]

 

 

Tags: KorupsiKPKNor AniyahPemerhati Masalah Sosial dan GenerasiPPATK
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA