
Gagasan Formula Gustav Radbruch
Gustav Radbruch adalah seorang filsuf dari Jerman yang merupakan seorang Menteri Kehakiman Jerman. Gagasan tersebut dikemukakan oleh Gustav Radbruch dalam bukunya “einführung in die rechtswissenschaften”. Radbruch menulis bahwa ada tiga nilai fundamental dalam hukum, yaitu: keadilan (Gerechtigkeit); kemanfaatan (Zweckmassigkeit); dan kepastian hukum (Rechtssicherheit). Ketiga nilai dasar itu menurut Gustav Radbruch harus dijadikan unsur pokok dalam pendekatan hukum agar terciptanya ketertiban di masyarakat. Sehingga dalam proses agar terwujudnya ketiga nilai ini yang mempunyai tujuan agar terciptanya masyarakat yang tertib harus ditentukan mana yang diutamakan dari ketiga nilai tersebut.
Dilema Nilai Hukum Indonesia
Masuknya pemikiran hukum yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch yang ingin memadukan ketiga nilai dasar hukum di Indonesia pada mulanya berasal dari hasil terjemahan Arief Sidharta. Pemahaman umum dari pustaka yang ada di Indonesia terhadap pemikiran Radbruch ialah saling berbenturannya ketiga nilai dasar hukum tersebut.
Dalam penggambaran tersebut, menukil pandangan Mirza Satria Buana yang merupakan seorang Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Lambung Mangkurat dalam tesisnya mengatakan bahwa ketiga nilai tersebut dianalogikan seperti seorang “raja” yang saling bertengkar (spannungsverhaltnis) untuk dapat diterapkan dalam hukum. Ada sebuah adagium yang mengatakan summum ius, summa injura yang diartikan bahwa pembuatan aturan yang semakin rinci justru akan berujung pada ketidakadilan.
Sebaliknya, jika penekanan pada keadilan bisa mengakibatkan ketidakpastian dan digadaikannya kepentingan bersama. Kemanfaatan dari peraturan atau pemberlakuan suatu ketentuan acapkali menyingkirkan tujuan hukum menjaga kepastian hukum bahkan keadilan, hal ini dikarenakan apa yang bermanfaat itulah hukum. Lebih lanjut lagi apabila penekanan pada kepastian hukum tidak menutup kemungkinan akan menghasilkan hukum yang jelas tidak bermanfaat bagi masyarakat terkecuali teruntuk birokrasi yang membuatnya. Ketiga elemen ini memiliki satu hal yang pasti, ketiga nilai hukum tersebut senantiasa berada dalam tegangan. Kemudian pertanyaan mendasarnya ialah apa yang menjadi prioritas dari formula Radbruch tersebut dalam Hukum Indonesia, apakah keadilan, kemanfaatan atau kepastian hukum yang diutamakan?
Negara Indonesia sebagai bangsa Timur mengalami “dua macam kesialan atau kecelakaan sejarah”. Pertama, celaka atau sial pernah mengalami penjajahan dari bangsa barat selama ratusan tahun. Kedua, bangsa barat yang menjajah Indonesia, justru bangsa Belanda yang menganut sistem eropa kontinental dengan pemikiran yang kental dengan legalistik yang ditambah lagi dengan adanya pemberlakuan asas konkordansi yang menjadi politik hukum kolonial belanda kepada wilayah jajahannya.Meminjam pendapat Prof Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa catatan sejarah ini berakibat pada bangsa Indonesia yang memiliki kultur Timur menggunakan paradigma hukum dan hukum formal barat.
Sehingga apabila disandingkan dengan Pemikiran Gustav Radbruch menjadikan antinomi nilai kerap terjadi di Indonesia baik itu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Kebudayaan asli masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan yang sama dengan bangsa Timur lainnya. Mengutip Prof Achmad Ali mengatakan bahwasanya bagi masyarakat adat Indonesia, fungsi dan tujuan akan hukum itu terbatas pada pelestarian perdamaian untuk membangun suasana yang harmonis dan kedamaian di alam semesta. Hal ini ditandai dengan budaya asli Indonesia yang menganut consensus culture atau disebut dengan budaya kompromi. Sayangnya budaya ini jelas bertentangan hukum formal yang diberlakukan secara formal oleh pemerintah yang diwarnai dengan nuansa budaya hukum barat.
Seperti dalam peribahasa, nasi sudah menjadi bubur. Kecelakaan sejarah bangsa Indonesia yang harus dijalani saat ini dengan nuansa kebatinan yang dirasa bertolak belakang dengan tujuan hukum barat dengan tujuan hukum timur.
Pandangan Penulis
Menurut penulis, seperti halnya adagium summa ius, summa injura dan disandingkan dengan pemikiran Gustav Radbruch dengan formulanya serta tujuan hukum bangsa timur yang ingin mewujudkan perdamaian maka dari ketiga nilai dasar hukum, baik itu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum yang diutamakan adalah nilai kemanfaatan.
Alasan yang mendasar merujuk pada perjalanan hidupnya, Radbruch dikenal sebagai sosok filsuf yang berbasis pada aliran hukum kodrat, ia mengemukakan tentang sebuah hukum yang tidak adil, yaitu hukum yang gagal mempersembahkan kemanfaatan pada masyarakat. Bagi Radbruch, hukum positif yang berlaku saja tidak bisa secara otomatis diartikan melayani keadilan. Pada pandangan ini Satjipto Rahardjo senada dengan Radbruch pada titik pemujaan keadilan dan kemanfaatan.
Hal ini disebabkan oleh pendekatan sosiologis yang dikenakan oleh Prof Tjip lebih condong memilih kemanfaatan dibanding keadilan karena hukum yang mengalir itu, hendaknya adalah hukum yang terus menerus memberikan kemanfaatan bagi manusia. Sehingga ini sekiranya mencerminkan falsafah negara Indonesia dan masyarakat Indonesia yang pada hakikatnya ialah ingin melestarikan perdamaian dan budaya kompromi dalam problematika hukum yang terjadi.