
MALANG – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, pihaknya akan mengusut tuntas tragedi di Stasion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Hal itu sesuai dengan instruksi yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Tim akan laksanakan pengusutan terkait proses penyelenggaraan dan pengamanan sekaligus investigasi terkait peristiwa yang terjadi mengakibatkan banyaknya korban meninggal dunia,” kata Listyo di Stadion Kanjuruhan, Minggu (2/10), seperti dikutip cnnindonesia.com.
Disampaikan Listyo, tim dari Mabes Polri ini terdiri atas Bareskrim, Propam, Pusdokkes, Inafis, Puslabfor, hingga tom DVI. Tim sedang mengumpulkan seluruh bukti, terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan. Termasuk, rekaman CCTV di stadion.
“Kami akan serius dan usut tuntas, ke depan terkait proses penyelenggaraan, pengamanan akan didiskusikan menjadi acuan untuk pengamanan selanjutnya,” tuturnya.
Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, terjadi usai kekalahan 2-3 Arema FC versus Persebaya, Sabtu (1/10) malam.
Suporter Arema memasuki lapangan karena tak terima dengan hasil pertandingan yang memenangkan Persebaya. Insiden itu direspons polisi dengan menghadang dan menembakkan gas air mata.
Gas air mata itu ditembakkan tidak hanya kepada suporter yang memasuki lapangan, tetapi juga ke tribun penonton, hingga kemudian memicu kepanikan suporter.
Massa pun berdesak-desakan keluar dari stadion. Di tengah kepanikan itu ada yang mengalami sesak nafas lalu terjatuh dan terinjak-injak hingga tewas.
Jumlah korban tewas hingga saat ini masih simpang siur. Namun, kapolri mengatakan tragedi ini mengakibatkan 125 korban meninggal dunia. Data ini berdasarkan identifikasi dari tim Disaster Victim Identification (DVI) dan Dinas Kesehatan pemerintah Kabupaten dan Kota Malang.
“Konfirmasi saat ini terverifikasi meninggal dunia dari awal informasi 129 saat ini data terakhir hasil pengecekan DVI dan Dinkes jumlahnya 125 orang,” kata Listyo.
Langgar HAM
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menduga ada potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh polisi dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menyebabkan ratusan orang tewas.
Alasannya, polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa di dalam stadion.
“Kami menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan pelanggaran HAM dengan meninggalnya lebih dari 150 korban jiwa dan ratusan lainnya luka-luka,” kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangannya, Minggu (2/10).
Isnur mengatakan penggunaan gas air mata yang tidak sesuai prosedur mengakibatkan suporter di tribun berdesakan mencari pintu keluar.
Orang-orang pun mengalami sesak napas, pingsan, dan akhirnya saling bertabrakan dan terinjak-injak. Padahal penggunaan gas air mata sudah dilarang oleh FIFA.
Diketahui, berdasarkan FIFA Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.
“Menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan,” kata dia.
Isnur pun mendesak pemerintah melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini dengan membentuk tim penyelidik independen. Ia juga mendesak Kompolnas dan Komnas HAM memeriksa dugaan pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme, dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas.
“Mendesak Kapolri untuk melakukan evaluasi secara tegas atas tragedi yang terjadi yang memakan korban jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian,” kata dia.
Sementara, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Jawa Timur mengungkapkan, massa penonton pertandingan Arema FC versus Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, berlarian karena mencoba menghindari gas air mata yang ditembakkan polisi.
Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jawa Timur Budi Santosa menyebut para penonton yang berlarian itu akhirnya menyebabkan situasi kacau hingga menginjak-injak penonton lain.
“Dari tembakan gas air mata itu suporter yang mencoba menghindar harus mengorbankan penonton lain dengan menginjak-injak guna menyelamatkan diri dan banyak dari penonton yang mengalami sesak napas akibat asap gas air mata,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Minggu (2/10), seperti dikutip cnnindonesia.
Menurut Budi, polisi menembakkan gas air mata untuk meredakan kemarahan suporter dan membubarkan massa. Sebab, usai pertandingan berakhir, pendukung Arema yang kecewa masuk ke area lapangan untuk mencari pemain dan ofisial.
Petugas pengamanan lantas berupaya mencegah dan mengalihkan suporter agar tidak turun ke lapangan dan mengejar pemain. Pengalihan itu tak dapat meredam amarah suporter dan polisi menembakkan gas air mata.
“Namun, kemarahan suporter tetap tidak terkendali, justru melempar benda ke lapangan,” ucapnya. web