
BANJARMASIN – Tidak diterimanya gugatan warga Kampung Batuah soal Surat Keputusan (SK) Wali Kota Banjarmasin mengenai program revitalisasi Pasar Batuah oleh majelis hakim di PTUN Banjarmasin diklaim sudah diprediksi Pemko Banjarmasin.
Kepala Bagian (Kabag) Hukum, Setdako Banjarmasin, Jefrie Fransyah mengaku tidak diterimanya gugatan yang memperkarakan SK Wali Kota Banjarmasin Nomor 109 Tahun 2022 itu sudah diperkirakan pihaknya sejak awal.
Bukan alasan, ia menganggap bahwa yang menjadi objek gugatan warga sebagai penggugat itu adalah SK Wali Kota. “SK itu sifatnya hanya penegasan dari Peraturan Menteri, maka seharusnya itu memang bukan ranahnya PTUN Banjarmasin,” ucapnya saat ditemui awak media di ruang kerjanya, belum lama tadi.
Selain itu, Jefrie menambahkan majelis hakim PTUN Banjarmasin memiliki pandangan tersendiri dalam putusan itu yakni objek yang diperkarakan sudah mengarah keluar dari ranah PTUN yakni terkait kepemilikan lahan.
“PTUN Banjarmasin dalam putusannya menilai bahwa ini seharusnya sengketanya adalah objek tanah, maka itu harus diselesaikan di perdata dan hal itu tidak sesuai ranahnya di PTUN. Jadi memang ini arahnya ke perdata,” ungkapnya.
Alhasil, menurutnya, arah yang diperkarakan penggugat dalam persidangan yakni warga Kampung Batuah merupakan ranah di Pengadilan Negeri Banjarmasin.
Karena itu, ia menegaskan bahwa SK Wali Kota terkait Program Strategis Daerah berupa Revitalisasi Pasar Batuah tetap sah dan berlaku, namun bukan berarti Pemko pasti akan melakukan upaya pengembalian aset dalam waktu dekat ini.
“Soal langkah selanjutnya itu tergantung instansi teknis yang bersangkutan (Disperdagin Kota Banjarmasin) dan kami hanya berupaya menunjukkan bukti di persidangan kalau aset di Pasar Batuah itu memang milik Pemko Banjarmasin,” imbuhnya.
Sebelumnya diketahui putusan itu dibacakan secara E-Court pada Rabu (7/9) dan bisa dilihat di laman resmi PTUN Banjarmasin yakni http://sipp.ptun-banjarmasin.go.id.
Poin pertama dalam amar putusan menyatakan penetapan nomor 13/PEN/2022/PTUNBJM tanggal 15 Juni 2022 yang pada pokoknya menolak permohonan penundaan pelaksanaan SK Wali Kota Banjarmasin Nomor 109 tahun 2022 tentang revitalisasi Pasar Batuah yang bersumber dari APBN dan APBD yang dimohonkan para penggugat tetap sah dan berlaku sampai dengan putusan perkara ini telah berkekuatan hukum tetap atau sampai ada penetapan lain yang mencabutnya.
Kemudian pada point II Dalam Eksepsi : menyatakan menerima eksepsi tergugat mengenai kompetensi absolut.
Sementara pada point ketiga, Dalam Pokok Perkara ada Menyatakan gugatan para penggugat tidak diterima, kemudian 2. Menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam sengketa ini sejumlah Rp427 ribu.
Humas PTUN Banjarmasin, Tamado Dharmawan menerangkan putusan ini belum menyentuh tentang pokok perkara yang mana objeknya adalah SK Wali Kota Banjarmasin Nomor 109 tentang revitalisasi Pasar Batuah.
“Tergugat mengajukkan eksepsi dalam jawabannya dan menurut majelis eksepsi tentang kompetensi absolut ini terbukti oleh majelis sehingga terkait dengan diterimanya eksepsi kompetensi absolut ini, majelis tidak lagi mempertimbangkan pokok perkaranya,” ucapnya pada awak media.
Menanggapi hal itu, kuasa hukum warga Batuah, Syaban Husin Mubarak mengaku sudah mengetahui tidak diterimanya gugatan yang mereka ajukan ke PTUN Banjarmasin. Namun ia masih belum memutuskan apa langkah selanjutnya yang diambil terkait hasil tersebut.
“Kita masih mempelajari mengapa putusan dari majelis hakim di PTUN Banjarmasin tidak menerima gugatan kami,” ucapnya saat dihubungi awak media Sabtu (8/9).
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan pertemuan dengan warga kampung Batuah untuk membahas langkah apa yang selanjutnya diambil.
“Apakah kami akan banding atau gugat ulang, nanti secepatnya akan kami tentukan sikap setelah berdiskusi dengan warga,” ujarnya.
Disinggung mengenai gugatan yang salah kamar lantaran gugatan PTUN Banjarmasin mengarahnya ke perdata, Syaban mengaku bingung.
Ia tegas menerangkan bahwa pihaknya sama sekali tidak mendalilkan masalah kepemilikan lahan dalam gugatan tersebut.
“Kita juga bingung yang digugat kan disana padahal masalah SK Wali Kota, artinya SK itu diterbitkan tidak melibatkan aspirasi masyarakat dan tidak berbicara itu masalah lahan masyarakat, cuma dikuasai oleh masyarakat yang kena dampak SK,” pungkasnya. dwi/ani