Kamis, Juli 3, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Subsidi Tidak Tepat Sasaran?

by matabanua
11 September 2022
in Opini
0

Oleh: Hanifah (Pendidik di HST)

Warta Ekonomi, Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa negara telah mengalokasikan dana subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp502,4 triliun dan berpotensi ditambah Rp195 triliun tersebut masih belum tepat sasaran, dan sebagian besarnya dinikmati oleh orang kaya.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\master opini.jpg

Keserentakan Pemilu dan Restorasi Politik Lokal

3 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\foto opini 1.jpg

Rencana strategis Sistem Kapitalisme-Harga Beras Meroket, Stok Melimpah?

3 Juli 2025
Load More

“Nah, Rp698 triliun itu siapa yang menikmati? Dengan ratusan triliun subsidi yang kita berikan, yang menikmati adalah kelompok yang justru paling mampu. Karena mereka yang mengkonsumsi BBM itu, entah Pertalite, Solar, atau bahkan Pertamax,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Tindak Lanjut Kebijakan Subsidi BBM, di gedung Kementerian Keuangan, Jumat(26/8/2022).

Sri Mulyani merincikan, untuk Solar konsumsinya itu adalah sebagian untuk rumah tangga dan sebagiannya lagi dunia usaha. 89 persen dari 15 hingga 17 juta kilo liter dinikmati oleh dunia usaha, dan 11 persen dinikmati oleh rumah tangga. Sedangkan, dari konsumsi rumah tangganya, 95 persen dinikmati oleh rumah tangga yang mampu, dan hanya 5 persen dinikmati oleh rumah tangga yang tidak mampu.

“Subsidi Solar yang telah mencapai Rp149 triliun itu hanya 5% yang dinikmati oleh rumah tangga yang tidak mampu, selebihnya adalah dunia usaha dan rumah tangga yang mampu,” lanjutnya.

Untuk Pertalite, Sri Mulyani menyampaikan bahwa situasinya tidak jauh berbeda. Total subsidi Pertalite yang sebesar Rp93,5 triliun, 86 persen dinikmati rumah tangga, dan sisanya 14 persen dinikmati oleh dunia usaha. Dari yang dinikmati rumah tangga, ternyata 80 persen dinikmati oleh rumah tangga mampu, dan hanya 20 persen dinikmati rumah tangga miskin

“Kita akan menciptakan kesenjangan yang makin lebar dengan subsidi, karena yang mampu (yang malah) menikmati subsidi dan yang tak mampu tidak menikmati (subsidi),” ujar Sri Mulyani.

Oleh karenanya, diperlukan langkah yang tepat untuk tetap menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai shock absorber. Artinya subsidi tidak dicabut dan penyesuaian anggaran perlu menjadi pertimbangan. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki manfaat distribusi subsidi ke masyarakat.

Sementara itu, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa APBN perlu untuk terus dijaga dalam menghadapi tahun 2023 dan 2024, di mana potensi ketidakpastian masih ada. Sri Mulyani mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya masyarakat mampu untuk bergotong royong.

“Masyarakat mampu berkontribusi lebih banyak, dibandingkan masyarakat tak mampu yang harus dibantu dengan berbagai instrumen,” ujarnya.

Pemerintah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi mulai hari ini, Sabtu (3/9). Harga BBM jenis Pertalite naik menjadi Rp10.000 per liter dari sebelumnya Rp7.650 per liter.

Lalu, harga solar naik dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. Kemudian harga Pertamax naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.

Presiden Jokowi mengaku, keputusan penyesuaian harga BBM bersubsidi adalah hal yang berat. Namun menurut dia apa daya, saat ini kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dirasa sudah tidak lagi mampu menanggung hal tersebut.

“Pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dari subsidi APBN,” ungkap Jokowi dalam konferensi persnya di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (3/9).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memahami bila pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi BBM ada yang tidak tepat sasaran. Mengingat, jumlah BLT yang disebar sangat banyak, untuk 20,65 juta warga Indonesia.

“Ya ini kan yang kita bagikan ini 20 juta 600 ribu, jumlah seperti itu enggak mungkin lah kita 100 persen benar,” katanya usai menyerahkan BLT BBM di Lampung, Sabtu (3/9).

Kepala negara meyakini bila ada beberapa BLT yang tak sampai target. Sebab jumlah BLT yang dibagikan sangat banyak.

“Pasti ada yang 1,2,3 yang tidak tepat, iya karena yang dibagi itu jumlahnya sangat banyak sekali,” ujarnya.

Namun, sejauh ini BLT yang disebar pemerintah berjalan lancar. Jokowi juga berupaya mengecek agar BLT tepat sasaran.

“Alhamdulillah lancar baik, di lapangan kita cek semuanya,” tutupnya.

Pada hari ini Sabtu (3/9) Presiden Jokowi membagikan BLT BBM di Provinsi Lampung. Sebelumnya, ia telah membagikan BLT ke daerah Papua dan Maluku. (mdk/fik)

Pemerintah menaikan 3 jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yakni Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, Pertamax Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter dan untuk Solar Rp dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.

Menurut perhitungan Lembaga ECO Macro Blast, kenaikan harga ketiga jenis BBM tersebut akan memicu naiknya inflasi, menunjukkan bahwa kenaikan harga Pertalite sebesar 30,72 persen dan Pertamax sebesar 16,00 persen tersebut secara total akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 ppt.

Sementara untuk kenaikan harga Solar sebesar 32,04 persen akan berkontribusi sebesar 0,17 ppt pada tingkat inflasi.

“Hitungan ini sudah memperhitungkan first round impact atau dampak kenaikan harga ketiga jenis BBM tersebut secara langsung, dan second round impact atau dampak lanjutan pada inflasi seperti naiknya harga jasa transportasi, distribusi, hingga kenaikan sebagian harga barang dan jasa lainnya pula,” tulis lembaga keterangan resmi, Jakarta, Minggu (4/9).

Mereka memperkirakan inflasi pada akhir tahun 2022 akan berada pada kisaran 6,27 persen. “Atau lebih tinggi dari angka proyeksi awal kami yang sebesar 4,60 persen. Inflasi inti kami proyeksi akan berada pada kisaran 4,35 persen pada akhir tahun 2022,” jelas dia.

Di sisi lain, suku bunga acuan juga diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan perkiraan awal. Apabila kenaikan inflasi umum ke kisaran 6,27 persen tahun ini dan inflasi inti ke atas target range akan mendorong Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan (BI7 DRRR) sebesar maksimal 100 bps ke 4,75 persen pada sisa tahun 2022, atau lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi awal kami yang sebesar 50 bps ke 4,25 persen sebelum adanya kenaikan BBM bersubsidi.

“Lebih jauh lagi, kenaikan inflasi yang berlanjut ke semester pertama tahun 2023 juga akan membuka peluang BI untuk melanjutkan kenaikan suku bunga acuan pada awal tahun depan,” tambahnya.

Efek domino kenaikan BBM tidak bisa diatasi dengan adanya bansos yang jumlahnya kecil dan cakupan penerimanya sangat terbatas. Karena imbas kenaikan BBM ini sudah pasti berdampak pada kenaikan berbagai kebutuhan pokok, jumlah rakyat miskin makin banyak, angka kriminalitas menyusul akan bertambah dan kesejahteraan makin jauh dijangkau.

Indonesia dengan potensi kekayaan alam yang besar yang selama ini menjadi incaran negara-negara maju seharusnya mampu menyediakan BBM yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bila faktanya rakyat miskin bertambah akibat kenaikan harga BBM, tentu menjadi pertanyaan, kemana kekayaan alam kita? Apakah memang sudah tidak menjadi milik kita? Apakah swasta dan asing yang telah menjadi tuannya, sementara kita hanya tuan rumah yang kebagian pajaknya saja? Jika benar demikian, maka sangatlah wajar jika imbas dari kenaikan BBM ini nantinya akan sangat memukul masyarakat.

Kondisi demikian tentunya sangat menyedihkan, apalagi semalam (9 September 2022) ketika terjadi demo di depan gedung DPR RI, ternyata di dalam gedong anggota Dewan sedang asyik bernyanyi merayakan ulang tahun ketua DPR RI, Puan Maharani. Mereka sadar bahwa di bawah, di luar sana, di epan gedung tempat mereka bernyanyi, rakyat sedang berdemo mengadukan nasib mereka, berharap BBM tidak dinaikkan, tapi hal itu tidak sedikitpun mengusik mereka.

Yaa Allah, sesungguhnya kesedihan kami tidak hanya sampai pada naiknya harga BBM, lalu imbasnya pada inflasi tapi yang sangat kami sedihkan juga adalah ketiadaan penguasa negeri yang benar-benar peduli pada rakyat ini, mereka yang duduk di kursi kekuasaan sana menjalankan dengan penuh tanggungjawab tugas mereka mengurus rakyat dan negeri ini dengan baik. Sebagaimana dulu Khalifah Umar bin Khaththab yang memikul sendiri gandum untuk rakyatnya yang kelaparan.

Yaa Allah, tolong kami berikan kesadaran kepada semua lapisan masyarakat negeri ini, kepada para penguasa kami, akan urgensi menegakkan hukum syari’atMu dalam mengurus perekonomian hingga sistem pemerintahan negeri ini.

Wallahu’alam.

 

 

Tags: APBNBBMHanifahMenteri KeuanganPendidik di HSTSri Mulyani Indrawati
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA