JAKARTA – Kenaikan harga BBM mendapat penolakan dari banyak kalangan, terutama buruh. Maklum, harga BBM sudah barang pasti membuat harga-harga naik, bahan pangan, biaya transportasi, dan barang-barang lainnya.
Di sektor logistik, Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) serta Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Komselindo) mengungkapkan BBM berkontribusi sekitar 30-40 persen terhadap besaran biaya transportasi dan angkut barang.
Kenaikan harga-harga ini akan mendorong inflasi Indonesia yang per Agustus sudah di posisi 4,69 persen. Bila inflasi meningkat, maka daya beli masyarakat menjadi taruhan. Masyarakat dipercaya akan menahan belanja mereka.
Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal meyakini tingkat kemiskinan akan bertambah. Namun, dia belum bisa mengungkap potensi angka penambahan tersebut. “Sedang kami hitung,” katanya.
BLT BBM yang diberikan pemerintah, dia menilai, hanya sedikit meredam efek kenaikan harga pertalite dkk. Belum lagi, inflasi yang diperkirakan menjulang. Pemerintah sendiri memprediksi lonjakan inflasi hingga akhir tahun mencapai 6,6-6,8 persen.
“Masalahnya, nilai (BLT) lebih kecil dibandingkan dampak inflasinya. Selain itu, masalah seberapa cepat BLT bisa disalurkan dan seberapa jauh bisa mengcover semua kalangan miskin yang berhak mendapatkan BLT,” jelasnya.
Toh, kenyataannya, penyaluran BLT lambat. Padahal, efek kenaikan harga barang sudah langsung terasa sejak kenaikan harga BBM diumumkan.
“Belum lagi, masalah tidak semua kalangan miskin menerima bansos. Di sejumlah provinsi di luar Jawa, banyak yang kurang 50 persen dari penduduk miskin yang menerima bansos,” terang dia.
Ekonom Indef Nailul Huda memproyeksikan tingkat kemiskinan akibat kenaikan harga BBM mencapai 9,96-10 persen. Sementara, angka pengangguran bertambah hingga 30 ribu jiwa.
“Jadi harga BBM naik, maka kemiskinan akan meningkat. Jadi, inflasi yang meningkat akan menaikkan garis kemiskinan, otomatis masyarakat di bawah garis kemiskinan bertambah,” katanya.
“Yang rentan miskin jadi miskin, tidak dapat BLT lagi kan. Karenanya, kemiskinan akan naik. Kalau hitungan saya, bisa sampai,96 persen sampai 10 persen. Pengangguran tambah hingga 30 ribu jiwa,” lanjut Nailul.
Hitungan lain disampaikan Ekonom Celios Bhima Yudhistira. Ia memprediksi persentase penduduk miskin berisiko naik menjadi 10 persen sampai 10,5 persen atau 1 juta-1,3 juta orang miskin baru.
Menurut Bhima, BLT BBM hanya bisa melindungi orang miskin dalam waktu empat bulan dan tidak akan cukup mengkompensasi efek kenaikan harga BBM.
Data orang rentan miskin ini, imbuhnya, sangat mungkin tidak tercover dalam BLT BBM karena penambahan orang miskin pasca kebijakan BBM subsidi naik.
Sehingga, pemerintah perlu mempersiapkan efek berantai naiknya jumlah orang miskin baru dalam waktu dekat. Hal yang paling urgent dilakukan untuk mengantisipasi penambahan penduduk miskin alah menjaga pendapatan pekerja rentan. “Paling efektif saat ini adalah menaikkan dulu upah minimum setara atau setidaknya 5 sampai 7 persen, bukan 1 persen seperti saat ini, dan rombak formulasi dalam UU Cipta Kerja,” terang dia. cnn/mb06