
JAKARTA – Tak apa keuntungan sedikit asal laris manis. Kiranya begini prinsip Arifin (28) si penjual bensin eceran di pinggir Jalan Raya. Satu tahun lebih, dia berdagang bensin eceran.
Kenaikan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak seperti risiko yang harus ia hadapi berjualan bensin. Seperti saat pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM pada Sabtu (3/9) sore.
“Stok jadi lama habisnya, meskipun pertalite. Karena orang kan lebih pilih ke SPBU harganya Rp10.000,” ujar Arifin saat berbincang Senin (5/9).
Arifin menyesuaikan harga bensin yang ia jual, mengikuti kenaikan harga BBM. Di SPBU, pertalite dijual seharga Rp10.000 per liter, Arifin menjual Rp12.000 per liter. Pertamax seharga Rp14.500 per liter, Arifin menjual Rp16.000 per liter.
Pria berdomisili di Kota Bekasi itu menuturkan, ia tak ingin terlalu banyak menjual BBM jenis pertamax. “Saya taruh (pertamax) 7 botol saja enggak habis seharian. Biasanya habis Senin begini,” tuturnya.
“Penjualan menurun, tapi tetap ada pembeli karena ini kan jalan utama perbatasan Jakarta dengan Bekasi,” sambungnya.
Pria dengan penghasilan utama pedagang bensin eceran itu pun mengaku dilema dengan kenaikan harga BBM. Sebab, kenaikan harga secara pasti berpengaruh terhadap keuntungan yang ia peroleh. Untuk itu, ia tak ingin mengambil risiko mengambil keuntungan terlalu banyak terhadap penjualan bensin.
“Selisih Rp2.000, kalai pertamax Rp1.500. Kalau kita enggak naikin kita untungnya enggak ada, belum lagi saat harus bayar “admin” ke SPBU. Enggak apa untung sedikit yangpl penting tetap laris,” pungkasnya.
Pasca pengumuman kenaikan harga, penjualan pertamax tidak begitu laku dibandingkan sebelumnya. Dalam satu hari, yang biasanya menjual 15 liter pertamax, saat ini penjualan pertamax hanya bisa laku 5 liter sehari. “Kalau pertalite tak ada pengaruh, alhamdulillah tetap ramai,” ungkapnya. mdk/mb06