
Membahas perkembangan pendidikan, ialah bahasan yang tidak akan pernah membuat jenuh. Mengingat Indonesia ialah negara berkembang dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang beragam. Tentu mengakibatkan wajah pendidikan di Indonesia, memiliki berbagai wajah yang beragam dan penuh warna. Ada yang cerah, gelap, suram, tentu sesuai dinamika politik dan sosial yang sedang berlangsung saat itu.
Bahkan, tak jarang juga potret wajah pendidikan di Indonesia yang tampak cerah justru mengandung kegelapan dan kesuraman, ataupun sebaliknya. Untuk mencerahkan wajah pendidikan di Indonesia, ialah dengan membenahi tenaga pendidik, kurikulum serta yang paling penting ialah political will dari pemerintah. Pertanyaannya, Apakah pembenahan itu sudah diupayakan dan direalisasikan secara nyata lagi sempurna?
Pertanyaan seperti demikian, harus selalu dipertanyakan agar perubahan itu benar-benar terjadi, Tentu kita mesti khawatir, jika seandainya perubahan itu tidak terjadi, ataupun jika memang terjadi namun tidak merata. Oleh karena itu, kali ini saya akan mengulik kembali beberapa potret wajah pendidikan di Indonesia, sebagai perenungan berapa banyak konsep hebat yang dimiliki namun tidak terlaksana.
Potret Pendidikan
Secara sederhana, pendidikan dapat diartikan sebagai bentuk usaha seseorang dalam membina kepribadiannya, untuk keberlangsungan hidup sesuai nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan upaya memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani untuk menyongsong hidup selaras dengan alam dan masyarakat.
Berbicara mengenai pendidikan, sebetulnya esensi pendidikan itu sendiri ialah pengalihan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai spiritual serta estetika dari generasi tua ke generasi muda dalam masyarakat. Tidak hanya itu, pendidikan ialah proses menyiapkan generasi muda untuk menyongsong peradaban bangsa, yang bermartabat di masa depan.
Melansir data World Population Review pada tahun 2021 lalu, Indonesia berada di nomor 54 dari 78 negara yang masuk dalam pemeringkatan tingkat pendidikan dunia. Setelah itu, hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) data tahun 2018, menempatkan Indonesia pada urutan 74 atau peringkat 6 dari bawah. Bahkan, Indonesia tidak pernah menyentuh skor rata-rata negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Kenyataan mengenai posisi ini membuat kita tersadarkan bahwa potret wajah pendidikan Indonesia masih suram bahkan menakutkan. Barangkali, potret demikianlah yang membuat sebagian orang berbondong-bondong, mengejar pendidikan ke luar negeri. Anggapan pendidikan di luar negeri lebih baik, ialah anggapan yang tidak bisa dinafikan.
Perusak Wajah Pendidikan
Selanjutnya, jika seandainya mengulik lebih dalam lagi wajah pendidikan di Indonesia. Dapat temui faktor yang sangat menonjol yang menjadi penyebab utama rusaknya wajah pendidikan di Indonesia. yakni, pendidikan dijadikan arena kepentingan pemimpin. Menurut H.A.R Tilar dalam Pendidikan Dalam Pembangunan Nasional Menyongsong Abad XXI (1990), jika ditilik dari perjalanan sejarah pendidikan Indonesia, pendidikan disesuaikan dengan keadaan dan kepentingan penguasa, jika pemimpin memerlukan kekuatan politik, maka kearah itulah pendidikan di arahkan.
Sejak kemerdekaan, Indonesia telah sering berganti gaya kepemimpinan, mulai dari orde lama, order baru, reformasi, hingga sekarang ini. Misalkan saja, orde baru, pendidikan cenderung dijadikan sebagai alat kekuasaan dan alat indoktrinasi masyarakat. Arah gerak sistem pendidikan dikendalikan oleh birokrasi, tentu ini akan merusak sistem pendidikan, dimana gerak pendidikan bukan lagi dengan asas kebenaran, kesucian dan kebersihan, namun digerakan atas asas intruksi pemimpin.
Sedangkan dewasa ini, arah gerak pendidikan malah semakin semrawut, sebab pemimpin malah menjadikan pendidikan sebagai tempat berpolitik, tempat membangun basis suara oleh partai-partai politik. Sebagaimana yang dijelaskan H.A.R Tilar dalam Standar Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Krisis (2006), pendidikan bukan lagi tempat membangun manusia seutuhnya, namun malah dijadikan tempat membangun kekuatan partai politik untuk kepentingan orang tertentu.
Oleh sebab pemimpin sibuk memperkuat basis politiknya di dunia pendidikan, pendidikan akan berwajah suram. Akibat tidak becusnya pemimpin tersebut, pendidikan di Indonesia cenderung tidak terbenahi, dan tidak terawat lagi. Berbagai kesenjangaan terjadi, seperti kualitas dan kuantitas pendidikan di perkotaan dengan perdesaan yang jauh berbeda.
Dari segi prasarana saja, pendidikan di perdesaan jauh berbeda dari apa yang ada di perkotaan. Misalkan saja, dari segi bangunan, barangkali bangunan sekolah di perkotaan sudah dapat dikatakan layak, memadai ataupun mungkin bisa dikatakan mewah. Namun, dibalik potret pendidikan mewah di perkotaan, ada pendidikan masyarakat perdesaan dan daerah terpencil yang terseok-seok yang terus mengejar pendidikan.
Barangkali bagaimana potret sarana prasarana pendidikan di perdesaan atau daerah terpencil, tidak perlu lagi pendefinisian yang mendalam lagi, barangkali sudah berbagai data dan bukti yang bertebaran di berbagai media. Terlepas dari itu, ada yang lebih saya soroti ialah, kurangnya kualitas dan kuantitas tenaga pendidik di perdesaan. Tentu ini akan menjadi masalah serius untuk diperhatikan.
Prospek Selanjutnya
Masalah pendidikan ialah masalah yang sangat serius, tindak lanjut dari ploblematika pendidikan harus segera direalisasikan secara nyata dan merata lagi sempurna. Pendidikan merupakan kunci pembangunan negara, dalam menyongsong peradaban yang penuh dengan nilai-nilai spritualitas. Wajah pendidikan di Indonesia perlu dibenahi agar tidak merusak generasi muda.
Peran pemimpin dalam dunia pendidikan sangat penting dalam penentuan suatu arah dan implementasi kebijakan pendidikan. Negara Indonesia sudah tujuh kali melakukan pergantian pemimpin, dan di tahun 2024 akan melakukan pesta pergantian lagi, siapapun pemimpin Indonesia berikutnya diharapkan akan lebih bisa memikirkan dan selalu berpihak kepada kemajuan pendidikan.
Tentu kita berharap banyak terhadap pemimpin baru, untuk melakukan transformasi pendidikan ke arah yang lebih baik. Sebab, tuntutan dan tantangan dunia pendidikan kian hari makin terasa semakin kompleks, tentu seiring dengan kompleksitas problematika masyarakat. Setumpuk aspirasi dan harapan masyarakat kian meninggi, yang tertuju pada dunia pendidikan. Dengan harapan, pendidikan dapat sebagai jalur akselerasi untuk mencapai peradaban baik.
Sebagai penutup, dari penjabaran saya sebelumnya, dapat ditarik benang merah yang dapat di olah menjadi suatu bahan evaluasi pendidikan di Indonesia. Pendidikan harus mendapat perhatian yang serius, karena pendidikan adalah penentu maju mundurnya Indonesia. Pemberdayaan pendidikan kali ini untuk generasi emas, oleh karena itu dituntut keseriusan dan kesungguhan pemimpin bangsa. Lalu bagaimana, jika pemimpin bangsa berikutnya tidak becus? Jawabannya, tunggu saya sebagai pemimpin bangsa, saya pastikan pendidikan di Indonesian nomor 1 dunia.**SEMOGA**