Rabu, Juli 16, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Mengapa Ilmu Perbandingan Agama Sulit Berkembang?

by matabanua
25 Agustus 2022
in Opini
0
D:\Data\Agustus 2022\2608\8\8\Ali Mursyid Azisi.jpg
Ali Mursyid Azisi (Alumni Studi Agama-Agama UIN Sunan Ampel, Surabaya)

Ilmu perbandingan agama dalam dunia Islam, terdapat ilmuwan muslim yang pertama kali yang terjun dalam bidang ini, yaitu Ali Ibn Hazm, lahir pada tahun (994-1064). Dari hasil keilmuannya dalam mempelajari bidang ini, ia menghasilkan karya berjudul Al-Fasl fi Al-Milal wa al-Ahwa wa al-Wanihal.

Selain Ali Ibn Hazm, terdapat ilmuwan Islam lain dari Persia yang juga menekuni bidang ilmu perbandingan agama bernama Muhammad Abdul Karim al-Syahrastani (1071-1143). Ia berkebangsaan Persia dari kota Khurosan. Hasil karya-karyanya sangat menarik, di antaranya Al-Milal wan al-Nihal yang mengkaji tentang bagaimana seorang muslim di masa dahulu mengenalkan sitematika perbandingan historis kepercayaan (agama).

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\16 Juli 2025\8\master opini.jpg

Ada Hukum Perlindungan Anak, Tapi Mengapa Perundungan Makin Brutal?

15 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Anak Tidak Sekolah Terus Bertambah,Bukti Kegagalan Sistemik Pendidikan

15 Juli 2025
Load More

Syahrastani dalam karyanya membagi agama-agama menjadi beberapa bagian, yaitu: Kristen, Yahudi dan Islam, serta agama yang juga turun melalui wahyu namun tidak termasuk golongan Ahlul Kitab. Abdul Manaf menyebutnya demikian merupakan agama hasil kebudayaan menusia atau acap kali dikenal dengan agama Wad’I dan hasil ahli filsafat.

Selepas Syahrastani membandingkan beberapa agama yang diketahui, kemudian ia membagi kelompok tipologi agama, diantaraya yaitu: Zoroaster & Mani tergolong sebagai quasi literary religion, Yahudi dan Islam digolongkan sebagai literary religion.. Sedangkan Hindhu & Buddha digolongkan sebagai Philoshopical and self-willed religion.

Di Dunia Barat

Dibandingkan dengan dunia Barat, dunia Islam begitu tertinggal jauh mengenai ilmu perbandingan agama. Hal ini dikarenakan data-data yang berupa kitab asli yang berisi tentang suatu kepercayaan agama non-Islam begitu langka pada waktu itu. Maka dari itu, dapat kita simpulkan bahwa metodologi dan sistematika comparative religion perlu dirintis dalam dunia Islam, karena belum begitu mengalami perkembangan.

Itulah mengapa dunia Timur jauh tertinggal dari dunia Barat dalam keilmuan ini. Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan yang pesat di dunia Barat di antaranya:

Pertama, akademisi di sana memiliki peran dan waktu yang lebih besar dalam mengkoordinir para sarjana. Ini artinya, para akademisi Barat memiliki ketertarikan besar dalam mengkaji ilmu perbandingan agama, sehingga upaya mengkoordinir tenaga ahli/yang fokus keilmuannya serumpun begitu mudah.

Kedua, yaitu keuangan disediakan negara, pada akhirnya memperlancar pengembangan dan menghasilkan penemuan-penemuan tentang ilmu agama. Dengan adanya dukungan ini, maka upaya dalam mengembangkan bidang keilmuan ini bisa dikatakan menemui jalan mulus dalam menyelami temuan-temuan dan teori.

Ketiga, kebanyakan akademisi di Eropa menganggap bahwa agama merupakan suatu cabang dari ilmu budaya/kebudayaan, yang menyebabkan mereka memiliki keleluasaan dalam mengembangkan teori dan pendapat-pendapatnya. Sementara itu ketika abad-18, dunia Islam mengalami imperialisme dan kolonialisme.

Maka dari itu, tidak heran jika banyak karya-karya dan karangan tentang Islam rujukannya dari dunia Barat yang disebut dengan Orientalis. Karena ia pada abad-18 tidak dirundung kolonialisme dan mendapat kemerdekaan dalam mengembangkan bidang keilmuan.

Dalam Pusaran Indonesia

Perkembangan dan pertumbuhan ilmu perbandingan agama di Indonesia pertama kali dipelajari sejak 1960-1961. Tepatnya setelah dua belas bulan didirikannya IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat dengan nama jurusan Perbandingan Agama. Pelopor atas diadakannya kajian keilmuan ini waktu itu adalah Dr. A. Mukti Ali. Ia sekaligus menerbitkan buku pertamanya dengan tajuk “Ilmu Perbandingan Agama: (Sebuah Pembahasan tentang Methodos dan Sistema)”

Latar belakang pendidikan Mukti Ali berbasis pesantren dan ia berguru kepada KH. Abdul Hamid, Pasuruan. Setelah lulus dari pesantren, ia melanjutkan studinya di Fakultas Agama (STI) Sekolah Tinggi Islam, kini akrab disebut dengan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Lalu, ia melanjutkan studinya ke Timur Tengah dan kembali pulang ke Indonesia.

Memang perlu kita ketahui, bahwa selama seperempat abad telah dicetak karya tulis tentang comparative religion, namun jika dibaca dengan seksama akan tampak bahwa uraian dari buku tersebut masih bersifat apologis dan masih sangat kurang ilmiah.

Lebih tepatnya lagi bahwa karangan tersebut lebih mengarah pada pembahasan ilmu kalam dan teologis. Hal ini disebabkan karangan tersebut agama di luar Islam dinilai/diteropong dari satu kacamata, yaitu Islam. Dapat disimpulkan pula bahwa secara garis besar ilmu comparative religion dalam konteks Indonesia bisa dikatakan masih butuh pengembangan, dikarenakan mereka dalam melihat agama-agama lain masih menggunakan kacamata Islam.

Penyebab lain yang juga menghambat diantaranya: a). kurangnya referensi bacaan yang sifatnya ilmiah, b). kurangnya penelitian para akademisi/sarjana yang bersifat ilmiah, c). minimnya diskusi dari para akademisi, d). rendahya skil pemahaman bahasa asing mayoritas pengajar dan sarjana.

Penghambat Berkembangnya IPA

Selain beberapa faktor di atas, hal lainnya yaitu di Indonesia lebih menekankan kajian keilmuan Islam yang sifatnya masih normatif dan leboh condong pada kajian fikih oleh ulama terdahulu. Kedua, yakni pasca pemberontakan/penyerangan anggota PKI, maka Islam pada saat itu sangat menekankan sekali semangat dakwah.

Pada akhirnya yang ditekankan adalah misiologi atau ilmu dakwah.

Ketiga, yaitu dikarenakan ilmu perbandingan agama pertama kali muncul/berasal dari Barat, masyarakat Indonesia kala itu berfikiran negatif tentang segala sesuatu yang berasal dari situ tidak mudah diterima dan bahkan ditentang serta berburuk sangka.

Keempat, yaitu disamping minimnya penguasaan bahasa asing, para akademisi yang mempelajari ilmu ini, mereka minim pula menguasai keilmuan lain yang juga bisa membantu dalam pembelajaran ilmu comparative religion, seperti halnya sosiologi, sejarah, arkeologi, antropologi dan lainnya.

Disamping itu, yang menjadi faktor kurang berkembangnya yaitu kurangnya dana, sangat minim penemuan ilmiah terkait perbandingan agama, juga minimnya informasi mengenai perbandingan agama baik mengenai manfaat dan isinya yang di dalamnya terdapat pesan untuk saling rukun dalam hidup berdampingan dengan non-muslim.

Kontribusi Mencetak Generasi Moderat

Kini, perkembangan jurusan ilmu perbandingan agama di Indonesia mengalami perkembangan, dan banyak Universitas Islam mengembangkan program studi “Studi Agama-Agama”. Diantaranya: UIN Sunan Ampel, UIN Sunan Kalijaga, UIN Alaudin Makassar, dan beberapa Universitas Islam lainnya.

Banyak anggapan bahwa belajar di jurusan Ilmu Perbandingan Agama atau kini dikenal Studi Agama-Agama dinilai kurang bergengsi dan dipandang sebelah mata. Selain dianggap masa depan karir yang dianggap kurang jelas, juga muncul anggapan ketika berusaha berdialog dengan non-muslim akan menipiskan iman. Hal demikian sudah biasa terjadi.

Padahal, kontribusi besar dari generasi lulusan Studi Agama melahirkan pribadi yang moderat, inklusif, dan toleran. Sebab dari segi mata kuliah yang dipelajari mengedepankan prinsip perdamaian tanpa pandang agama atau ras apa pun. Bahkan berdialog dengan non-muslim secara langsung untuk saling bertukar ajaran kebaikan merupakan hal biasa. Demikian selaras dengan sosialisasi Kementrian Agama RI tentang “Moderasi Beragama” yang dinilai bisa menyelamatkan Indonesia dari ideologi kelompok Ekstremis-Teroris, Konservatif dan Intoleran yang kini semakin berkembang pesat, terutama di media sosial.

 

 

Tags: AgamaAli Mursyid Azisi Alumni Studi Agama-Agama UIN Sunan AmpelGenerasi ModeratSurabaya
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA