Oleh: Faridah, S.H (Pengamat Sosial dari Batola)
Memasuki bulan Agustus, persiapan kemeriahan perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia mulai terasa dimana-mana. Berbagai kegiatan baik kegiatan resmi kenegaraan maupun kegiatan bebas dilingkungan masyarakat semisal lomba-lomba dilakukan untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia pada tiap 17 Agustus. Apalagi saat Pandemi Covid-19 melanda, 2 tahun nyaris kemeriahan perayaan itu seolah sirna. Meskipun mungkin ada sebagian warga tetap menggelar perlombaan ataupun perayaan dengan sederhana dan diam-diam agar tidak ketahuan terjadi kerumunan, hal tersebut hanya dilakukan kecil-kecilan.
Tema yang diusung tahun ini pun sesuai dengan kondisi bangsa pasca dilanda Pandemi. “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat”. Slogan tersebut di publis oleh Kemensetneg melalui laman media sosialnya, senin 11 Juli 2022.
Slogan “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih kuat” tentunya memberi makna akan harapan bangsa ini, pasca pandemi Indonesia bisa bangkit seperti sebelum pandemi bahkan harapannya bisa lebih baik lagi dari sebelum pandemi. Hal ini mengingat ketika pandemi melanda perekonomian Indonesia mengalami keterpurukan, bahkan masuk dalam 15 negara yang terancam mengalami resesi.
Sebenarnya menjadi negara besar dan maju adalah keinginan sebuah bangsa manapun di dunia ini tak terkecuali bangsa Indonesia. Namun untuk menuju bangsa yang besar dan maju tidak bisa hanya diraih dengan menyelesaikan masalah-masalah teknis bangsa tanpa memperbaiki sisi pondasi berdirinya sebuah bangsa. Indonesia sudah merdeka 77 tahun, dan kondisi negara semakin hari bertambah segala macam permasalahan yang membelit, semisal kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, pendidikan, ketimpangan sosial ekonomi masyarakat, keadilan yang mahal, pengerukan SDA oleh asing, utang negara, separatisme dan banyak lagi masalah lain yang tak kunjung selesai. Selama 77 tahun merdeka, tak terhitung lagi gonta ganti pemimpin, bongkar pasang aturan, dan teori-teori yang digunakan untuk kebangkitan bangsa ini.
Bila jujur berfikir, harusnya kondisi ini sudah lebih dari cukup untuk menghantarkan kita pada kesimpulan bahwa ada yang salah dalam pengelolaan negara ini. Dan permasalahan itu adalah terletak pada sesuatu yang sangat mendasar yakni apa yang menjadi pedoman kita dalam mengelola negara. Indonesia, sepakat atau tidak menjadikan manusia sebagai pihak yang paling berkompeten mengatur semua urusannya dimuka bumi ini. Peran agama (Islam) dalam mengatur urusan publik disingkirkan. Jadilah saat ini manusia sebagai penentu baik-buruk, benar-salah tanpa sadar bahwa diri mereka sebenarnya lemah dan terbatas untuk mengatur dan menentukan apa yang baik bagi diri mereka sendiri terlebih apa yang baik bagi sebuah negara.
Walhasil,”Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih kuat” hanya akan didapat ketika bangsa ini sadar untuk segera menghambakan segala urusannya kepada Rabb semesta alam. Wujud kesadaran itu adalah dengan mengambil aturanNya untuk mengatur dan mengelola segala urusan negara dan mencampakkan aturan yang hanya menguntungkan segelintir pemodal dan kroni-kroninya. Wallahu a’lam bisshawwab.
