
BANJARMASIN – Dampak pencemaran yang terjadi akibat kandasnya kapal pembawa minyak jenis High Sulfur Fuel Oil (HSFO) di perairan Sungai Alalak Berangas, Kabupaten Barito Kuala (Batola) beberapa hari lalu, meluas hingga di aliran sungai Kota Banjarmasin.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Banjarmasin, Alive Yoesfah Love pun tak membantah jika perairan di wilayahnya merasakan dampak akibat kejadian tersebut.
Alive tidak membeberkan berapa luas perairan di Bumi Kayuh Baimbai ini yang tercemar HSFO tersebut. Namun, ia hanya memastikan pencemaran itu telah mengotori Sungai Awang yang membelah kawasan Kelurahan Sungai Andai.
“Sungai Awang di Kelurahan Sungai Andai memang sudah terdampak cemaran dari kejadian ini,” ucapnya saat ditemui awak media di kantornya, Senin (15/8) sore.
Alive mengaku sudah memanggil pihak perusahaan pemilik kapal untuk meminta pertanggungjawaban atas kejadian tersebut.
“Kita minta mereka sesegeranya melakukan pembersihan cemaran yang terjadi. Dan mereka bersedia bertanggung jawab,” katanya.
Pihak perusahaan, lanjutnya, meminta waktu selama tiga minggu untuk mensterilkan pencemaran di sungai, termasuk di Sungai Awang.
Lantas, apakah ada sanksi jika dalam waktu tiga minggu tersebut masih terdapat cemaran? Menurut Alive, pihaknya tidak bisa berbuat banyak, lantaran lokasi kejadian pencemaran dan lokasi perusahaan penanggung jawab kapal yang kandas tersebut, berada di wilayah Kabupaten Barito Kuala.
“Kita hanya bisa mendesak mereka agar sesegeranya membersihkan cemaran ini,” katanya.
Untuk teknis pembersihannya, Alive menjelaskan, petugas yang diturunkan pihak perusahaan menebar tumbuhan eceng gondok atau ilung ke area sungai yang terdapat cemaran.
“Akar eceng gondok ini sifatnya menyerap residu di air, termasuk minyak. Sehingga HSFO akan menempel di akar yang kemudian diangkat untuk dikumpulkan dan dimusnahkan,” jelasnya.
Diakui Alive, DLH Banjarmasin masih belum mempunyai teknologi yang bisa menetralisir cemaran di air seperti jaring perangkap minyak. Karna itu, terpaksa mengandalkan cara alami tersebut.
“Di Banjarmasin yang punya alat itu cuma Pertamina. Karena itulah kami mengandalkan cara alami itu. Dan informasinya, perusahaan menerjunkan tujuh kapal yang bertugas mengangkat eceng gondok tadi secara bergantian,” bebernya .
Ia berharap kondisi ini bisa segera tertangani, agar pencemaran tidak makin meluas dan memberi dampak negatif ke lingkungan perairan di Banjarmasin. dwi