
Pesta demokrasi lima tahunan sebentar lagi akan bergulir di tahun 2024 yang menjadi suatu pertarungan sengit dari berbagai pemangku politik. Sudah menjadi tradisi elite dalam menentukan penerus ataupun pemegang berbagai pucuk kepemimpinan selanjutnya. Pertarungan pun sudah mulai terasa panas atau Hot Political yang menjadi suatu badai besar ketika sudah masuk titik klimak nya.
Sekarang saja kita masih berada di tahun 2022 atau masih ada dua tahun lagi menuju dititik tersebut. Namun, berbagai gejolak terus terjadi di elite politik nasional yang berperan dalam partai-partai besar Indonesia. Mulai dari tawar menawar politik, bagi-bagi pos kementerian dan lembaga, ada yang malu-malu kucing, ada yang terlalu nafsu dalam Branding diri serta saling tuding menuding antar berbagai koalisi partai. Istilah ini kita kenal saja sebagai Gejolak Kartel Politik.
Berbicara mengenai kartel politik tentu kita sudah memamahi betul istilah ini yang bisa kita artikan gerombolan elite atau persengkokolan elite dalam mempertahankan oligarki kekuasaan. Artinya kartel politik sangat berkaitan erat dengan politik oligarki yang menjadi spekulasi mendasar dalam berdinamika politik di Indonesia saat sekarang.
Pada periode kedua pemerintahan Joko Widodo sering terjadi kejutan dipanggung publik yang mempertontonkan gairah politik antar kartel politik. Kita bisa melihat sendiri bagaimana lawan politik Joko Widodo yaitu Prabowo Subianto bergabung dalam gerombolan istana. Dan juga disusul Zulkifli Hasan yang duduk di pos kementerian, hal ini sangat mempengaruhi konfigurasi politik di Indonesia
Dan tiga tahun selepas peristiwa tersebut, sekarang elite politik tengah mematangkan strategi jitu dalam memenangkan pemilu 2024 nantinya. Hal ini sudah terlihat hadirnya koalisi-koalisi partai yang sudah berkomitmen berjuang bersama. Sekiranya hal ini akan menjadi pertarungan antar kartel politik atau kita sebut kartel politik vs kartel politik, hal ini sangat menarik sekali bagaimana gairah elite politik dalam mempertahankan kekuasaan dan berjuang mengambil alih kekuasaan sekarang.
Gejolak politik sekarang sangat tajam dan menyusuk dari pada pesta demokrasi 2014, 2009 dan 2004 silam. Karena semua nya beriringan dengan pejabat politik dari Eksekutif mulai dari pilihan presiden, kepala daerah tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Legislatif yaitu DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota serta DPD. Han ini mengakibatkan seluruh elemen politik akan terlibat dalam pesta tersebut.
Kehadiran kartel politik tidak hanya sekarang tapi jauh sejak terjadinta konflik besar antara Orde Lama dan Orde Baru. Namun, sekarang cara main kartel politik sudah berbeda dengan dulu. Bisa saja kartel politik menjadi suatu jebakan bagi masyarakat atas ketidakmampuan partai-partai politik dalam menyampaikan perbedaan ide dan gagasan yang berimbas langsung ketidakhadiran gagasan politik alternatif.
Seharusnya partai-partai politik mampu menyampaikan dengan lantang perbedaan ide dan gagasan sendiri sehingga menjadi modal besar dalam meningkatkan elektabilitas partai dan juga eksistensi partai. Jika saja konsistensi partai politik mampu menyampaikan ide dan gagasan sendiri menjadi kontestasi yang sangat bernilai bagi masyarakat dengan teriakan yang mengeras namun sekarang justru menguap karena transaksional politik yang terlalu pragmatis. Sehingga akan terjadilah jebakan politik kartel yang penulis sampaikan di atas tadi.
Kehadiran politik kartel sangat jelas tidak akan mengutamakan kepentingan masyarakat. Malah sebaliknya sistem politik kartel akan memperjuangkan terlebih dahulu gerombolan dan pesengkokolan mereka. Disamping itu juga adanya kartel politik ditubuh demokrasi Indonesia sangat mencedrai sistem jaringan tubuh biologis bangsa.
Karena ketergantungan partai politik terhadap negara membuat partai politik besar bergabung dalam suatu koalisi besar yang mendukung pemerintah. Akibat dari terbentuk kartel tersebut membuat laju pemerintah sesaui dengan kehendak kartel, karena tidak ada lagi partai besar yang berada diluar tubuh istana. Cuma sampai sekarang dengan konsisten yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berada diluar pemerintah (Oposisi).
Dari gejolakan tersebut, penulis melihat dinamika yang terbentuk bahwa setidaknya ada tiga kartel besar yang akan berlawanan dititik klimaknya nanti. Pertama hadirnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang selalu menjalin komunikasi erat dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Hal ini menunjukkan rujuknya kembali luka lama yang sudah terobati.
Dan sekiranya bertemunya Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarno Putri menjadi asumsi dasar berpeluangnya koalisi antar partai besar tersebut. Dan juga asumsi lain bahwa rujuknya dua partai ini bisa saja menuaikan janji di tahun 2019 kemaren. Kita tidak tahu siapa yang akan ditunjuk karena belum adanya deklarasi langsung dari kedua partai tersebut. Namun, terjadi delema dimana Muhaimin Iskandar yang merupakan nahkoda dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sudah sah mendeklarasikan koalisi bersama Partai Gearakan Indonesia Raya (Gerindra) yang digadangkan Prabowo Subianto berpasangan dengan Muhaimin Iskandar dalam Calon Presiden dan Wakil Presiden nantinya.
Kemudian yang kedua terjadinya koalisi dari Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mereka sebut dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Walaupun belum dideklarasikan secara resmi namun sudah memperlihatkan arah konfigurasi politik koalisi tersebut. banyak isu-isu tokoh nasional yang diusungkan oleh KIB ini.
Namun banyak asumsi yang mengatakan bahwa koalisi ini dibentuk oleh Joko Widodo sebagai perahu Ganjar Pranowo untuk berlayar di 2024 nantinya. Spekulasi ini belum bisa dipastikan namun kita bisa berpendapat seperti itu. Karena melihat Ganjar Pranowo sendiri merupakan kader terbaik PDIP yang kurang mendapat restu dari PDIP untuk maju di Pilpres. Hal ini senada dengan kedekatan erat antara Joko Widodo dan Ganjar Pranowo.
Penulis sendiri melihat bahwa peluang Ganjar Pranowo lebih besar di Koalisi Indonesua Bersatu (KIB). Disamping itu banyak muncul spekulasi publik bahwa yang digadangkan muncul dari koalisi KIB ini ialah Ganjar Pranowo dan Erick Thohir. Tinggal kita tunggu saja bagaiman gejolak yang terjadi dalam internal koalisi tersebut.
Dan yang terakhir menurut analisis dari penulis dan asumsi publik bahwa yang ketiga seperti ada aroma sedap dari Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kemungkinan besar ketiga pertai besar ini menjadi koalisi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 nanti. Disamping itu muncul juga spekulasi nama yang tak asing lagi di publik yaitu Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono.
Sampai sekarang tiga kartel besar tersebut terus bergejolak dalam memantapkan rel politik masing-masing. Hadirnya kartel politik ini sangat memperburuk kualitas kader-kader yang mempuni. Dan juga kepentingan untuk masyarakat tentu akan terabaikan guna untuk memenuhi gairah politik kartel tersebut.
Setidaknya penulis menawarkan ada tiga solusi dalam menghindari jebakan kartel politik yaitu Pertama kita harus merevolusi besar-besaran mengenai paradigma politik yang selama ini sudah terjalankan. Karena pada dasar nya politik itu ialah perjuangan ide, nilai dan pikiran (Ideology) sehingga politik bisa masuk diberbagai dimensi kehidupan. Kedua partai politik Indonesia merupakan sistem multipartai yang harus berkoalisi. Namun, dalam koalisi tersebutlah saling menjual ide dan gagasan untuk di konsolidasikan ide-ide tersebut. sehinga terlihat jelas substansi yang haru dilakukan untuk Indonesia. Dan Ketiga para tokoh elite harus mampu membangun politik simetris yang dapat menghadirkan mekanisme Check and Balance dan juga didukung oleh peran aktif masyarakat sipil dalam melihat kebijakn-kebijakan yang mampu kita kritisi.
Gejolak kartel politik ini tentu akan terus terjadi kalau tidak timbul kesadaran sendiri dalam membatasi nafsu politik dan oligarki politik. Sampai 2024 nanti kondisi politik Indonesia akan semakin memanas dan akan terjadi pertarungan hebat dalam membuktikan eksistensi kartel. Namun, tentu harapan kami sebagai masyarakat ingin sekali hadir pemimpin yang betul-betul hati nuraninya untuk kepentingan rakyat Indonesia. Semoga!