Penulis : Siti Rahmah,S.Pd
Perhelatan Pemilu 2024 terasa makin dekat. Partai politik mulai sibuk berkoalisi dan mencari jodoh terbaik untuk memenangkan kontestasi paling bergengsi.
Pembentukan koalisi merupakan hal lazim pada sistem pemerintahan parlementer. Parlemen dalam sistem parlementer terbagi menjadi dua kelompok, yakni koalisi dan oposisi.
Sebagai pemanasan, tiga partai politik (Golkar, PPP, dan PAN) membuka pintu koalisi dengan membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pada 12/5/2022. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengungkapkan bahwa KIB tetap terbuka bagi partai lain. Bahkan, Ace menyebutkan tiga partai politik yang terbuka bagi KIB, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasdem, dan Demokrat. (Kompas, 30/5/2022)
Saat ini, tersisa PKS dan Demokrat yang masih teguh menjadi oposisi pemerintah. Keteguhan itu tampaknya mulai surut tatkala parpol mulai berkoalisi untuk mereposisi diri pada Pemilu 2024 mendatang. Mereka berharap tidak lagi berada di luar pemerintahan.
Pembentukan koalisi antarparpol bisa ditelisik dengan dua motif politik. Pertama, jika parpol ingin mengusulkan paslon capres dan cawapres sendiri, harus memenuhi perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Aturan tersebut diatur dalam UU Pemilu 222 UU 7/2017.
Tidak ayal, parpol yang belum memenuhi syarat tersebut hanya memiliki dua pilihan, yaitu berkoalisi dengan parpol yang memiliki suara terbanyak di DPR atau berkoalisi dengan sesama parpol yang suara/kursi di DPR kecil.
Inilah ujian parpol yang bertekad melebur dengan demokrasi. Tidak selamanya betah menjadi oposisi. Jika tidak berkoalisi, parpol tersebut akan terus dipandang sebelah mata karena belum berkontribusi nyata dalam pemerintahan. Walhasil, perkawinan politik untuk mengusung capres-cawapres adalah harga yang harus dibayar jika ingin menang. Jodoh paslon ada di tangan parpol.
Dalam sistem politik demokrasi, tidak ada kawan dan lawan abadi. Semuanya bergerak karena kepentingan. Boleh jadi saat ini berperan sebagai oposisi, besok bisa berkoalisi. Pun sebaliknya. Tidak ada parpol yang mau “istikamah” menjadi oposisi. Semua parpol pasti menghendaki untuk memegang kunci kekuasaan. Tidak heran bila para ketum parpol juga berani unjuk gigi mencalonkan diri.
Pada dasarnya, setiap orang pasti menginginkan perubahan ke arah lebih baik. Negeri ini sudah berulang kali ganti rezim, tetapi perubahan besar belum terjadi secara signifikan. Beragam kepemimpinan telah mewarnai perjalanan Indonesia menuju perubahan.
Namun, belum ada satu pun pemimpin yang berhasil mewujudkan perubahan hakiki dan memecahkan masalah dengan solusi tepat. Yang ada, masalah makin besar dan menumpuk. Inilah buah kegagalan demokrasi.
Dalam Islam, politik bermakna pengurusan urusan umat. Politik (siyasa) berasal dari kata saasa-yasuusu-siyaasatan bermakna ‘mengurus’. Politik Islam tegak atas dasar akidah Islam dan tidak lain untuk melaksanakan Islam di dalam negeri dan dakwah ke luar negeri. Dengan kata lain, politik Islam hakikatnya adalah pengurusan urusan rakyat berdasarkan prinsip kebenaran dan keadilan.
Menurut Islam, berpolitik sangat penting. Tanpa politik, segala urusan umat akan terabaikan. Oleh karena itu, perlu kiranya umat membuka kesadaran tentang politik sesuai kacamata Islam.
Islamisasi politik harus dilakukan agar umat mendapat gambaran bagaimana kekuasaan Islam dipergunakan untuk mengurusi dan menyolusi berbagai permasalahan. Imam Al-Ghazali menyatakan, “Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar… Agama adalah fondasi (asasnya) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak punya fondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang tidak memiliki penjaga akan musnah.”
Sirah Rasulullah saw. menghimpun berbagai kisah luar biasa terkait sikap dan aktivitas politik beliau. Hal tersebut tampak saat Rasul berinteraksi dengan kaum kuffar, mengungkap rencana buruk mereka, dan mengadopsi berbagai kemaslahatan umat. Inilah konsep politik yang sesungguhnya, yakni mengurusi seluruh urusan manusia.
Aktivitas politik adalah segala aktivitas terkait pengaturan urusan masyarakat, baik urusan kekuasaan itu sendiri maupun pengawasan dalam mengatur urusan rakyat. Inilah fungsi utama sebuah parpol.
Perubahan yang dilakukan umat Islam haruslah mengacu metode perubahan yang sahih yang telah dicontohkan Baginda Rasulullah saw.. Dengan mendalami arah perjuangan Rasulullah saw., terdapat dua hal penting yang harus menjadi acuan arah perjuangan umat Islam hari ini.
Pertama, Rasulullah membina kader dakwah agar siap menjadi martil perubahan. Metode perubahan yang dilakukan Rasulullah saw. ialah melalui dakwah. Beliau membina para sahabat dan kaum muslim dengan akidah Islam dan pemikirannya.
Beliau dan kutlah dakwahnya berinteraksi dengan masyarakat dengan menyerang pemikiran, tradisi, dan sistem kufur yang ada di tengah-tengah mereka.
Kedua, perubahan yang dilakukan Rasulullah saw. adalah perubahan rezim dan sistem. Indikasinya adalah hijrah Rasul dari Makkah ke Madinah menjadi titik balik kemenangan kaum muslim.
Rasul mendirikan Daulah Madinah dan meletakkan dasar-dasar ketatanegaraan dengan penerapan syariat Islam secara kafah. Setelah Daulah berdiri, barulah beliau berani mengambil langkah dakwah dan jihad melalui futuhat dalam rangka mengislamisasi wilayah yang belum tersentuh dengan Islam.
Rasulullah tidak mengambil jalan perubahan dengan berkompromi dengan sistem jahiliah saat itu. Beliau intens melakukan kontak dan interaksi dakwah kepada kabilah-kabilah Quraisy dengan menjelaskan kerusakan sistem tersebut. Inilah jalan perubahan hakiki yang harus ditempuh umat jika tidak ingin terperosok di lubang yang sama berulang kali.
Katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At-Taubah: 105).
Sudah tampak nyata kerusakan demokrasi tidak bisa ditambal lagi. Berganti pemimpin tanpa pergantian sistem tidak akan mewujudkan perubahan hakiki. Sudah saatnya umat memiliki kesadaran akan pentingnya Islam sebagai solusi kehidupan tatkala ideologi kapitalisme beserta pemerintahan demokrasinya telah gagal mewujudkan perubahan.Wallahualam.