JAKARTA – Kenaikan harga Pertamax dari Rp 9.000 per liter menjadi Rp 12.500 per liter turut berpengaruh pada tingkat konsumsi. PT Pertamina (Persero) melalui subholding commercial & trading Pertamina Patra Niaga membenarkan, jika angka konsumsi Pertamax yang merupakan BBM jenis RON 92 itu memang terjadi penurunan.
“Sekitar 20 persen sih tingkat konsumsi Pertamax turun,” kata Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting kepada Sabtu.
Irto tak memungkiri realita, beberapa konsumen Pertamax memang migrasi untuk pindah memakai Pertalite. Meski memiliki kadar oktan lebih rendah (RON 90), tapi harga jualnya juga lebih irit yaitu Rp 7.650 per liter.
“Kalau masalah peralihaitu memang ada. Tapi kami menghimbau masyarakat agar menggunakan BBM sesuai dengan kriteria masing-masing kendaraannya. Diharapkan menggunakan BBM jenis RON sesuai dengan spec kendaraan,” pintanya.
Kendati begitu, ia mengklaim pengguna BBM jenis Pertamax saat ini masih cukup besar. Konsumsi Pertalite memang jauh mendominasi, namun pasar Pertamax yang segmented cenderung tetap bertahan.
“Kita secara kumulatif sampai bulan Mei ini, pengguna Pertamax di gasoline/bensin masih di level 19 persen, Pertalite 80 persen. Jadi masih cukup besar pengguna Pertamax,” paparnya. “Artinya, pengguna Pertamax secara kumulatif dari Januari-Mei totally masih cukup besar,” ujar Irto.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) baru saja menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dari Rp 9.000 per liter menjadi Rp 12.500 perliter per tanggal 1 April 2022, meski begitu harga tersebut masih lebih rendah dibandingkan negara lain.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, kenaikan harga Pertamax merupakan dampak kenaikan harga minyak dunia yang sudah sangat tinggi jika dibandingkan dengan harga minyak dunia tahun 2021.
Hal ini karena harga minyak dunia yang terus naik dimana salah satu persoalannya ada konflik Rusia-Ukraina yang belum juga selesai hingga embargo yang dilakukan negara Barat terhadap produk migas milik Rusia. Sedangkan Rusia memasok 11,4 persen dari total kebutuhan minyak dunia. lp6/mb06