Kamis, Juli 3, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Idul Fitri, Momentum Pencerahan Manusia

by matabanua
10 Mei 2022
in Opini
0
D:\Data\Mei 2022\1105\8\8\Nanang Qosim.jpg
Oleh: Nanang Qosim, S.Pd.I.,M.Pd , Dosen Agama Islam Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes Semarang

Idul fitri merupakan fase kembali pada kesucian yang notabene sebagai produk akhir dari puasa ramadan. Disinilah terdapat sinergi spiritualitas hubungan manusia secara vertikal kepada Allah swt. dengan interaksi sosial , sesama hamba Allah swt. Setelah berpuasa satu bulan penuh, ditutup dengan tradisi halal bi halal yang merupakan  sebuah momentum saling membuka hati dan  kesempatan untuk saling bermaafan. Tidak ada sekat yang memisahkan antar umat muslim, baik yang tua, muda, kaya, miskin, maupun  anak-anak, semua membaur menjadi satu sebagai tanda kemenangan dan keindahan atas hadirnya keagungan hari yang fitri.

Prosesi mudik lebaran membuat semua umat muslim sepertinya tidak peduli dengan persoalan efisiensi dan penghematan. Bahkan seluruh potensi keuangan yang didapat selama setahun penuh di perantauan akan dihabiskan hanya dalam waktu beberapa hari disaat lebaran tiba. Idul fitri disakralkan sebagai serba baru, pakaian  baru, perabotan rumah baru, mobil baru, dan sebagainya, sebagai lambang kemenangan.  Ada ungkapan, siapa yang mampu berkonsumsi secara sempurna maka dialah yang menjadi pemenang.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\3 Juli 2025\8\master opini.jpg

Berantas Narkoba Selamatkan Masyarakat

2 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Kampus Bentuk Satgas Perlindungan Perempuan, Sudah Cukupkah?

2 Juli 2025
Load More

Konsumsi menjadi praktik sosial yang selain untuk mereguk kenikmatan, juga penanda kemampuan untuk berpartisipasi dalam sebuah perayaan sakral. Konsumsi adalah realisasi kebahagiaan Sebagai praktek bersyukur, sehingga hari raya idul fitri telah terlanjur akrab dengan perilaku konsumtif, bahkan hiperkonsumsi. Akibatnya tidak terlalu mengagetkan jika  harga barang pun naik diluar perhitungan. Tidak jarang diantara pemudik yang memanfaatkan momentum  lebaran  sebagai ajang unjuk kehebatan  dan pamer kekayaan yang menggambarkan bahwa dirinya telah sukses diperantauan.

Dapat kita bayangkan jutaan orang bergerak dari satu titik ke titik yang lain, untuk mudik ke kampung halaman. Misi utamanya adalah bersilaturahmi,  sungkem kepada orang tua dan  sanak keluarga, disamping itu juga sekaligus bernostalgia di tempat mana mereka dilahirkan dimuka bumi ini.

Jika kita kalkulasi secara total pergerakan umat muslim dalam prosesi mudik lebaran tentunya ongkos ekonominya mencapai puluhan bahkan ratusan triliun rupiah. Sungguh merupakan sebuah kekuatan yang maha dahsyat. Pertanyaannya  apakah secara ekonomi  prosesi menyambut lebaran sebagai pemborosan dan menghambur-hamburkan uang? kita sulit untuk menganalisanya.

Yang pasti hidup ekonomis harus tetap menjadi pilihan umat muslim. Dalam hidup ekonomis berlaku pemenuhan kebutuhan bukan keinginan. Anggaran pokok tidak hanya kebutuhan sehari-hari, tetapi juga ada anggaran infaq atau zakat dan juga anggaran lainnya seperti naik haji. Pentingnya hidup ekonomis hendaknya disadari umat muslim sejak dini, mengingat semua orang saat ini terjebak dalam kubangan utang, bukan karena tidak cukup uang, tetapi lebih karena hidup boros. Mereka  terjebak pada pemenuhan keinginan bukan pada pemenuhan kebutuhan. Karena itu prosesi mudik lebaran hendaknya menjadi bahan perenungan bagi  kita semua, bahwa umat muslim harus bangkit dan terhindar dari malapetaka yang namanya kemiskinan, kebodohan  dan kemelaratan. Sungguh sangat prihatin di negara yang mayoritas penduduknya muslim, namun  kita sulit sekali menemukan orang muslim yang kaya dan punya pengaruh strategis serta peduli dengan sesama umatnya.

Manusia terlahir memilki karakteristik yang berlawanan, yaitu dari sisi jasadnya dan dari sisi ruhnya. Dari asal jasadnya manusia cenderung berperilaku menyimpang yaitu bersifat angkuh,  murka, dan mengutamakan kesenangan hidup duniawi. Sementara itu dari asal ruhnya, manusia berperilaku lemah lembut, baik, cinta kasih dan selalu berkorban demi kepentingan publik serta menolong sesama.

Sifat jasadiyah itulah yang membuat manusia sering terbawa nafsu angkara murka, tamak dan mengutamakan keuntungan pribadi serta kelompoknya. Tanpa ia sadari sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari bergelimang dengan dosa. Ia memang telah berhaji, berjanggut, berbaju taqwa tapi korupsi, manipulasi dan mengkotak katik angka dalam  kwitansi terus ia jalankan demi untuk keuntungan pribadi.

Kita terlalu sering terjebak oleh simbol dan tradisi tanpa diikuti dengan perenungan hati, sehingga nilai-nilai sakral idul fitri tidak dapat dijadikan sebagai terapi hati dan terapi sosial yang merupakan internalisasi sikap dan akhlak. Akibatnya, sepeninggal idul fitri kita kembali pada zona kenyamanan  meskipun secara batiniah bertentangan dengan hati nurani.

Maka yang biasa korupsi akan kembali asyik dengan penyelewengannya, yang  menjadi hakim dan jaksa kembali kepada kebiasaan lama jual beli keadilan, yang menjadi pejabat asik bermain projek untuk memperkaya diri, yang menjadi wakil rakyat  asik berpetualang mengurus gratifikasi termasuk memberi gratifikasi cinta, dan tidak mau ketinggalan para pebisnispun asik berspekulasi. Seakan perayaan idul fitri dipandang sebagai pesta kebahagiaan duniawi, sebagai simbul kemewahan, dan ajang unjuk kehebatan dan kekayaan.

Oleh karena itu marilah kita pada momentum idul fitri kita kembali kepada ajaran agama kita  untuk membiasakan  membangun sikap hidup yang amanah. Kita maksimalkan yang menjadi hak, dan kita lupakan yang bukan menjadi hak. Atas nama Allah menyebarkan kedamaian, keselamatan dan ketenteraman peradaban manusia. Inilah makna sejati setelah satu bulan penuh kita berpuasa, yang ditutup dengan idul fitri. Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.

Tags: Dosen Agama Islam Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes Semarangidul fitriNanang Qosim
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA