Oleh: Ummu Wildan
Berada di posisi keempat besar dunia terkait stunting, Indonesia patut mengevaluasi diri. Lebih dari 5,35 juta anak menderita stunting. Bisa dibayangkan masa depan Indonesia ketika anak-anak tersebut yang akan mengisi kemerdekaan ini.
Anak-anak yang gagal tumbuh akibat kekurangan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan ini mengindikasikan banyak masalah lanjutan. Mereka rentan terhadap berbagai penyakit akibat minimnya gizi yang dibutuhkan untuk mendukung imunitas mereka. Tingkat kecerdasan mereka pun cenderung rendah karena gizi yang diperlukan untuk nutrisi otak dan alat indera tidak mencukupi.
Kedua hal ini di kemudian hari akan menjadi faktor yang menurunkan rendahnya kualitas generasi. Indonesia disebut akan mengalami kerugian Rp 300 triliun per tahun akibat produktivitas mereka yang rendah.
Menghadapi bahaya ini, pemerintah menggencarkan kampanye pencegahan pernikahan dini yang disebut sebagai penyebab tingginya angka stunting. Perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun disebut belum memiliki ilmu yang memadai mengenai tumbuh kembang anak dan gizi yang diperlukan.
Untuk mengatasi stunting peran ibu memang penting. Informasi yang minim terkait tumbuh kembang anak dan gizi yang mereka perlukan bisa menyebabkan ibu lalai dalam merawat anak. Namun hal ini tidak berkorelasi langsung dengan usia. Informasi bisa ditanamkan pada perempuan sejak usia dini agar mereka bisa memperhatikan kebutuhan gizi mereka sendiri. Perempuan yang kurang gizi sebelum kehamilan berpotensi memiliki generasi penerus yang kurang gizi pula Mereka pun dapat terlibat dalam mendidik lingkungan sekitar ketika mereka berinteraksi sosial, baik terhadap adik, keponakan, bahkan mungkin tetangga. Dengan hal ini bahkan perempuan bisa punya keterampilan bersosialisasi.
Sayangnya penyampaian informasi seperti ini sulit berjalan dalam sistem sekarang. Pendidikan Indonesia membebani pembelajar dengan muatan kurikulum yang begitu luas. Pembelajar harus mempelajari berbagai bidang ilmu yang sebagian tak teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik rakyat harus mau membayar lebih.
Selain terkait minimnya pengetahuan, faktor utama penyebab stunting adalah asupan gizi yang rendah. Harga bahan makanan yang diperlukan untuk tumbuh kembang anak semakin meroket. Sumber daya alam yang begitu banyak dan bervariatif di negeri ini tak bisa dinikmati sebagian masyarakat. Dengan rumah mengontrak dan fasilitas air bersih yang minim, mengindikasikan daya beli yang rendah. Rakyat dipaksa bersyukur tidak mati kelaparan. Lagi-lagi, kemiskinanlah yang menjadi pemicu utama stunting.
Kemiskinan memang sesuatu yang alamiah. Di setiap era, kita bisa menemukannya. Namun dengan penerapan sistem kapitalisme sekuler, kemiskinan menjadi terstruktur dan sistematis. Negara yang seharusnya bertanggung jawab memelihara fakir miskin dibuat pincang. Adanya beragam undang-undang yang beraroma liberalisasi ekonomi memaksa negara mengizinkan para kapitalis besar mengelola kekayaan alam yang begitu banyak. Rakyat hanya bisa berebut dengan makanan sisa.
Hal ini bertentangan dengan aturan Sang Pencipta. Allah SWT menetapkan bahwa sumber daya alam yang melimpah harus dijadikan kepemilikan orang banyak. Dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad disebutkan bahwa kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput air dan api. Tugas negara adalah mengelola sumber daya alam ini untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat per individu.
Selain negara, masyarakat juga disuasanakan memiliki kepedulian sosial. Zakat dan sedekah dijanjikan pahala yang berlipat ganda. Berbagai bahaya akan dijauhkan dari orang yang bersedekah. Begitupun naumgan di hari kiamat. Adapun zakat adalah perkara yang wajib bagi orang yang memenuhi syarat tertentu. Maka negara turut andil untuk menarik zakat dan membagikan bagi 8 golongan yang ditentukan, termasuk fakir miskin.
Individu lelaki pun diarahkan untuk bekerja. Rasulullah SAW pernah mencium tangan Sa’ad bin Muadz, ra. Hal ini beliau lakukan setelah mengetahui bahwa tangan Sa’ad kasar karena bekerja mengolah tanah dan mengangkut air. Beliau bahkan menyebut bahwa tangan itulah yang dicintai Allah SWT dan Rasul-Nya, dan tidak akan disentuh oleh api neraka.
Rasulullah SAW juga membantu mencarikan pekerjaan bagi yang memerlukan. Ketika ada seorang meminta-minta, beliau menanyakan kepada orang tersebut apakah dia memiliki barang yang bisa dijual. Ketika orang itu membawakan barangnya, Rasulullah SAW membantu menjualkan dan memerintahkan ia menggunakan sebagian untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, dan sebagian lagi untuk membeli kapak untuk dijadikan modal mencari kayu bakar. Pada era saat ini, peran negara dalam menyediakan lapangan kerja sangat diperlukan agar rakyat dapat berusaha memenuhi sendiri kebutuhan pokoknya.
Adapun bagi orang-orang yang tidak mampu bekerja dan tidak memiliki wali yang mampu bertanggung jawab atas mereka, maka negara bertanggung jawab mengurus mereka. Hal ini pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Ketika suatu malam beliau menemukan sebuah rumah yang di dalamnya ada seorang ibu beserta anak-anak yang menangis kelaparan, beliau bergegas menuju Baitul Mal untuk mengambil bahan-bahan pokok untuk keluarga tersebut.
Demikianlah dalam Islam diperlukan keterlibatan negara, masyarakat, dan individu dalam mengentaskan kemiskinan yang menjadi pemicu utama stunting. Islam menyelesaikan stunting dari akarnya.
Berbeda dengan sistem saat ini yang mencoba menyelesaikan masalah tanpa melihat akar permasalahan. Mencegah pernikahan dini tanpa memecahkan masalah kemiskinan yang terstruktur dan sistematis tidak akan bisa menyelesaikan masalah tingginya angka stunting. Ibarat mencoba memadamkan api di permukaan, tapi bahan bakar di bawahnya melimpah ruah. Hal ini bahkan berpotensi akan menimbulkan berbagai masalah baru seperti maraknya perzinahan, penyakit menular seksual, kehamilan di luar nikah, hingga aborsi.
Tidakkah aturan Allah SWT lebih baik bagi mereka yang mau berfikir?