Mata Banua Online
Rabu, Desember 31, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
Mata Banua Online
No Result
View All Result

UMP Tak Dorong Daya Beli

by Mata Banua
30 Desember 2025
in Ekonomi & Bisnis
0

JAKARTA – Sebanyak 38 gubernur telah mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026, yang secara median tercatat sebesar 6,12%.

Ekonom menilai transmisi kenaikan upah buruh tersebut belum mampu meng­akselerasi pertumbuhan ekonomi pada tahun depan.

Berita Lainnya

G:\2025\Desember 2025\31 desember 2025\6\Hal Ekonomi, 31 Desember\master 6.jpg

Aktivasi Akun Coretax

30 Desember 2025
G:\2025\Desember 2025\31 desember 2025\6\Hal Ekonomi, 31 Desember\hal 6 - 2 klm (KIRI).jpg

Nilai Tukar Rupiah Menguat

30 Desember 2025

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mengatakan dampak positif dari penyesuaian upah ini akan paling terasa pada segmen pekerja formal yang pendapatannya berada di sekitar batas minimum.

Menurutnya, kelompok ini memiliki marginal propensity to consume yang tinggi alias kenaikan pendapatan biasanya langsung dibelanjakan untuk kebutuhan pokok.

Akibatnya, kenaikan UMP 2026 diyakini mampu memberikan bantalan bagi daya beli masyarakat untuk kelompok menengah ke bawah. “Ini akan cepat mengalir ke konsumsi harian dan membantu menahan pelemahan daya beli kelompok bawah,” ujarnya dikutip Selasa.

Adapun, daya beli masyarakat ter­cermin dari data konsumsi rumah tangga. Selama ini, konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal III/2025 misalnya, konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar 53,14% dari pembentukan produk domestik bruto (PDB).

Oleh sebab itu, kenaikan upah diharapkan dapat mendorong konsumsi rumah tangga sehingga mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.

Kendati demikian, Josua memberikan catatan bahwa jangkauan dampak kenaikan upah tidak akan merata. Pasalnya, struktur ketenagakerjaan Indonesia masih dido­minasi oleh porsi pekerja informal yang cukup besar, sehingga tidak tersentuh oleh kebijakan UMP.

Selain itu, bagi pekerja formal yang pendapatannya sudah berada di atas batas minimum, penyesuaian UMP tidak serta-merta mengerek pendapatan mereka secara otomatis. “Sehingga tambahan dari penyesuaian UMP tidak otomatis menaikkan pendapatan mereka,” jelasnya.

Di sisi lain, Josua juga menyoroti risiko dari sisi pelaku usaha. Kenaikan UMP yang melampaui kenaikan pro­duktivitas berpotensi mendorong korporasi melakukan pengetatan biaya operasional. “Bisa lewat penundaan rekrutmen, pengurangan jam kerja lembur, atau efisiensi lain. Apalagi ketika sektor riil masih menghadapi tekanan permintaan dan risiko pemutusan hubungan kerja [PHK] di sejumlah industri,” jelasnya.

Terkait dampak terhadap inflasi, Josua memproyeksikan kenaikan upah minimum berpotensi menambah tekanan harga, terutama pada sektor padat karya seperti ritel, penyediaan makan minum, transportasi, dan sebagian manufaktur. bisn/mb06

 

Mata Banua Online

© 2025 PT. Cahaya Media Utama

  • S0P Perlindungan Wartawan
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper