Mata Banua Online
Jumat, Desember 19, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Kesehatan Gigi dan Mulut sebagai Tanggung Jawab Bersama

by Mata Banua
18 Desember 2025
in Opini
0
G:\2025\Desember 2025\19 Desember 2025\8\Opini Jumat\Irmanita Wiradona.jpg
Irmanita Wiradona, S.SiT., M.Kes (Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang, Peneliti Bidang Kesehatan Gigi)

Kesehatan gigi dan mulut hingga kini masih menjadi persoalan yang kerap terpinggirkan dalam perhatian masyarakat Indonesia. Banyak orang menganggap masalah gigi sebagai keluhan ringan yang tidak berdampak besar pada kesehatan secara keseluruhan. Padahal, gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem kesehatan tubuh manusia. Gangguan pada gigi dan mulut bukan hanya menimbulkan rasa nyeri, tetapi juga dapat memengaruhi asupan gizi, konsentrasi belajar, hingga kualitas hidup seseorang.

Data nasional menunjukkan bahwa masalah kesehatan gigi dan mulut masih menduduki posisi tinggi dalam daftar keluhan masyarakat. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) diketahui bahwa prevalensi nasional masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia tahun 2023 sebesar 56,9% mengalami masalah gigi dan mulut. Salah satu masalah yang paling dominan adalah karies gigi atau gigi berlubang, yang banyak ditemukan pada anak dan remaja usia sekolah. Sayangnya, kondisi ini masih sering dianggap wajar, baik oleh orang tua, pendidik, maupun lingkungan sekitar.

Berita Lainnya

G:\2025\Desember 2025\19 Desember 2025\8\Opini Jumat\Fikril Musthofa.jpg

Kampus, Wirausaha, dan Amanah Pendidikan dalam Perspektif Islam

18 Desember 2025
G:\2025\Desember 2025\18 Desember 2025\8\8\Nanang Qosim.jpg

Mahabbah: Mencintai Tanpa Kehilangan Arah

17 Desember 2025

Anggapan bahwa gigi berlubang adalah hal biasa membuat upaya pencegahan sering kali terabaikan. Banyak anak baru mendapatkan perhatian ketika rasa sakit sudah mengganggu aktivitas belajar dan ibadah. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada siswa sekolah umum, tetapi juga pada santri yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan berasrama, seperti pondok pesantren.

Lingkungan pendidikan berasrama memiliki karakteristik tersendiri. Anak-anak dan remaja tinggal bersama dalam satu kawasan dengan aktivitas yang padat dan jadwal yang ketat. Kondisi ini membuat perhatian terhadap kesehatan pribadi, termasuk kesehatan gigi dan mulut, sering kali bukan menjadi prioritas utama. Banyak penelitian yang menunjukkan masyarakat memiliki status kesehatan gigi yang tergolong buruk. Temuan ini mengindikasikan tingginya angka karies gigi di lingkungan sekitar kita.

Karies gigi pada dasarnya merupakan penyakit yang dapat dicegah. Proses terjadinya karies bermula dari sisa makanan, terutama yang mengandung gula, yang menempel pada permukaan gigi. Sisa makanan ini kemudian diolah oleh bakteri di dalam rongga mulut menjadi asam. Jika kondisi asam berlangsung terus-menerus, maka lapisan gigi akan terkikis dan terbentuklah lubang pada gigi. Tanpa perawatan dan kebiasaan kebersihan yang baik, kerusakan gigi akan semakin parah.

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak dan remaja baru memeriksakan giginya ketika kondisi sudah cukup berat. Rasa nyeri yang hebat, pembengkakan, atau gangguan saat makan menjadi pemicu utama mereka datang ke dokter gigi. Tidak jarang, perhatian orang tua baru muncul ketika anak pulang ke rumah dalam kondisi gigi yang sudah rusak parah. Padahal, perawatan gigi pada tahap awal jauh lebih sederhana dibandingkan perawatan gigi yang telah mengalami kerusakan berat.

Gigi yang mengalami kerusakan parah membutuhkan penanganan yang lebih kompleks dan memerlukan beberapa kali kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Bagi anak-anak yang tinggal di asrama atau memiliki keterbatasan waktu, kondisi ini sering menjadi kendala. Akibatnya, proses perawatan tidak tuntas dan pilihan terakhir yang diambil adalah pencabutan gigi. Padahal, kehilangan gigi bukanlah solusi akhir dari permasalahan.

Gigi yang dicabut seharusnya digantikan dengan gigi tiruan untuk menjaga keseimbangan fungsi pengunyahan dan kesehatan gigi lainnya. Jika tidak, gigi di sekitarnya dapat bergeser dan menimbulkan masalah baru. Dengan kata lain, satu masalah gigi yang dibiarkan dapat memicu rangkaian persoalan kesehatan yang lebih luas.

Selain faktor makanan dan bakteri, perilaku menjaga kebersihan gigi juga berperan besar dalam terjadinya karies. Beberapa penelitian menunjukkan adanya kebiasaan yang kurang tepat dalam perawatan gigi di kalangan anak dan remaja, termasuk kebiasaan saling meminjam atau bertukar sikat gigi. Padahal, sikat gigi dapat menjadi media perpindahan bakteri dari satu individu ke individu lain. Jika satu anak memiliki karies gigi, maka risiko penularan bakteri ke anak lain menjadi lebih besar.

Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut turut memengaruhi sikap dan perilaku anak dalam menjaga kebersihan giginya. Keterbatasan akses informasi, baik di sekolah maupun di lingkungan berasrama, menjadi salah satu faktor penyebab. Di beberapa lingkungan pendidikan, penggunaan media informasi seperti televisi atau gawai pribadi dibatasi, sehingga informasi kesehatan tidak tersampaikan secara optimal.

Padahal, nilai-nilai agama, khususnya dalam Islam, telah lama mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan, termasuk kebersihan gigi. Rasulullah Saw memberikan teladan yang sangat jelas terkait perawatan gigi melalui anjuran bersiwak. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa beliau hampir mewajibkan bersiwak setiap kali hendak melaksanakan shalat, jika hal itu tidak memberatkan umatnya. Pesan ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kebersihan gigi sebagai bagian dari kesiapan beribadah.

Shalat yang dilaksanakan lima kali sehari menjadi pengingat bahwa kebersihan, termasuk kebersihan gigi, seharusnya dijaga secara konsisten sepanjang hari. Ajaran ini relevan tidak hanya bagi santri, tetapi juga bagi seluruh peserta didik di berbagai jenjang pendidikan. Islam menempatkan kebersihan sebagai bagian dari iman, sehingga menjaga kesehatan gigi bukan sekadar persoalan medis, tetapi juga nilai moral dan spiritual.

Dalam konteks pendidikan anak dan remaja, peran orang tua sejatinya sangat penting dalam membentuk kebiasaan menjaga kesehatan gigi. Namun, ketika anak berada di lingkungan sekolah berasrama atau menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, peran tersebut secara tidak langsung beralih kepada pendidik. Oleh karena itu, guru, ustadz, dan pengasuh memiliki tanggung jawab strategis dalam menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk perawatan gigi dan mulut.

Pendidik idealnya dibekali dengan pengetahuan dasar tentang kesehatan gigi agar dapat menjadi teladan sekaligus pembimbing bagi peserta didik. Edukasi kesehatan gigi tidak harus selalu disampaikan dalam bentuk formal, tetapi dapat diintegrasikan dalam kebiasaan sehari-hari dan keteladanan sikap.

Untuk mewujudkan generasi muda dengan gigi yang sehat serta mendukung target Indonesia bebas karies tahun 2030, diperlukan sinergi berbagai pihak. Orang tua, sekolah, tenaga kesehatan, dan lingkungan pendidikan harus berjalan seiring. Penyuluhan kesehatan gigi secara berkala perlu dilakukan, tidak hanya kepada peserta didik, tetapi juga kepada para pendidik agar pesan kesehatan dapat diteruskan secara berkelanjutan.

Pendekatan edukasi yang mengaitkan nilai kesehatan dengan ajaran agama juga dapat menjadi strategi efektif. Penjelasan tentang kebersihan gigi yang dikaitkan dengan nilai ibadah, etika, dan tanggung jawab terhadap diri sendiri akan lebih mudah diterima oleh anak dan remaja. Kebijakan sederhana, seperti membiasakan menyikat gigi sebelum shalat atau sebelum memulai kegiatan belajar, dapat menjadi langkah awal membangun budaya sehat.

Dengan komitmen bersama dan pendekatan yang berkelanjutan, diharapkan anak-anak Indonesia, baik santri maupun siswa sekolah umum, dapat tumbuh dengan kebiasaan menjaga kesehatan gigi yang baik. Senyum sehat generasi muda bukan hanya cerminan kesehatan individu, tetapi juga investasi jangka panjang bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia.

 

Mata Banua Online

© 2025 PT. Cahaya Media Utama

  • S0P Perlindungan Wartawan
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper