
BANJARMASIN- Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Perdagangan, yang merupakan inisiasi rekan-rekan di Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Selatan terus digodok.
Kali ini Pansus Raperda tentang Penyelenggaraan Perdagangan melibatkan Dinas Perdagangan Provinsi Kalsel danlainnya.
“Sebagai Ketua Pansus, kami sangat mengapresiasi keterlibatan seluruh anggota DPRD yang sangat komunikatif dan antusias dalam membahas Raperda ini,” ujar Ketua Pansus Raperda tentang Penyelenggaraan Perdagangan,M Yani Helmi di Banjarmasin,Selasa (16/12).
Perda ini kembali ia tegaskan merupakan satu-satunya di Indonesia, dan bahkan pihak kementerian pun memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif daerah.
Apabila ke depan terdapat perubahan regulasi di tingkat pusat, tentu akan di sesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
“Pada pertemuan hari ini, kami membahas secara rinci pasal demi pasal dan ayat demi ayat yang termuat dalam Raperda. Kami juga membuka ruang seluas-luasnya untuk menerima masukan dan pandangan dari pemerintah daerah, khususnya Dinas Perdagangan. Bahkan, kami turut melibatkan Pak Solkhan selaku mantan Kepala Dinas Perdagangan, agar pengayaan materi dan substansi Raperda ini benar-benar komprehensif,”jelasnya.
Ke depan, Raperda ini juga akan melalui tahapan uji publik, sehingga regulasi yang dihasilkan benar-benar mampu menjawab tantangan zaman dalam penyelenggaraan perdagangan di Kalimantan Selatan.
“Kita sangat membutuhkan payung hukum yang kuat dan jelas terkait perdagangan, baik yang berkaitan dengan sektor batu bara, kelapa sawit, produk pertanian, maupun sektor industri lainnya,” tambahnya.
Raperda ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan pelaku usaha, baik usaha kecil, menengah, maupun besar. Oleh karena itu, keberadaannya sangat mendesak dan perlu segera diselesaikan.
“Dalam pembahasan tadi, kami juga menyinggung persoalan tera dan tera ulang. Saat ini, kewenangan tera telah dialihkan dari provinsi ke kabupaten/kota, sementara di sisi lain banyak kabupaten/kota yang belum memiliki peralatan tera maupun sumber daya manusia (SDM) yang memadai,” tegasnya.
Padahal, undang-undang terkait sudah berlaku sejak tahun 2024. Satu-satunya peralatan tera yang sebelumnya dimiliki Provinsi Kalsel yang berada di kabupaten/kota, telah dihibahkan kepada Kota Banjarbaru.
Hal ini tentu menjadi persoalan tersendiri. Pemerintah kabupaten/kota perlu didorong untuk memiliki peralatan tera beserta SDM yang memiliki kompetensi dan sertifikasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan dan hukum.
“Melalui Perda ini, ia berharap meskipun terdapat batasan kewenangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, tetap ada dorongan yang kuat agar kabupaten/kota mampu menyediakan alat tera tersebut.
Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kecurangan di lapangan, mulai dari pengukuran hasil panen seperti gabah dan beras, hingga seluruh komoditas perdagangan lainnya.
“Kami juga membahas kewenangan terkait tera pada SPBU. Selama ini sering muncul keluhan adanya perbedaan ukuran antara alat ukur dan hasil yang diterimamasyarakat,” katanya.
Standar pengawasan dan pihak yang bertanggung jawab harus jelas. Melalui Perda ini, kami berharap persoalan-persoalan tersebut dapat dijawab secara tegas dan terstruktur.
“Oleh karena itu, kami terus membuka ruang pengayaan dan masukan, meskipun Raperda ini baru berjalan sekitar dua bulan dengan progres yang sangat cepat,” ujarnya.
Sebagai Ketua dan Wakil Ketua Pansus, bersama seluruh anggota Pansus, kami mendorong pemerintah daerah dan pelaku usaha untuk memberikan input yang konstruktif agar Raperda ini dapat segera difinalisasi dan diimplementasikan secara efektif.rds

