Oleh : Siti Sarah
Melihat fenomena yang terjadi hari ini,dimana banyak anak muda lebih mementingkan kestabilan ekonomi dari pada menikah. Menurut mereka segala sesuatu memerlukan uang untuk dapat memilikinya, dan di tengah-tengah kehidupan kapitalis saat ini semua serba materialistis dan dinilai berdasarkan uang. Sehingga ini berpengaruh kepada cara pandang mereka, salah satunya memandang pernikahan. Tidak jarang kita dapati alasan menunda atau memutuskan untuk tidak menikah karena alasan ekonomi.
Pernikahan yang banyak kita lihat hari ini, memerlukan biaya yang besar mulai dari persiapan resepsi dan lain-lain. Tak jarang hanya untuk mengejar gengsi rela berhutang sana sini. Belum lagi kehidupan setelah menikah,dengan berbagai kebutuhan hidup, hunian yang harganya melambung tinggi. Kemudian lagi dengan persaingan di dunia kerja menjadi salah satu alasan generasi muda enggan untuk menikah.
Akhir-akhir ini juga berhembus narasi “Marriage is scary” memberikan ketakutan akan pernikahan, bayang-bayang perselingkuhan,KDRT yang terfakta melalui media sosial,membuat citra pernikahan yang bahagia terasa sulit untuk di wujudkan.
Kehidupan sistem kapitalis saat ini berpengaruh kepada pemahaman generasi muda terhadap sebuah pernikahan. Dengan beban kebutuhan hidup yang banyak membuat pernikahan sebagai sebuah beban, belum lagi dengan gaya hidup yang hedonis dan materialistis menilai arti kebahagiaan adalah dengan memiliki materi sebanyak-banyaknya, kesenangan jasmani yang selalu terpenuhi, sehingga ketika permasalahan ditemui dalam kehidupan berumahtangga maka terasa sebagai beban berat yang sulit untuk di pikul. Belum lagi kurangnya kematangan secara emosional pada pasangan membuat masalah sulit untuk diselesaikan dan tak jarang berakhir dengan perceraian.
Sebagai seorang muslim kita sering mendengar bahwa pernikahan adalah ibadah,bahkan ibadah yang panjang. Dengan menikah berarti kita telah mewujudkan separuh dari agama kita. Di sini Islam memandang bahwa menikah adalah sesuatu yang mulia, yang dapat melindungi seorang muslim dari perbuatan maksiat karena telah memiliki pasangan yang sah. Dengan menikah pula kita memiliki tujuan untuk memiliki keturunan sebagai investasi dunia dan akhirat.
Sungguh ironis ketika menikah yang tadinya di pandang sebagai sesuatu yang mulia, tapi dengan serangan pemikiran saat ini di pandang sebagai satu momok menakutkan, yang membuat orang takut untuk menikah. Mereka lebih memilih bersenang-senang dengan pasangan yang tidak sah tanpa terbebani dengan komitmen, yang penting suka sama suka.
Keberadaan negara juga tidak kalah penting sebagai institusi yang mengurusi rakyat. Salah satu kebutuhan masyarakat terutama laki-laki adalah tersedianya lapangan pekerjaan. Laki-laki sebagai kepala rumah tangga bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga dari hasil pekerjaannya.
Indonesia adalah negara yang besar, berbagai kekayaan alam kita miliki. Dengan pengelolaan secara Islam yang mana kekayaan alam tersebut dikelola oleh negara, bukan di kelola oleh swasta ataupun asing maka manfaatnya akan di rasakan merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Bayangkan sumber daya alam yang begitu besar saat ini hanya di rasakan oleh para kapitalis semata.
Salah satu hal yang sangat penting adalah pendidikan. Melalui pendidikan ini akan menghasilkan produk generasi yang akan datang dan di sini Islam punya program untuk membentuk seseorang untuk berkarakter Islam, memiliki kepribadian Islam. Menjadi muslim yang taat serta tangguh dalam menghadapi permasalahan hidup. Dalam kehidupan rumah tangga pun pasti akan di temui berbagai permasalahan dan dengan penerapan sistem hidup dan pendidikan Islam maka seseorang tidak akan mudah berputus asa dan berusaha mencari solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
Pernikahan adalah sesuatu yang mulia, Islam telah menetapkan demikian. Dengan menikah diharapkan akan memperoleh ketenangan, kebahagiaan dan ini perlu adanya peran negara untuk mewujudkannya. Dengan penerapan sistem Islam ditengah-tengah kehidupan akan membantu mewujudkan hal tersebut. Penyediaan lapangan kerja, kebutuhan hidup yang terjangkau, kemudahan dalam mengakses berbagai kebutuhan hidup lainnya seperti pendidikan, kesehatan yang berpengaruh besar bagi kehidupan.

