Mata Banua Online
Senin, Desember 15, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Kode Dan Norma Hukum

by Mata Banua
14 Desember 2025
in Opini
0

Oleh : Tomy Michael (Dosen FH Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)

Di dunia ini, manusia patuh karena beberapa hal seperti adanya sanksi, adanya pengaruh, adanya trauma, adanya kesadaran hingga faktor metafisika lainnya. Permasalahan itu ternyata tidak bisa diselesaikan secara cepat namun penguasa bisa membuatnya menjadi mudah. Lantas apakah kepatuhan itu adalah suatu kewajiban yang melekat pada diri kita sehingga harus dilakukan? Dalam perspektif filsafat hukum, manusia cenderung mengikuti apa yang dipikirkannya dan melihat keuntungan bagi dirinya. Hal ini menjadi penting untuk direnungkan karena seluruhnya kembali lagi pada penguasa.

Berita Lainnya

D:\2025\Desember 2025\15 Desember 2025\8\opini Senin\Fikril Musthofa.jpg

Bunuh Diri dan Perlunya Kembali pada Ajaran Islam

14 Desember 2025
Berburu Wajib Pajak: Beban Rakyat di Tengah Krisis Anggaran

Pandangan Islam terhadap Fenomena Marriage Is Scary

14 Desember 2025

Keuntungan apakah yang diterima masyarakat ketika ia patuh pada norma hukum? Hidup bisa nyaman, sejahtera hingga ajal menjemput. Tetapi tidak satu pun norma hukum menawarkan hadiah bagi masyarakat yang bisa mengalahkan kehendak alamiahnya. Apa yang kita peroleh ketika dalam waktu dua puluh tahun tidak pernah menerobos lampu merah? Apakah kita memperoleh hadiah jutaan rupiah dari negara atau liburan yang melimpah? Tentu tidak karena keberadaan negara itu sendiri sebetulnya ingin melindungi siapapun terutama mereka yang tidak memiliki kemampuan mempertahankan hidupnya. Masyarakat yang mempertahankan hidupnya tetap memiliki hak asasi yang sama dengan mereka yang belum memiliki hak asasi karena tidak mengetahui kewajiban asasinya.

Lawrence Lessig memberikan tingkat kepatuhan melalui “code is law”. Ia mengatakan bahwa keberadaan dunia maya adalah kekuasaan yang tidak dimasuki oleh negara. Teori bernegara pada saat itu tidak mampu memberikan ilustrasi karena dianggap terjadinya sangat lama. Ketika permasalahan hukum terjadi di era teknologi maka pemikirannya dimunculkan kembali. Kapasitas regulasi yang dimiliki oleh sebuah kode dan hukum adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Masyarakat diatur oleh aturan yang berada dalam visual faktual. Misalnya seseorang melemparkan batu ke bis yang melaju maka akan sangat mudah untuk melakukan penelusuran akan pelakunya.

Apakah hal yang sama dapat dilakukan ketika ia memberikan ujaran kebencian pada penikmat kopi melalui laman media sosial? Seluruhnya sangat mudah tetapi aturan dalam code is law seolah-olah lebih membuat orang menjadi lebih terlindungi. Mereka mengetahui bahwa segala sesuatu bisa saja terjadi dan kejadian itu bisa saja tidak terjadi ketika mereka patuh. Contoh sederhana ketika seseorang memasang sebuah aplikasi maka pertanyaan yang muncul dengan pilihan ya atau tidak akan dianggap sebagai penghambat sehingga secara alamiah akan memilih ya. Orang akan mengesampingkan kepatuhan pada norma hukum dengan harapan hal itu tidak menjadi bagian dari dirinya.

Bisa dihitung berapa jam dalam sehari hidup kita dikontrol dalam code is law? Pada akhirnya hidup kita dikontrol oleh seseorang yang seseorang itupun juga tidak mengetahui bagaimana sistem hukum di Indonesia bekerja. Sebagai contohnya bahwa Indonesia mengakui hukum agama dan hukum adat, terkesan sangat tertinggal namun ia adalah yang utama. Konsep-konsep demikian juga harus membuat negara bisa menunjukkan sisi kenegaraannya dalam wujud digital. Tidak perlu lagi pembedaan antara kedaulatan faktual dan yang sifatnya digital.

Apabila pembedaan terjadi maka negara menjadi tidak siap dan sangat sulit untuk menyelesaikan permasalahannya. Sudah saatnya negara mempromosikan hukum adat dalam konteks yang menarik. Bisa melalui interaksi di tempat wisata, penerjemahan ke dalam bahasa asing dengan kunjungan terbanyak ke Indonesia ataupun promosi melalui diplomasi yang menarik.

Warga negara Jepang wajib mengetahui bagaimana hukum kawin lari di suatu daerah di Indonesia agar mereka tidak mengatakan itu sebagai bentuk penistaan terhadap individu. Isu-isu demikian akan terus bergulir dan dipandang harus diselesaikan secara viral juga.

Code is law dan norma hukum adalah hal yang memiliki relasi kuat. Jadi ketika itu menjadi penolakan bagi negara lain maka Indonesia bisa menyelesaikannya secara modern dan ortodoks.

Mata Banua Online

© 2025 PT. Cahaya Media Utama

  • S0P Perlindungan Wartawan
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper