
Perlindungan terhadap segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia merupakan tujuan Negara Indonesia, termaktub jelas dan menjadi amanat yang tertuang dalam Alinea ke – IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Guna mencapai tujuan Negara, Indonesia menempatkan Hukum sebagai “Panglima” dan instrumen mutlak guna mengatur segala tatanan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Supremasi hukum diwujudkan melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang dilandasi nilai-nilai luhur bangsa dan falsafah ideologi Negara yaitu Pancasila. Negara kemudian berkewajiban memberikan perlindungan hukum terhadap setiap lapisan masyarakat, sampai tatanan daerah.
Salah satu program Asta Cita yang telah dicanangkanPresiden Republik Indonesia, salah satunya melalui penguatan reformasi hukum, dimaksudkan guna menjamin penegakan hukum dijalankan secara profesional, non diskriminasi dan berkeadilan, serta mencegah pemanfaatan hukum sebagai alatkekuasaan. Mendukung visi-misi dimaksud, Kementerian Hukum kemudian menetapkan program prioritas dengan melaksanakan pembentukan Pos Bantuan Hukum (Posbankum) pada seluruh Desa/Kelurahan di Indonesia. Keberadaan Posbankum diharapkan mampumeningkatkan pembangunan kesadaran hukum masyarakat sampai tingkat Desa/Kelurahan.
Pembentukan Posbankum Desa/Kelurahan merupakan satu langkah strategis guna memberikan kontribusi implementatif dalam menyediakan akses keadilan bagi masyarakat. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang menjadi dasar utama pemberian bantuan hukum kepada masyarakattidak mampu. Posbankum bertujuan untuk memberikan layanan bantuan hukum yang mudah dijangkau, sekaligus menjadi wadah penyelesaian sengketa, peningkatan kesadaran hukum, dan pendampingan hukum bagi masyarakat.Selain itu,dimaksudkan untuk mendorong peran Kepala Desa/Lurah sebagai juru damai yang keberadaannya mampu menjangkau lapisan masyarakat yang paling bawah.Desa/Kelurahan menjadi basis penyelesaian sengketa dan dapat menjadi saringan untuk mengurangi jumlah kasus yang ditangani aparat penegak hukum.
Eksistensi Undang-Undang No.16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum
Negara telah melakukan langkah konkritmewujudkan reformasi hukum melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Hal ini merupakan pengejawantahan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Secara konstitusional, negara berkewajiban menjamin hak untuk memperoleh serta meningkatkan akses keadilan bagi setiap warga negara Indonesia. Titik tekannya adalah, semua masyarakat berhak untuk mendapatkan bantuan hukum. Undang-Undangini memberikan jaminan bahwa hanya masyarakat miskin yang berhak mendapatkan bantuan hukum secara gratis. Ini menjadi jawaban, bahwa untuk dapat mengakses keadilan, untuk mempertahankan hak mereka di hadapan para penegak hukum, tidak lagi terbatas kepada mereka yang hanya memiliki sumber daya. Bantuan hukum tidak lagi menjadi barang “mahal” yang tidak mampu dijangkau masyarakat yang memiliki keterbatasan.
Namun, nyatanya keberadaan Undang-Undang ini belum mampu menjawab kebutuhan hukum masyarakat secara menyeluruh. Akses bantuan hukum masih menjadi persoalan dengan belum menjangkau setiap lapisan masyarakat.Keterbatasan anggaran, jumlah organisasi bantuan hukum yang minim dan belum merata, kondisi geografis, sampai padaminimnya pengetahuan masyarakat menjadi kendala untuk mencapai tujuan mulia dari Undang-Undang Bantuan Hukum.
Berbicara soal aksesibilitas, berarti memberikan gambaranbahwa terdapat jurang pemisah antara maksud baik dari dirumuskannya Undang-Undang Bantuan Hukum dengan persoalan riil yang terjadi di masyarakat. Maka dalam meminimalisir persoalan tersebut, perlu adanya satu bentuk inovasi yang diambil sebagai “jembatan” guna menjadi penghubung untuk memecahkan masalah yang terjadi.
Peran Strategis Lurah dan Kepala Desa
Lurah dan Kepala Desa memiliki peran sentral dalam keamanan masyarakat pada wilayah administratifnya. Tugas Lurah sepertiyang tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Kecamatan memiliki tugas dalam menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertibanumum. Sedangkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah dirubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024, memberikan kewajiban kepada Kepala Desa beserta seluruh perangkatnya untuk membina dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat Desa.
Keamanan dan ketertiban baik pada tingkat Kelurahan maupun Desa ini hanya dapat dicapai melalui peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum yang baik mampu melindungi tatanan hidup bermasyarakat serta meminimalisir potensi konflik yang terjadi di wilayahnya masing-masing. Di Kalimantan Selatan, dengan jumlah Kelurahan dan Desa yang terbilang banyak, serta kondisi kemajemukan masyarakat sertakekayaan alamnya, sudah tentu mampu menimbulkan potensi perselisihan dengan skala tertentu. Kesadaran hukum yang terus-menerus dipupuk tentu memiliki manfaat guna menetralisir ancaman konflik yang terjadi.
Pada lain sisi, Lurah dan Kepala Desa selalu menjadi aktor yang pertamamenjadi tempat masyarakat untuk mengadu dan diharapkan mampu menjadi alternatif penyelesaian sengketa yang terjadi di masyarakat. Peran vital tersebut sesungguhnya telah berjalan, namunbelum terlembagakan dengan baik, sehingga Posbankum ini hadir untuk menjawab tantangan tersebut.
Posbankum Desa/Kelurahan Alat Pembangunan Budaya Hukum
Posbankum Desa/Kelurahan, inovasi yang diinisiasi dalam upaya mengakses keadilan masyarakat memiliki 4 (empat) layanan,yaitu Layanan Informasi dan Konsultasi Hukum, Layanan Bantuan Hukum dan Advokasi, Layanan Penyelesaian Konflik (Mediasi),serta Layanan Rujukan Advokat. Layanan ini dijalankan langsung oleh Kepala Desa/Lurah, Paralegal Desa/Kelurahan yang telah dilatih sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum, serta Organisasi Bantuan Hukum yang terakreditasi oleh Kementerian Hukum. Ketika keseluruhan layanan ini berjalan dengan baik, maka cita dalam upaya meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dapat berjalan sesuai harapan. Ketika kesadaran hukum muncul, maka budaya hukum yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat akan berjalan ke arah yang positif.
Lawrence M. Friedman memberikan teori bahwa sistem hukum bekerja melalui tiga komponen yaitu struktur hukum,substansi hukum danbudaya hukum. Ketiga komponen ini berkaitan eratdan saling bergantung. Posbankum Desa/Kelurahan, dengan layanan yang dimiliki bekerja untuk memperkuat budaya hukum. Budaya hukum sendiri merupakan suatu sikap dan perilaku manusia yang dapat membentuk karakter masyarakat untuk menaati hukum atau melanggar hukum. Maka untuk membentuk budaya yang menaatihukum, diperlukan peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang memiliki sikap patuh atau taat terhadap hukum yang ada.
Sejauh ini Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Selatan melaksanakan langkah-langkah strategis dalam membentuk Pos Bantuan Hukum pada seluruh Desa/Kelurahan di Kalimantan Selatan.Total 2.016Pos Bantuan Hukum Desa/Kelurahan pada 13 Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan,telah mencapai 100%, yang dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat. Keberadaan Posbankum ini tentu masih belum dapat secara langsung menjawab permasalahan hukum yang terjadi. Tapi paling tidak, keberadaannya mampu mempersempit jarak kebutuhan masyarakat akan akses bantuan hukum, baik litigasi maupun non litigasi. Paling penting, menjadi langkah komitmen dan ikhtiar bersama dalam membangun “jembatan” penghubung antara tujuan baik dalam Undang-Undang Bantuan Hukum dengan akses keadilan di tengah-tengah masyarakat.

