JAKARTA – Pemerintah meminta pedagang baju bekas impor (thrifting) mengganti barang jualannya menjadi produk lokal.
Tak main-main, Menteri Usaha Mikro, Menengah dan Kecil (UMM) Maman Abdurrahman bahkan menyebut sudah ada 1.300 merek lokal yang siap menjadi pengganti.
Lantas bagaimana respons pedagang di Pasar Senen?
Asco, seorang pria yang sudah berbisnis menjual pakaian bekas di Pasar Senen, Jakarta Pusat selama 13 tahun merasa kurang setuju terhadap kebijakan tersebut karena mengnggap terlalu cepat dan produk lokal kurang memadai.
“Sebenarnya sih enggak setuju, sih. Karena terlalu cepat. Soalnya lokal tuh masih belum memadai,” ujar Asco saat ditemui langsung di toko miliknya di Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Asco juga bercerita bisnis thrifting bukan hanya sekadar menjual pakaian, tetapi juga menjual cerita. “Kayak ini, nih. Baju ini, ‘kan, endrick Lamar. Ini tahun 80-an produksinya. Dia enggak diproduksi lagi, jadi barang langka. Jadi bisa disebut jadi barang vintage,” ujar Asco.
Asco dapat menjual pakaian bekas yang terbilang langka dan tidak diproduksi kembali tersebut mencapai harga Rp400 ribu. Hal itu menjadi keunikan dari thrifting. “Karena udah barang langka, ya. Baju thrift itu bukan soal jual baju aja. Kita jual cerita,” kata Asco.
Dalam kesempatan sama, Asco pun membandingkan bagaimana produk asal China dengan produk lokal di pasaran. “Coba ke Tanah Abang, terpampang besar di Jembatan Merah tuh, ada, ‘kan? Grosir terbesar pakaian anak made in China. Tiga 100 (Rp100 ribu). Pakaian anak ya, kondisi baru. Kalau misalnya barang lokal, misalnya 50, udah kalah dong,” katanya.
Aco juga berharap pemerintah tidak asal merazia jika ingin membenahi industri pakaian bekas, tetapi harus mengganti rugi biaya modalnya. “Bukannya enggak bisa, ya. Cuma, ini harus diganti rugi dulu, baru bisa dirazia. kita, ‘kan, pakai modal,” kata Asco.
Sitompul, seorang karyawan dari salah atu toko pakaian bekas di Pasar Senen, mengatakan pakaian lokal kurang laku di sana. Tak ayal, tokonya lebih memilih berjualan pakaian bekas yang secara harga juga lebih murah.
“Kalau di sini kurang laku. Enggak jalan. Soalnya ini, ‘kan, pusatnya thrift,” ujar pria yang sudah ikut berjualan bosnya selama setahun terakhir ini.
Di sisi lain, maraknya penjalan pakaian impor bekas, terutama yang ilegal, membuat industri tekstil dan produknya di dalam negeri babak belur.
Sejak tahun lalu, banyak pabrik tekstil gulung tikar. Efeknya, industri menghadapi gelombang PHK massal. Raksasa tekstil pun tumbang, termasuk PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex yang gulung tikar sejak Maret 2025 lalu. Bangkrutnya Sritex membuat lebih dari 10 ribu karyawan kena PHK.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filmen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengungkapkan banyak impor pakaian bekas tak tercatat. cnn/mb06

