
JAKARTA – Masyarakat Indonesia mulai membelanjakan uang jelang akhir tahun seteah daya beli sempat terganggu beberapa waktu terakhir.
Geliat masyarakat dalam berbelanja terekam dalam Indeks Penjualan Riil (IPR) Oktober 2025 yang dirilis Bank Indonesia (BI). Penjualan barang eceran pada Oktober 2025 meningkat 4,3 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,7 persen (yoy).
Peningkatan penjualan eceran tersebut terutama bersumber dari kenaikan pertumbuhan penjualan kelompok makanan, minuman dan tembakau, barang budaya dan rekreasi, serta perlengkapan rumah tangga lainnya.
“Secara bulanan, penjualan eceran pada Oktober 2025 diprakirakan tumbuh 0,6 persen (mtm) didorong oleh kinerja penjualan mayoritas kelompok seiring dengan peningkatan permintaan masyarakat menjelang persiapan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Ramdan Denny Prakoso melalui keterangan resmi.
Pulihnya daya beli ini sejalan dengan inflasi yang terkendali dan harga yang stabil. Stabilnya harga barang dan jasa menunjukkan efektivitas kebijakan moneter dan fiskal pemerintah, sekaligus menegaskan bahwa daya beli masyarakat terus menguat pasca periode ketidakpastian global.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi tahun ke tahun pada Otober tercatat 2,86 persen. Realisasi inflasi ini tidak berubah jauh dari September 2025 yang tercatat 2,65 persen (yoy) dan 2,31 persen pada Agustus 2025.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita menekankan terkendalinya inflasi mencerminkan kondisi harga yang relatif stabil, meski terjadi kenaikan permintaan di sejumlah sektor.
“Terkendalinya inflasi menunjukkan bahwa harga-harga secara umum relatif stabil, meskipun ada kenaikan permintaan di beberapa sektor, termasuk emas,” ujarnya.
Menurut Ronny, capaian tersebut merupakan hasil kombinasi kebijakan moneter yang disiplin dan kebijakan fiskal yang adaptif terhadap perubahan global.
Bank Indonesia (BI) dinilai cukup sigap dalam menjaga keseimbangan suku bunga agar tidak menekan konsumsi, sedangkan pemerintah mampu menjaga pasokan barang strategis di tengah gejolak harga pangan dunia.
Ia menambahkan permintaan emas yang meningkat dalam beberapa bulan terakhir juga menjadi indikator menarik. Fenomena ini, kata Ronny, menggambarkan dua hal, yakni daya beli masyarakat yang membaik dan meningkatnya preferensi terhadap instrumen lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi global.
“Permintaan emas yang tinggi bisa mencerminkan dua hal. Pertama, daya beli masyarakat yang membaik. Kedua, preferensi masyarakat terhadap instrumen lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi,” tuturnya. bisn/mb06

