
JAKARTA – Polisi menyita tiga bom aktif di lokasi ledakan di SMA 72 Jakarta yang belum sempat diledakkan oleh siswa yang kini berstatus sebagai Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH).
Sebelumnya, Densus 88 Antiteror Polri menyebut pelaku membawa tujuh bom saat terjadi insiden nahas tersebut. Dari tujuh bom itu, empat di antaranya meledak dan tiga lainnya belum meledak.
“Info dari Jibom (penjinak bom) untuk tiga bom tersebut belum sempat diledakkan,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto saat dikonfirmasi, Minggu (16/11), yang dikutip CNNIndonesia.com.
Budi menyebut tiga bom itu belum sempat diledakan lantaran pelaku sudah lebih dulu terluka akibat ledakan empat bom sebelumnya.
“Betul (karena pelaku sudah lebih dulu terluka),” ujarnya.
Tiga bom aktif itu langsung diamankan oleh tim jibom di lokasi sesaat setelah kejadian. Selanjutnya, bom itu diurai untuk kemudian digunakan sebagai barang bukti.
Keberadaan tiga bom itu ditemukan di dua tempat yakni di bank sampah dan taman baca SMA 72. Bom itu diketahui memakai mekanisme sumbu dengan pemantik api.
“Bom sudah diurai dan menjadi barang bukti di Puslabfor Mabes Polri,” ucap Budi.
Ledakan terjadi di SMAN 72 Jakarta Utara, Jumat (7/11) sekitar pukul 12.15 WIB, di area masjid sekolah saat salat Jumat berlangsung.
Tidak ada korban meninggal dunia dalam insiden itu. Namun, korban luka dalam peristiwa itu tercatat sebanyak 96 orang.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana menyatakan aksi ledakan di SMA 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara bukan terorisme. Aksi itu disebut tindakan kriminal umum.
“Tidak ditemukan adanya aktivitas terorisme yang dilakukan oleh ABH (anak berkonflik dengan hukum). Jadi murni tindakan yang dilakukan adalah tindakan kriminal umum,” kata dia dalam konferensi pers, Selasa (11/11).
Terpisah, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengungkap banyak siswa ingin pindah dari SMA 72 Jakarta usai insiden ledakan yang terjadi pada Jumat (7/11). Menurutnya ini merupakan dampak trauma yang dialami murid-murid.
“Dampaknya juga di luar dugaan saya, banyak siswa yang kemudian minta pindah sekolah,” katanya saat ditemui di Jakarta, Minggu (16/11), yang dikutip CNNIndonesia.com.
Ia mengaku telah bertemu dengan Kepala Sekolah SMA 72 Jakarta untuk membahas masalah ini. Pramono menekankan persoalan ini harus dirumuskan secara baik.
“Karena saya tak mau kemudian dampaknya sampai panjang,” kata Pramono, melansir Antara.
Pramono juga menyebutkan pada Senin (17/11) adalah batas waktu pembelajaran secara daring.
“Hari Senin (17/11) juga akan mengundang para orang tua murid dan juga guru, untuk diberikan pilihan, apakah mereka akan sekolah secara tatap langsung atau masih melalui daring,” katanya.
Sebelumnya, Pramono berharap pembelajaran tatap muka dapat kembali diterapkan di SMA Negeri 72 Jakarta pada pekan depan pascaledakan, karena sebagian besar siswanya sudah ingin melakukan pembelajaran tatap muka.
“Kami sudah berkomunikasi, Kepala Dinas Pendidikan juga sudah menyampaikan, memberikan kebebasan. Yang mau daring boleh, yang mau langsung juga boleh. Dan ternyata mereka kebanyakan sekarang meminta untuk secara langsung,” ujar Pramono.
Alasan SMAN 72 ingin kembali melakukan pembelajaran tatap muka karena mereka ingin membuktikan bahwa sekolah tersebut sudah aman.
Pramono mengaku mendukung dan memberikan kebebasan kepada pihak SMA 72 untuk memutuskan hal tersebut.
“Mudah-mudahan minggu depan sudah sepenuhnya (pembelajaran tatap muka),” kata Pramono. web

