Mata Banua Online
Rabu, November 12, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Redenominasi Rupiah: Dari Sukses Turki dan Brazil hingga Krisis Zimbabwe

by Mata Banua
12 November 2025
in Opini
0
D:\2025\November 2025\13 November 2025\8\Opini Kamis\didi kurnia sandi.jpg
Didi Kurnia Sandi, S.IP (CPNS Setda Kabupaten Kerinci dan Alumni Departemen Hubungan Internasional, Universitas Andalas)

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa kembali menggulirkan kebijakan berani dengan membangkitkan kembaligagasan redenominasi rupiah. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Republik Indonesia tahun 2025-2029, Pemerintah menargetkan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang redenominasi sebagai salah satu program prioritas nasional dibidang kebijakan fiskal yang ditargetkan akan selesai pada tahun 2027.

Secara sederhana, redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengubah nilai tukar uang tersebut. Misalnya, nilai Rp1.000 saat ini jika mengalami redenominasi penghilangan tiga angka nol akan menjadi Rp1. Namun, nilainya tetap sama. Dengan kata lain, jika sekarang Rp1.000 bisa untuk membeli permen maka ketika dipotong menjadi Rp1 tetap bisa membeli permen yang sama.

Berita Lainnya

D:\2025\November 2025\13 November 2025\8\Opini Kamis\master opini.jpg

Motor Brebet dan Cerminan Kegagalan Sistem Sekuler Kapitalis

12 November 2025
D:\2025\November 2025\12 November 2025\8\8\8\judi online.jpg

Ancaman di Balik Layar, Judi Online Mengintai Generasi

11 November 2025

Hal ini selaras dengan pendapat Gubernur BI periode 2010-2013, Darmin Nasution, Menurutnya”redenominasi sama sekali tidak merugikan masyarakat karena berbeda dengan sanering atau pemotongan uang. Dalam redenominasi nilai uang terhadap barang (daya beli) tidak akan berubah, yang terjadi hanya penyederhanaan dalam nilai nominalnya berupa penghilangan beberapa digit angka nol”

Redenominasi bertujuan untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa. Selain itu, dapat menjadi suatu cara untuk meningkatkan kepercayaan terhadap mata uang rupiah.Redenominasi juga dapat mencerminkan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju lainnya di kawasan, mencegah adanya kendala teknis akibat jumlah digit yang besar dalam sistem non tunai sehingga meningkatkan efisiensi transaksi dalam perekonomian.

Menurut penulis, Kebijakan ini sangat bagus untuk segera dilaksanakan karena di mata dunia internasional, rupiah akan mendapatkan citra yang baik dimana saat ini $1=Rp 16.685,50 (Kurs 9 November 2025), akan berubah menjadi sekitar $1=Rp1,6. Secara psikologis, Nilai nominal rupiah yang “terlalu besar” sering menciptakan persepsi lemah terhadap rupiah di pasar global. Bukan karena inflasi tinggi, melainkan justru karena inflasi rendah dan stabil, Indonesia memiliki momentum ideal untuk melaksanakan redenominasi tanpa risiko besar terhadap daya beli riil masyarakat.

Kebijakan ini bisa menjadi momentum strategis untuk memperkuat persepsi global terhadap perekonomian Indonesia. Di sisi lain, pengalaman negara lain menunjukkan bahwa keberhasilan redenominasi sangat bergantung pada kestabilan inflasi dan kesiapan sistem keuangan.

Kendati demikian, kebijakan ini bukan tanpa risiko, penulis hendak menekankan bahwa kebijakan ini juga bisa malah merugikan perekonomian Indonesia. Pemerintah atau terkhususnya Kementerian/Lembaga terkait harus benar-benar wajib menganalisis dampak yang akan timbul apabila redenominasi rupiah benar-benar dijalankan. Hal ini disebabkan redenominasi tidak selalu berhasil dijalankan dengan baik, ada juga negara yang gagal menjalankan redenominasi tersebut.

Sebut saja negara Zimbabwe yang termotivasi melakukan redenominasi karena tingkat inflasi yang tinggi terjadi di negara tersebut.Zimbabwe gagal melakukan redenominasi ketika mengurangi sepuluh digit nol dari mata uangnya. Hal tersebut terjadi saat pemerintah melakukan redenominasi saat inflasi sebesar1096,68%.Kebijakan redenominasi justru semakin meningkatkan inflasi sertamemicu situasiyang lebih buruk.Dimana dua tahun setelahnya, inflasi di Zimbabwe diketahui mencapai 79 miliar persen setiap bulannya.

Pada akhirnya, saking tidak berharganya dolar Zimbabwe, pada April 2009, pemerintah Zimbabwe memutuskan untuk menghapus dolar Zimbabwe dan melegalkan beberapa mata uang asing, seperti rand Afrika Selatan, dolar AS, Euro, yuan China, dan lain-lain yang digunakan saat bertransaksi di negara tersebut.

Selain kegagalan redenominasi dolar Zimbabwe, ada juga negara yang berhasil melakukan Redenominasi, seperti Turki dan Brazil. Turki melakukanredenominasikarenalaju inflasi yang terus meningkat sejak tahun 1970 yang mencapai 137% pada tahun 1998.Turki melakukan redenominasi mata uang Lira tahun 2005, keadaan perekonomian Turki sejak tahun 2005 hingga 2015 terjaga dengan rata-rata inflasi 7,5%.

Brazil juga berhasil melakukan redenominasi pada tahun 1994 dimana Brazil melakukan redenominasi dengan menghilangkan 3 angka nol.Tingkat inflasi Brazil mengalami penurunan sebelum dan setelah redenominasi. Pertumbuhan tingkat inflasi Brazil dari tahun 1995 sampai 2014 (pasca redenominasi) adalah sebesar 14%. Sebagai perbandingan, tingkat inflasi Brazil tahun 1994 (sebelum redenominasi) adalah sebesar2075%.

Penulis berpendapat bahwa dari negara Zimbabwe kita dapat belajar, redenominasi dapat dilakukan apabila tingkat Inflasi negara tersebut tergolong rendah. Jika dibandingkan dengan data dari website Bank Indonesia (https://www.bi.go.id/id/statistik/indikator/data-inflasi.aspx), Inflasi di Indonesia pada tahun 2025, selalu dibawah 3%, tergolong rendah dan masih dapat dikendalikan. Hal ini mungkin sudah diperhitungkan oleh Menkeu Purbaya untuk mengambil keputusan untuk menyelesaikan redenominasi dalam dua tahun kedepan (2027).

Selain itu, kesiapan masyarakat dan sistem digital perbankan wajib bisa beradaptasi terhadap redenominasi agar tidak menimbulkan kebingungan saat bertransaksi. Disinilah peran vital pemerintah untuk mencegah kebingungan tersebut, Pemerintah perlu memastikan adanya komunikasi publik yang intensif agar redenominasi tidak disalahartikan sebagai pemotongan nilai uang.

Sebagai lulusan Hubungan Internasional, penulis memandang kebijakan redenominasi rupiah sebagai langkah visioner untuk memperkuat posisi Indonesia di mata dunia.Namun, kebijakan ini hanya akan berhasil bila dijalankan dengan perencanaan matang, kehati-hatian, transparansi, dan komunikasi publik yang jelas agar penyederhanaan nominal benar-benar menjadi simbol kemajuan, bukan sumber kebingungan.

 

Mata Banua Online

© 2025 PT. Cahaya Media Utama

  • S0P Perlindungan Wartawan
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper