JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah untuk memberikan insentif terhadap sektor uaha ritel guna mendongkrak daya beli masyarakat.
Ketua Umum Aprindo Solihin tak menampik adanya keluhan sektor usaha ritel terkait penurunan belanja tersebut. Untuk itu, pihaknya akan menyambut baik apabila pemerintah memberlakukan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) seperti yang diterapkan di sektor lain.
“Gaji tertentu pemerintah kan support, nih, untuk [ditanggung] pajaknya. Kita pengin retail juga dapat, lah, supaya si penerima gaji bisa mendapatkan lebih,” kata Solihin saat ditemui di sela acara Hari Ritel Nasional 2025 di Jakarta Selatan.
Menurutnya, apabila pekerja mendapatkan nominal upah yang lebih banyak, maka uang yang disisihkan untuk belanja juga akan meningkat.
Ketika ditanya perihal harapan masyarakat agar pajak pertambahan nilai (PPN) juga ikut turun, Solihin enggan berandai-andai. Dia memandang bahwa semua kalangan akan menyambut baik apabila beban yang ditangung berkurang. “Gaji turun itu enggak ada yang mau, tetapi kalau yang lainnya, yang harus dibayar itu turun, semua juga gembira,” kelakarnya.
Adapun, pemerintah telah menetapkan kebijakan insentif PPh Psal 21 DTP bagi para pekerja di sektor pariwisata, yang mencakup hotel, vila, agen perjalanan, restoran, hingga taman rekreasi. Insentif ini diberikan untuk periode Oktober hingga Desember 2025 dan berlaku bagi pekerja dengan penghasilan bruto maksimal Rp10 juta per bulan.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pelambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga (PKRT) dan investasi pada kuartal III/2025, baik secara kuartalan maupun tahunan.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud mengungkapkan konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,89% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada kuartal III/2025. Angka itu lebih rendah dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,96% YoY pada kuartal II/2025 dan 4,91% YoY pada kurtal III/2024.
“Jadi kalau kita lihat komponen PKRT yang tumbuh melambat secara year on year, yang pertama adalah konsumsi makanan dan minuman selain restoran karena tumbuh 4,11%, kemudian kesehatan dan pendidikan tumbuhnya 4,06%, transportasi dan komunikasi 6,41%, serta restoran dan hotel 6,32%,” ungkap Edy dalam konferensi pers di Kantor BPS. bisn/mb06

