Oleh : Zahra Kamila
Akhir-akhir ini isu fatherless menjadi trending di media sosial. Apa sebenarnya fenomena fatherless itu dan seberapa besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak? Fatherless merupakan sebuah fenomena ketidakhadiran peran ayah dalam pengasuhan baik secara fisik maupun secara psikologis. Fatherless tidak dapat dianggap sebagai masalah yang sepele. Pertumbuhan fisik maupun psikologis anak tetap memerlukan perhatian serta bimbingan dari kedua orang tuanya. Namun tidak sedikit keluarga yang mengabaikan masalah ini.
Fatherless dalam kehidupan seorang anak dapat memberikan dampak yang signifikan pada berbagai aspek perkembangan anak baik secara emosional, psikologis maupun sosial.
Peran seorang ayah tidak hanya sebatas pencari nafkah, tetapi juga sebagai figur yang memberikan dukungan, motivasi dan bimbingan kepada keluarganya.
Kondisi fatherless ini menuai banyak respon, baik dari para ahli maupun dari mereka yang merasakannya secara langsung. Generasi fatherless tidak muncul dari kekosongan, melainkan tumbuh dari sistem kapitalisme sekuler yang perlahan mengikis makna pengasuhan dan keluarga. Sistem hidup kapitalistik membuat para tenaga ayah terkuras untuk bertahan hidup, sementara kehangatan keluarga perlahan tergantikan oleh tuntutan pekerjaan. Akibatnya, fungsi qawwam dalam diri ayah sebagai pelindung, pemberi nafkah, sekaligus sumber rasa aman bagi keluarga perlahan memudar.
Untuk itu, perlu adanya perubahan paradigma dalam masyarakat hari ini. Bahwa pengasuhan anak bukan hanya tanggung jawab ibu, tetapi juga ayah. Para ayah diharapkan dapat mengelola waktu dengan lebih baik antara pekerjaan dengan keluarga, memaksimalkan interaksi dengan anak, melibatkan dalam kehidupan anak melalui kegiatan bermain dan komunikasi, serta memberikan dukungan emosional sebagai bentuk keteladanan. Selain itu, dukungan dari berbagai pihak termasuk pemerintah dan masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang mendukung keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak.
Dalam pandangan Islam, ayah dan ibu memiliki peran yang sama pentingnya dalam membangun fondasi keluarga.
Mulai sekarang tidak boleh dibeda-bedakan antara ayah dan ibu, peran keduanya, atau masing-masing dalam hidup kita sangat besar. Rasulullah SAW sendiri juga berpesan agar menghormati ibu, bahkan sampai disebut 3 kali, baru kemudian disebut ayah. Tapi bukan berarti, ayah tidak penting. Tentu saja sangat penting juga.
Seorang ayah bagi seorang anak, beliau itu seperti pahlawan yang punya dua pedang. Pedang pertama adalah pedang perak, dimana pedang itu menggambarkan posisi ayah sebagai pemimpin tertinggi di rumahnya. Ayah memiliki peran penting, bagaimana keluarga atau anak-anaknya itu mau dibentuk.
Terus, pedang kedua, adalah pedang emas, dimana ini menggambarkan ayah sebagai “sumber” yang dapat mengalirkan kasih sayang yang dibutuhkan seluruh keluarganya. Dalam hal ini Rasulullah SAW, mengingatkan kita pada sebuah hadits: “ sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku” ( HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Sangat bersyukurlah kalau kita dikaruniai seorang ayah mampu mendidik, mengasuh kita dengan penuh kesempurnaan sebagaimana digariskan oleh Islam.
Begitulah sosok ayah memang identik dengan dua pedang tadi, beliau pelindung keluarga, he’s hero. Karena itu sosok ayah, di satu sisi itu lebih protektif, dibanding ibu. Tapi di sisi lain, ayah juga biasanya lebih baik dan lebih bisa percaya bahwa buah hati mereka mampu melakukan dan bisa belajar mandiri. Makanya bagi seorang anak perempuan, ayah itu adalah cinta pertamanya.
Dalam Islam, peran seorang ayah memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia, tidak hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pemimpin, pelindung, pendidik, dan teladan bagi seluruh anggota keluarga.

