
JAKARTA – Wakil Gubernur (Wagub) Kalimantan Selatan, Hasnuryadi Sulaiman menghadiri Minerba Convex 2025 yang digelar oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta pada Rabu (15/10).
Acara berskala nasional ini mengusung tema “Hilirisasi, Investasi, dan Kedaulatan Energi: Jalan Menuju Ekonomi Berkeadilan.”
Minerba Convex 2025 menjadi ajang strategis untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah dan pelaku industri dalam mendorong hilirisasi sektor mineral dan batubara menuju kemandirian energi nasional.
Kegiatan ini dibuka secara resmi Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia yang menegaskan pentingnya sinergi antara pusat dan daerah dalam menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan keberlanjutan ekonomi.
Usai pembukaan, Wagub Kalsel, Hasnuryadi Sulaiman menyampaikan rasa syukur dan dukungan penuh terhadap langkah yang diambil pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM.
“Alhamdulillah, atas arahan Bapak Gubernur H Muhidin, saya menghadiri acara yang pertama kali diselenggarakan Kementerian ESDM dan tentu Pemprov Kalsel menyambut gembira apa yang telah disampaikan Pak Menteri ESDM. Mudahan menjadi manfaat bagi kita semua, khususnya masyarakat Kalimantan Selatan,” ujar Hasnuryadi.
Kehadiran Pemprov Kalsel dalam ajang ini menunjukkan komitmen daerah dalam mendukung kebijakan hilirisasi dan kedaulatan energi nasional, sekaligus memperkuat posisi Kalsel sebagai salah satu daerah penghasil sumber daya mineral dan batubara terbesar di Indonesia.
Sementara itu, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya pelaksanaan hilirisasi sektor minerba yang berkeadilan, terutama bagi masyarakat dan pelaku usaha di daerah penghasil tambang.
Bahlil menyatakan bahwa meskipun hilirisasi sudah berjalan, keadilan dalam implementasinya perlu terus ditingkatkan.
“Hilirisasi ini harus berkeadilan dan pandangan saya hilirisasi ini sudah adil, tapi keadilannya harus kita tingkatkan, terutama untuk daerah penghasil,” ujar Bahlil.
Dia menyoroti ketimpangan antara lokasi aktivitas tambang dan pusat pengelolaan bisnis pertambangan. Menurutnya, banyak perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang beroperasi di daerah seperti Kalimantan, Sumatera, Maluku hingga Papua, namun berkantor pusat di Jakarta.
Bahlil mengungkapkan bahwa mekanisme lama dalam pemberian IUP, yang mengharuskan proses tender dengan persyaratan ketat, menyulitkan pelaku usaha daerah untuk berartisipasi dan hal itu membuat ruang retribusi bagi masyarakat lokal menjadi sangat terbatas.
“Atas arahan Bapak Presiden, beliau menyampaikan bahwa harus ada keadilan. Jangan dikelola hanya kelompok itu saja. Harus dilakukan retribusi,” katanya. don/adpim/ani