Mata Banua Online
Kamis, Oktober 16, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Keracunan Massal Makanan Bergizi Gratis

by Mata Banua
15 Oktober 2025
in Opini
0

Oleh : Nova A. (Aktivis Muslimah)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebenarnya dirancang dengan niat baik: membantu anak-anak Indonesia memperoleh asupan gizi yang cukup agar tumbuh sehat dan cerdas. Namun, pelaksanaan di lapangan menunjukkan bahwa niat baik tersebut belum sepenuhnya diimbangi dengan sistem yang matang. Kasus keracunan massal di beberapa wilayah serta penemuan ulat pada sayur yang dibagikan melalui program MBG di Tanah Laut, Kalimantan Selatan, mengindikasikan adanya kelemahan serius dalam pengawasan mutu dan keamanan pangan.

Berita Lainnya

Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Lonely in The Crowd: Dalam Cengkeraman Sistem Sekuler

15 Oktober 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Jembatan Strategis Atau Target Pengaruh? Barat, Brics, dan Posisi Prabowo

15 Oktober 2025

Peristiwa ini memicu kekhawatiran masyarakat sekaligus meruntuhkan kepercayaan terhadap program bantuan pemerintah. Lebih jauh lagi, penurunan Dana Transfer ke Daerah (TKD) karena kebijakan pusat yang mengalihkan sebagian anggaran menjadi belanja langsung turut memperberat beban pemerintah daerah dalam menjalankan pengawasan dan perbaikan program.

Padahal, keberhasilan MBG sangat bergantung pada kerja sama yang solid antara pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam hal penerapan SOP keamanan pangan yang tegas dan transparan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh serta memperkuat standar pelaksanaan agar tujuan utama program yaitu peningkatan gizi masyarakat benar-benar tercapai tanpa menimbulkan masalah baru.

MBG MEMBAWA BENCANA ?

Kasus keracunan massal yang menimpa ribuan anak setelah mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada tahun 2025 membuka luka mendalam dalam tata kelola pangan nasional dan upaya perlindungan generasi muda. Data hasil pengawasan dan investigasi memperlihatkan bahwa korban tidak hanya berasal dari satu wilayah, melainkan tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Hasil uji laboratorium pun menunjukkan adanya kontaminasi bakteri pada sejumlah sampel makanan MBG, yang menandakan bahwa persoalan ini tidak bisa dianggap sebagai kejadian insidental atau kesalahan teknis semata. Angka kasus yang tinggi menjadi bukti bahwa persoalan tersebut bersifat sistemik, melibatkan rantai panjang mulai dari produksi, distribusi, hingga pengawasan mutu di tingkat lapangan.

Jika ditelusuri lebih jauh, terdapat beberapa akar penyebab mengapa kasus seperti ini bisa terjadi. Pertama, kebijakan MBG selama ini lebih berorientasi pada proyek dan subsidi jangka pendek, bukan pada jaminan publik yang berkelanjutan. Fokus program cenderung pada target penyerapan anggaran dan pencitraan politik, bukan pada pembangunan sistem pangan aman dan berkualitas. Kedua, lemahnya tata kelola rantai pasok dan standarisasi menjadi celah besar dalam menjaga keamanan pangan. Banyak laporan menyebut bahwa bahan pangan dikirim tanpa melalui proses pemeriksaan mutu yang ketat, sementara koordinasi antara penyedia, sekolah, dan instansi pengawas berjalan tidak konsisten. Ketiga, akuntabilitas dan pengawasan terhadap pelaksana program masih rendah. Mekanisme audit, transparansi laporan, serta tanggung jawab lembaga pelaksana sering kali tidak berjalan efektif, membuat potensi penyimpangan atau kelalaian sulit terdeteksi sejak dini.

Dari serangkaian fakta ini, tampak jelas bahwa kasus keracunan massal MBG bukan hanya masalah teknis, melainkan juga cermin rapuhnya sistem tata kelola pangan publik di Indonesia. Program yang seharusnya menjadi jembatan menuju kesejahteraan gizi anak justru berubah menjadi ancaman bagi kesehatan mereka sendiri. Pemerintah perlu meninjau ulang desain kebijakan MBG, memperkuat pengawasan lintas sektor, dan memastikan bahwa setiap tahapan dari pengadaan bahan, penyimpanan, hingga distribusi mengikuti standar keamanan pangan yang baku dan terukur. Tanpa langkah perbaikan serius, program seperti MBG hanya akan menjadi contoh bagaimana kebijakan baik bisa gagal karena lemahnya tata kelola dan tanggung jawab publik.

ISLAM MENJAMIN KESELAMATAN SETIAP NYAWA

Negara dalam sistem Islam juga memiliki tanggung jawab membangun kapasitas teknis dan infrastruktur pangan yang memadai — mulai dari laboratorium uji mutu, pusat riset gizi, hingga jaringan distribusi yang efisien dan transparan. Semua ini dilakukan bukan semata-mata untuk kepentingan ekonomi, tetapi sebagai bentuk ibadah dan tanggung jawab moral dalam menjaga amanah umat. Kasus keracunan massal MBG seharusnya menjadi alarm keras bahwa sistem yang lemah dan berorientasi proyek tidak cukup untuk melindungi generasi bangsa. Dalam Khilafah, keselamatan generasi bukan jargon politik, melainkan prioritas yang tak bisa dinegosiasikan.

Transformasi menuju tata kelola pangan yang aman dan berkeadilan sebagaimana diajarkan Islam bukan sekadar idealisme, tetapi kebutuhan praktis bagi masa depan umat. Ketika negara benar-benar menempatkan anak sebagai amanah yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya, maka setiap kebijakan pangan, pendidikan, dan kesehatan akan berjalan dalam satu tujuan besar: mencetak generasi yang sehat, kuat, dan bertakwa.

 

Mata Banua Online

© 2025 PT. Cahaya Media Utama

  • S0P Perlindungan Wartawan
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper