
Hujan deras mengguyur Bali sehingga banjir besar melanda sejumlah daerah di provinsi itu.Banjir yang melanda sejumlah daerah di Provinsi Bali, Rabu (10/09), merupakan yang terparah dalam satu dekade terakhir, kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, I Gede Agung Teja Bhusana Yadnya. Banjir tersebut menyebabkan sejumlah orang meninggal dunia. (BBC NEWS INDONESIA, 10 September 2025).
Pada Kamis (11/09) pukul 11.00 WIB, total korban meninggal dunia yang sudah ditemukan berjumlah 14 jiwa dan yang masih dalam pencarian sebanyak dua warga. Rincian korban meninggal di Kota Denpasar delapan jiwa, Kabupaten Jembrana dua jiwa, Kabupaten Gianyar tiga jiwa dan Kabupaten Badung satu jiwa. Korban yang hilang sebanyak dua jiwa teridentifikasi di Kota Denpasar. Banjir di Denpasar mencapai 43 lokasi yang terbesar banjirnya ada di wilayah Pasar Kumbasari dan wilayah Jalan Pura Demak.Empat kecamatan di Kota Denpasar yang terdampak banjir meliputi Kecamatan Denpasar Timur, Denpasar Utara, Denpasar Selatan, dan Denpasar Barat. Banjir menutup badan jalan di Teuku Umar Barat, Denpasar Barat, di depan Jalan Pura Demak. Begitu pula ruas jalan Gunung Salak, Gunung Soputan. Sementara, terowongan (underpass) di simpang Dewa Ruci, Kuta, Badung, terendam banjir dan tidak bisa dilalui kendaraan. Di sebagian jalan Sunset Road Seminyak juga tergenang air, meski kendaraan bermotor masih bisa lalu lalang.
Apa penyebab banjir?
Menurut Kepala BPBD Bali, I Gede Agung Teja Bhusana Yadnya, ada beberapa faktor penyebab Bali dikepung banjir antara lain :
1.Intensitas hujan yang tinggi sejak Selasa (8/9).
2.Saluran air dan sungai meluap karena tidak mampu menampung volume air hujan
3.Sampah
4.Dampak masifnya pembangunan dengan alih fungsi lahan
Disisi lain Kepala BPBD Bali, I Gede Agung Teja Bhusana Yadnya, berpendapat pula bahwa “Pembangunan ini masalah infrastruktur, infrastruktur jaringan saluran air itu kan harus bagus, kemudian aliran-aliran sungai itu juga terganggu kan karena dampak pembangunan,” katanya kepada Kumparan.com.
Seperti diketahui bersama Bali merupakan daerah destinasi wisatautama di Indonesia kemudian untuk mendukung hal tersebut maka pemerintah daerah semakin deras melakukan pembangunan hotel, villa dan cottage serta bangunan pariwisata lainnya. Yang dahulunya daerah tersebut adalah lahan produktif seperti sawah, subak dan hutan. Minimnya ruang terbuka hijau juga menambah faktor utama penyumbang banjir. Banyak daerah resapan kini berubah menjadi kawasan beton. Pemerintah Bali diharapkan harus segera mengevaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW) secara menyeluruh. Dan diharapkan pula penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Bali tidak hanya milik kita hari ini, tapi juga milik generasi yang akan datang. Dan Bali juga termasuk buminya Allah SWT yang wajib kita jaga kelestariannya.
Banjir bali merupakan alarm bagi kita semua untuk segera bertaubat sebagaimana Allah SWT kabarkan didalam Surat Ar Rum ayat 41 yang berbunyi : “ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Lalu bagaimanakah solusi Islam nya ?
Solusi Islam Terhadap Banjir di Bali
Islam tidak hanya sebagai agama ruhiah semata tetapi Islam merupakan pandangan hidup yang bersumber dari hukum syariah maka terhadap banjir di Bali Islam juga punya 4 solusi diantaranya adalah :
1. Perspektif Tauhid dan Amanah Lingkungan
Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah di bumi. Itu artinya adalah kita bertanggung jawab menjaga keseimbangan ekosistem, bukan malah merusaknya demi kepentingan oligarkhi seperti alih fungsi lahan yang tidak memperhatikan dampak lingkungan. Maka pembangunan yang merusak lingkungan demi keuntungan duniawi jelas dilarang dan Islam menyebut tindakan tersebut sebagai fasad fi al-ardh (kerusakan dimuka bumi).
2. Penataan Tata ruang berdasarkan Syariah
Islam menawarkan solusi berbasis sistem, bukan tambal sulam. Dalam konsep Pemerintahan Islam (Khilafah), pembangunan tidak dilakukan semata untuk keuntungan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan maslahat, rakyat dan kelestarian alam. Dalam syariah ada pengaturan tentang hak milik yang terbagi menjadi 3 yaitu kepemilikan umum yang meliputi sungai, laut, lahan terbuka hijau, lahan mati dan hutan yang tidak boleh dimiliki individu. Kemudian ada yang termasuk kepemilikan Individu ini meliputi sawah, rumah, kebun. Dan yang terakhir adalah kepemilikan negara yang meliputi SDA, padang rumput yang nantinya dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat serta dijaga keberlanjutannya.
3. Islam mengajarkan gaya hidup Islam yang tidak boros dan konsumtif serta amanah menjaga lingkungan. Islam juga mengajarkan bahwa masyarakat wajib diajak berperan serta bukan hanya diminta bersabar setelah bencana. Edukasi berbasis nilai-nilai Islam seperti tanggung jawab, amanah dan cinta lingkungan perlu ditegakkan baik di masjid, majelis taklim maupun sekolah-sekolah.
4. Penegakkan hukum lingkungan dalam syariah.
Dalam Islam, pelanggaran terhadap hukum lingkungan bisa dikenai sanksi tegas. Negara dalam sistem Islam (Khilafah) memiliki kewajiban mencegah kerusakan lingkungan dan jika ditemui ada pengusaha atau individu yang terbukti merusak alam hingga menyebabkan banjir, maka negara secara tegas akan menindaknya tanpa pandang bulu dan tanpa bisa dibeli. Nah inilah bentuk keadilan syariah Islam yang bukan hanya preventif tetapi juga represif terhadap pelanggaran.
Jika solusi Islam diterapkan secara menyeluruh, Islam tidak hanya dipakai untuk rukun Islam dan rukun Iman saja tetapi juga dalam kebijakan publik yang berlandaskan syariah Islam maka Insyallah bencana banjir tidak akan terulang lagi. Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin telah menyediakan panduan lengkap dalam menjaga alam dan mencegah bencana. Solusi Islam bukan sekedar ajakan moral, tetapi juga sistem kehidupan yang terpadu, yang jika diterapkan mampu mencegah bencana ekologis seperti banjir bandang dan tanah longsor.