
JAKARTA – Rapat Paripurna kelima DPR masa sidang I 2025-2026 secara resmi mengesahkan RUU APBN 2026 yang salah satunya menetapkan anggaran untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebesar Rp 335 triliun.
Alokasi anggaran untuk program MBG bersumber dari tiga sektor, yakni pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Dari sektor pendidikan, angkanya mencapai Rp 223 triliun (83,4 persen), kesehatan Rp 24,7 triliun (9,2 persen), dan sektor ekonomi Rp19,7 triliun (7,4 persen). Total alokasi anggaran untuk MBG melonjak dari pagu indikatif sebesar Rp 217,86 triliun.
Seperti dikutip CNNIndonesia.com, keputusan kucuran anggaran fantastis ratusan triliun rupiah ini diketok seiring terjadinya lonjakan drastis kasus siswa keracunan MBG di berbagai daerah.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyatakan program MBG sejak awal sarat dengan konflik kepentingan dan potensi bancakan korupsi.
Alih-alih menyehatkan, MBG justru telah menelan ribuan korban. Per 14 September 2025, JPPI mencatat ada 5.360 anak korban keracunan MBG.
Kini, per 21 September 2025, korban keracunan bertambah menjadi 6.452 anak. Dengan kata lain, hanya dalam waktu sepekan, korban keracunan MBG bertambah 1.092 anak.
JPPI menilai kondisi yang tak normal ini mestinya direspons pemerintah dengan menetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan menghentikan program sementara untuk evaluasi menyeluruh.
Ketua DPR Puan Maharani, Selasa (23/9), turut menyerukan agar pemerintah mengevaluasi total program MBG di tengah lonjakan kasus keracunan tersebut.
Namun pada saat yang bersamaan, DPR RI mengesahkan RAPBN 2026 yang menempatkan MBG sebagai salah satu prioritas terbesar, dengan anggaran fantastis Rp 335 triliun, di mana Rp 223 triliun diambil dari pos pendidikan.
“Alih-alih melakukan evaluasi, mereka justru menutup mata, menyumpal telinga, dan nekat melanjutkan program bermasalah ini,” ujar Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji, dalam keterangan tertulis, Rabu (24/9), seperti dikutip CNNIndonesia.com.
JPPI menegaskan kebutuhan gizi anak memang penting, tetapi bukan berarti menyingkirkan hal fundamental yang merupakan kebutuhan dasar pendidikan yang hingga kini belum juga terpenuhi.
Ubaid mencatat saat ini lebih dari 60 persen bangunan sekolah dasar dalam kondisi rusak, jumlah sekolah menengah masih sangat kurang, sarana penunjang sekolah juga masih sangat minim, dan juga jutaan guru yang belum tersertifikasi dan belum sejahtera.
“Ini semua harus didahulukan karena bagian dari kebutuhan dasar yang dijamin konstitusi yang harus dipenuhi dan diprioritaskan,” kata Ubaid.
Koalisi Kawal MBG pun telah meminta pemerintah menghentikan pelaksanaan MBG untuk kemudian mengambil langkah evaluasi total. Peneliti Indonesia Corruption Watch, Eva Nurcahyani mengatakan program ini harus dihentikan dulu agar tak menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Dia menilai pelaksanaan MBG sejauh ini memiliki tata kelola yang buruk dan minim akuntabilitas. Menurutnya, MBG berulang kali merugikan masyarakat buntut maraknya kasus keracunan.
“Pemerintah harus segera menghentikan pelaksanaan MBG agar tidak terus menimbulkan kerugian lebih besar bagi masyarakat,” kata Eva di Kantor ICW, Jakarta, Selasa (23/9).
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana tak bisa berkata banyak merespons desakan agar program MBG dihentikan buntut kasus siswa keracunan massal.
Dadan menyatakan dirinya hanya bisa menunggu arahan Presiden Prabowo Subianto.
“Saya ikut arahan Presiden, tidak berani mendahului,” ujar Dadan kepada wartawan, Rabu (24/9).
Dadan belum bisa memastikan kapan pihaknya akan membahas MBG bersama Prabowo. Dia mengaku masih menunggu kabar.
Terpisah, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman mengatakan total korban yang mengalami keracunan usai santap makan bergizi gratis (MBG) di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, hingga Rabu (24/9), terdata ada 500 pelajar. Mereka berasal dari berbagai sekolah di Kecamatan Cipongkor.
“Teridentifikasi 500 yang mengeluh (keracunan) dan langsung kami tangani,” kata Herman, di posko Cipongkor.
Herman mengatakan dari 500 pelajar itu, sekitar 400 pelajar terdata ada di Posko Cipongkor dan 100 pelajar lainnya tercatat ada di Puskesmas Citalem.
“Kondisinya seperti itu, tentu sekali lagi tidak kita harapkan. Tapi, faktanya, ada musibah, keracunan. Keluhannya pada umumnya itu mual, sesak, pusing, lemas,” ucapnya.
Herman mengaku mendatangi Posko Cipongkor untuk memastikan semua anak tertangani dengan baik, mulai dari perawatan hingga memastikan fasilitas layanan kesehatan pun agar terjamin.
“Teman-teman bisa lihat, ambulans kami kerahkan, tenaga medis kami kerahkan, bukan hanya dari KBB tapi juga dari kota Bandung, dari kota Cimahi dan dari kabupaten Bandung,” kata dia.
Soal desakan dari orang tua para pelajar yang tidak ingin anaknya menjadi korban program MBG, Herman mengatakan akan menyampaikan tuntutan tersebut ke BGN.
“Nah, kalau terkait itu, tentu kami akan laporkan ke BGN, karena otoritasnya adalah di BGN, yang jelas, Pemda Provinsi Jawa Barat mendukung program MBG,” kata dia.
“Pak Gubernur mendukung program ini. Terkait teknisnya, ada kekurangan dan lain sebagainya, tentu kan harus bereskan evaluasi,” sambung dia.
Herman juga bicara soal status KLB yang ditetapkan Bupati Bandung Barat Jeje Ritchie Ismail. Selama KLB Bupati Jeje menyatakan bakal menutup dapur-dapur di Cipongkor.
Herman berkata penutupan SPPG di Cipongkor hanya dilakukan ke dapur yang menghidangkan makanan saat keracunan Senin lalu.
“Ini beda SPPG yang hari Senin. (Dan penutupan SPPG) itu otoritas dari BGN,” katanya. web