
JAKARTA — Pelaku usaha menilai deregulasi aturan atau penyederhanaan penghitungan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dapat efektif menyerap tenaga kerja dan meningkatkan investasi sektor manufaktur apabila penerapannya optimal. Untuk diketahui, pemerintah baru mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 35 Tahun 2025 tentang Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan.
Ketua Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (Gamma) Dadang Asikin mengatakan, investasi dan serapan tenaga kerja dapat meningkat jika implementasi di lapangan disertai transparansi, serta perlindungan bagi industri kecil dan menengah (IKM). Dia menilai aturan TKDN baru berbasis insentif nilai dan kemudahan akan benar-benar berdampak pada penyerapan tenaga kerja jika disertai insentif yang terukur.
“Syaratnya harus nyata, misalnya kuota pekerja lokal, standar upah, hingga masa kerja minimal. Jangan hanya sebatas janji,” kata Dadang kepada Bisnis, Sabtu (13/9).
Selain itu, dia menekankan perlunya program link and match antara industri dengan sekolah vokasi atau SMK. Dengan begitu, tenaga kerja lokal bisa memenuhi kebutuhan keterampilan pabrik baru.
Dalam jangka pendek, serapan tenaga kerja diperkirakan meningkat pada fase konstruksi dan start-up pabrik. Namun, keberlanjutan jangka menengah-panjang sangat bergantung pada kemampuan industri lokal untuk naik kelas, baik dari sisi kapasitas produksi, kualitas, maupun mutu.
Dia pun mengingatkan adanya potensi tekanan terhadap IKM bila tidak ada program pendukung yang memadai. Untuk itu, pihaknya memberikan sejumlah rekomendasi terkait implementasi aturan baru ini.
Pertama, meminta Kemenperin segera mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) dan contoh perhitungan publik agar metode penghitungan TKDN dan bobot manfaat perusahaan (BMP) lebih transparan.
Kedua, mendorong adanya masa transisi dan proyek percontohan (pilot) di sektor strategis seperti otomotif, elektronik, dan energi, agar IKM bisa beradaptasi. “Gamma juga menekankan perlunya skema dukungan untuk IKM berupa pendanaan modal kerja, sertifikasi mutu, dan pelatihan teknis yang dibiayai bersama pemerintah maupun lembaga pendanaan,” tuturnya.
Tak hanya itu, parameter inspeksi dan sanksi harus jelas untuk mencegah penyalahgunaan insentif, termasuk melalui audit independen dan penggunaan teknologi digital ledger sebagai bukti sumber komponen.
Lebih jauh, Gamma mendorong Kemenperin menetapkan indikator kinerja utama (KPI) yang terukur, seperti nilai investasi baru, jumlah tenaga kerja yang terserap, dan persentase sourcing lokal.
Hal ini dinilai penting agar aturan dapat dievaluasi secara periodik. “Gamma mendukung niat deregulasi dan percepatan sertifikasi karena ini menjawab keluhan lama pelaku industri, tapi manfaatnya hanya akan terasa luas jika ada kejelasan teknis, pengawasan kuat, serta paket pendukung bagi IKM,” ujarnya.
Dadang menilai jika implementasi dilakukan hati-hati dengan masa transisi, dukungan supplier, dan audit ketat, Permenperin No. 35/2025 bisa menjadi instrumen penting untuk menarik investasi sekaligus meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Namun, tanpa mitigasi yang tepat, efek positifnya dikhawatirkan tidak merata.
Untuk diketahui, sertifikat TKDN menjadi penting bagi pelaku industri untuk dapat berkontribusi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah atau BUMN. Pengusaha juga bisa mendapatkan insentif tertentu jika mencapai batas minimum TKDN.
Dalam hal ini, kebijakan deregulasi TKDN tertuang melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 35/2025 yang menggantikan Permenperin 6/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri dan Bobot Manfaat Perusahaan.
Adapun, dalam aturan terbaru Permenperin 35/2025 perusahaan yang berinvestasi dalam negeri bisa mendapatkan insentif nilai TKDN minimal 25%, sementara dalam aturan sebelumnya tidak ada insentif nilai TKDN.
Tak hanya itu, pelaku usaha yang melakukan litbang diberikan tambahan nilai TKDN hingga maksimal 20% dan mendapatkan nilai BMP 15% lebih mudah karena terdapat 15 komponen pembentuk nilai BMP yang dipilih.
Lebih lanjut, pelaku usaha disebut akan mendapatkan kemudahan perhitungan dalam menentukan TKDN dari aspek nilai kemampuan intelektual melalui litbang. Dari sisi industri kecil, sebelumnya bisa mendapatkan nilai TKDN maksimal 40% dengan masa berlaku sertifikat selama 3 tahun. Namun, dengan metode terbaru IKM akan mudah mendapatkan lebih dari 40% dengan masa berlaku 5 tahun. Bis/rds