Rabu, September 17, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Raya dan Cermin Buram Lemahnya Perlindungan Negara terhadap Anak

by Mata Banua
8 September 2025
in Opini
0

Raya dan Cermin Buram Lemahnya Perlindungan Negara terhadap AnakOleh : Fatimah (Aktivis Muslimah)

“Seandainya negara hadir sejak awal, mungkin Raya masih bisa tertawa hari ini.”

Artikel Lainnya

D:\2025\September 2025\17 September 2025\8\8\Salikun.jpg

Membangun Mentalitas Wirausaha Mahasiswa

16 September 2025
D:\2025\September 2025\17 September 2025\8\8\Alya Nurul Latifah.jpg

ULM Dampingi Petani Desa Danda Jaya Tingkatkan Produktivitas Jamur Tiram Lewat Inovasi Growkit dan Pemasaran Digital

16 September 2025
Load More

Kalimat itu bisa jadi mewakili jeritan hati banyak orang yang mengikuti kisah pilu balita 4 tahun asal Sukabumi, Raya, yang meninggal dunia dengan kondisi tubuh dipenuhi ribuan cacing. Sebuah tragedi yang bukan hanya soal medis, tetapi juga bukti telanjang lemahnya perlindungan negara terhadap anak-anak — terutama dari kalangan miskin dan lemah.

Kronologi sakitnya Raya sungguh memilukan. Balita malang ini hidup di lingkungan yang jauh dari kata layak. Ayahnya sakit bronkitis, sementara sang ibu juga menderita TBC. Dengan kondisi keluarga yang rapuh, wajar jika kebutuhan dasar Raya terabaikan. Namun, bukankah negara seharusnya hadir untuk memastikan setiap anak tetap terlindungi, siapa pun orang tuanya? Ironisnya, perhatian baru datang setelah kabar meninggalnya Raya mencuat di media. Pejabat, kementerian, hingga anggota DPR tiba-tiba angkat bicara. Lagi-lagi, respons negara hanya bersifat reaktif — setelah ada korban, setelah berita viral.

Kasus ini membuka mata kita pada masalah yang jauh lebih besar: akses kesehatan di negeri ini masih penuh jurang kesenjangan. Mekanisme layanan yang ada kerap hanya formalitas. Prosedur rumit, syarat administrasi yang berlapis, hingga minimnya informasi membuat rakyat miskin sulit menjangkaunya. Faktanya, mereka yang memiliki uang dan privilege dengan mudah mendapatkan layanan terbaik. Sementara rakyat kecil seperti Raya dibiarkan berjuang sendiri, bahkan kalah sebelum sempat berobat.

Inilah wajah nyata kapitalisme yang diterapkan hari ini. Sistem yang menempatkan pelayanan kesehatan sebagai komoditas, bukan hak rakyat. Akibatnya, kesehatan seakan hanya milik mereka yang mampu membayar, sementara yang miskin hidup dalam ketidakpastian. Negara abai, seakan lupa bahwa anak-anak kecil seperti Raya adalah bagian dari masa depan bangsa yang seharusnya dijaga dengan sepenuh hati.

Bandingkan dengan sistem Islam. Dalam Islam, negara berkewajiban menjamin kesehatan seluruh rakyat tanpa kecuali. Rasulullah úý menegaskan bahwa seorang imam (khalifah) adalah pengurus rakyat, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan mereka. Itu berarti, setiap anak, setiap orang miskin, setiap keluarga rentan, wajib dipastikan kesejahteraannya.

Sejarah mencatat, di masa Khilafah, layanan kesehatan tersedia gratis, berkualitas, dan mudah diakses. Rumah sakit dibangun megah, terbuka untuk siapa saja, tanpa membedakan status sosial. Negara menanggung semua pembiayaan, sementara masyarakat dibangun rasa kepeduliannya. Seorang Muslim tak akan tinggal diam ketika tetangganya lapar atau sakit, karena iman mendorong mereka untuk segera menolong. Inilah ekosistem sehat yang lahir dari sistem yang benar.

Kasus Raya seharusnya menjadi alarm keras bagi kita semua. Betapa sistem kapitalisme telah gagal menjaga anak-anak kita. Sudah saatnya bangsa ini berhenti menambal sulam kebijakan setengah hati. Kita perlu solusi yang menyeluruh dan terbukti berhasil: sistem Islam yang menempatkan negara sebagai penanggung jawab penuh urusan rakyat, termasuk kesehatan anak-anaknya.

Raya memang telah pergi. Tetapi kisahnya jangan sampai hanya jadi berita sesaat. Biarlah ia menjadi pengingat bahwa kita butuh perubahan besar, agar tak ada lagi anak-anak yang harus meregang nyawa karena negara lalai menjalankan kewajibannya.

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA